Bogor, KP
Ada tiga nilai dipesankan Presiden kedua RI Jenderal