Sebuah sejarah baru tercipta pekan lalu. Paling tidak menurut catatan saya. Jadi hari itu, Kamis, 9 Juli 2020, masih pagi. Tapi sudah ada 9.000 orang yang mendaftar seminar. Jangan dibayangkan ruangan super besar yang dibutuhkan untuk mengumpulkan ribuan massa seperti itu.
Tapi kami santai. Tidak perlu menyiapkan GBK untuk menampung 9.000 orang. Karena ini webinar, seminar online yang sedang mewabah di tengah wabah Corona.
Sejujurnya, penyelenggaraan webinar ini terinspirasi beberapa webinar yang diselenggarakan oleh International Social Security Assosiation (ISSA). ISSA mengundang berbagai negara untuk membagi ilmu dan pengalaman saat dijerat Covid 19.
Saya, termasuk yang paling sering mengikuti macam-macam webinar. Maka, saya berani usulkan menggelar webinar. Tak berbayar.
Benar. Kita memang tak lagi bisa hidup, bekerja, dan beraktivitas seperti dulu, “zaman normal”, zaman sebelum wabah covid-19. Juga cara BPJAMSOSTEK melayani peserta.
Rasanya, usaha kami selama ini dalam menyiapkan SDM dengan berbagai pelatihan dan sertifikasi, memberi arti. Sangat beruntung, penyiapan berbagai hal telah dilakukan jauh lebih awal.
BACA JUGA: NKS Menulis Empat Tahun Menjabat: Si Dito & Pete penghilang Bete
Di bidang teknologi informasi umpamanya. Setelah yakin dengan kemampuan sendiri, transformasi teknologi informasi dilakukan perlahan tapi pasti. Itu, dimulai dari nocan, deretan nomor cantik ini: 18.02.2018.
Itulah angka yang menunjuk pada tanggal, bulan, tahun yang diniatkan mudah diingat. Bukan tanpa maksud kami memulainya di hari itu. Semua memang sengaja diciptakan untuk tak dilupakan. Sebuah momentum sangat penting, saat penanganan teknologi dilakukan secara mandiri tanpa tergantung pihak ketiga.
Ternyata secara tak terduga, persis dua tahun setelah tanggal sakral itu wabah Corona melanda. Berbagai negara lebih dahulu terkena dan bahkan langsung me-lockdown kota atau negaranya. Berbagai aktivitas tak lagi boleh dilakukan, termasuk membuka kantor.
Sejak awal Maret 2020, tanda-tanda kita terhimpit Covid, mulai terlihat. Tapi, sebelum semuanya tak boleh bergerak leluasa, BPJAMSOSTEK sepakat menyiapkan perangkat demi melayani pembayaran manfaat.
Pelayanan secara online dilakukan dengan segera. Tak perlu tatap muka langsung, namun dengan tatap layar. Tak ada kontak fisik, melainkan kontak bathin yang selalu nyambung. Kami paham kebutuhan pelanggan, tapi kami ingin pegawai dan peserta aman.
Lalu muncullah istilah yang sangat enak didengar,LAPAK ASIK. Sudah pasti yang begini-begini, bagian dari kaum milenial, yang idenya seperti tidak pernah habis. LAPAK ASIK adalah Layanan Tanpa Kontak Fisik.
Alhamdulillah. Beberapa peserta yang menggunakan LAPAK ASIK menuturkan kenyamanannya. Semoga mereka jujur saat mengatakan benar-benar asik, tidak ribet, cukup dari rumah semua menjadi bungah.
BACA JUGA: NKS Menulis Sidak: Di Musim Pandemi, Saatnya Kami Melayani
Saat Pembatasan Sosial Berskala Besar diterapkan, pelayanan klaim tetap dapat diterapkan. Karyawan BPJAMSOSTEK tetap dapat bekerja walau tanpa masuk kerja di kantor. Mereka terbekali piranti teknologi untuk tetap bisa melayani.
Tapi memang. Tak semua peserta melek teknologi. Terlebih lagi tak semua peserta memiliki gadget sekelas smartphon. Sementara, Corona mengganas tiba-tiba, membuat semua buyar. Pemutusan hubungan kerja tak terelakkan, sehingga makin banyak peserta ingin mengambil manfaat jaminan hari tua di saat masih muda.
Persoalan datang, ketika banyak yang tak paham jika klaim jaminan tak perlu mesti datang ke kantor cabang. Akhirnya, pimpinan BPJAMSOSTEK merancang pelayanan dengan protokol yang ketat.
Menyekat ruang pelayanan dengan pegawai di belakang terpisah ruang dengan peserta. Sebagai sarana menemui pelanggan, layar monitor disiapkan. Konsepnya tetap sama dengan LAPAK ASIK, Layanan Tanpa Kontak Fisik.
Biasanya kalau layanan tatap muka, staf pelayanan melayani satu per satu pelanggan. Dengan LAPAK ASIK, satu staf bisa melayani empat sampai dengan lima orang sekaligus, layaknya conference call.
Uniknya, dengan cara yang disebut LAPAK ASIK, One To Many, staf pelayanan dapat mengatur kapan ucapan dan perintahnya didengar oleh empat atau lima peserta yang dilayani dan kapan staf mengatur wawancara one on one sehingga hal rahasia tak didengar oleh peserta lain. Walau mulut tertutup masker, namun senyum tetap ke kanan dan ke kiri dua centimeter.
Itulah inovasi layanan publik yang dilakukan BPJAMSOSTEK. Semua serba virtual, memanfaatkan teknologi yang jauh-jauh hari sudah kami siapkan gagasan-gagasannya. Dan, Kamis, 9 Juli 2020 kami membagi inovasi serta pengalaman ini kepada banyak pihak.
BACA: NKS Menulis PSBB: Saat Hidup Dipaksa tanpa Warna
Kepada instansi yang memberi layanan publik, BPJAMSOSTEK bercerita bahwa masa pandemi bukan untuk santai di rumah, tapi berkreasi agar layanan tak terhenti. Kepada peserta lain, baik perusahaan maupun individu pekerja, sebuah pesan disampaikan bahwa kami selalu hadir, karena tak pernah terfikir mangkir melayani sepenuh hati.
Acara webinar diawali dengan sambutan pembuka dari Ketua Dewan Pengawas yang memberi beberapa catatan tentang layanan model baru dan tujuannya. Selepas dibuka oleh Ketua Dewas, giliran Direktur Utama BPJAMSOSTEK menyampaikan sambutan kunci pentingnya inovasi, dimana semua badan penyelenggara jaminan sosial dunia mengubah pola pelayanannya.
Direktur Utama juga mengenalkan sekilas konsep pelayanan tanpa kontak fisik one to many. Tujuannya terfokus dua hal. Pertama, menjaga keselamatan pegawai dan peserta. Kedua, meningkatan kinerja pelayanan seiring peningkatan kebutuhan peserta.
Lalu Direktur Pelayanan mengupas tuntas konsep layanan baru itu. Disambung dengan program training vokasi yang dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk peningkatan ketrampilan. Pelatihan yang tak melulu melalui luring namun bisa lewat daring.
Nah, saat saya mendapat kesempatan paparan, waktu yang tak banyak itu saya gunakan mengenalkan peran teknologi dalam menopang layanan tanpa kontak fisik one to many. Peran yang signifikan dan tentu tak bisa dipandang ringan. Bahkan boleh dibilang, teknologi menjadi solusi agar pelayanan tetap berjalan.
Sebuah quote ala NKS saya sampaikan menutup presentasi: “Covid-19 memang musibah. Namun, menjadi berkah, karena memacu percepatan menuju digi-bpjamsostek untuk pelayanan yang lebih mudah.”
BACA: NKS Menulis Lebaran: Manakala Corona Mengubah Cara Bersilaturahmi
Itu cerita tentang webinar yang (saya menyebut) sukses. Tapi ada cerita lain, yang tak kalah seru sebenarnya. Cerita di balik layar, penyiapan penyelenggaraan webinar itu sendiri. Bayangkan untuk mengumpulkan peserta webinar dalam jumlah 9.000 orang, tentu perlu kerja keras dan cerdas.
Jika tanpa teknologi, saya terbayang akan membutuhkan sebuah lapangan bola untuk menampung pendaftar yang begitu banyak. Namun dengan aplikasi webinar digabung dengan streaming di youtube peserta sebanyak ribuan itu muat tertampung.
Panitia menyiapkan beberapa tampilan panggung background di layar yang menampilkan moderator, pembicara, dan penanggap. Layaknya panggung beneran, beberapa tampilan bisa berubah-ubah. Ada saatnya hanya berdua dengan sang moderator atau tampil berempat yang terdiri moderator dan tiga pembicara, dan sebagainya.
Peserta diatur sebagai pendengar yang baik saat pembicara dan penanggap berbicara. Kesempatan bertanya tetap ada dengan menuliskan pertanyaan di dalam fasilitas question and answer.
Saya mencatat dari pendaftar 9.000 orang, yang akhirnya hadir dalam webinar berjumlah 5.050 peserta dan yang mengikuti melalui streaming youtube 2.500 peserta. Peserta bertahan hingga akhir webinar yang menandakan materi webinar relevan.
Belum lagi antusiasme beberapa instansi yang nobar di kantornya masing-masing. Sertifikat elektronik sebagai tanda telah mengikuti webinar didapatkan oleh peserta sebagai bukti keikutsertaan.
Begitulah. Setengah hari kami berbagi dan memberi inspirasi bagi institusi layanan publik. Banyak pihak mengapresiasi baik dari penanggap yang terdiri dari wakil rakyat, regulator, pengawas, dan pihak peserta yang mendapatkan inspirasi untuk diterapkan di lembaganya.
Begitu selesai webinar, saya mendengar tepuk tangan dan rasa lega dari panitia yang berada di lantai yang sama dengan saya. Saya salami satu persatu sambil mengucap terima kasih untuk kerja luar biasanya. Tak ada peserta yang kecewa, walau tak ada sajian makan siang atau snack layaknya seminar di hotel berbintang. (*)
Nami Kulo Sumarjono. Salam NKS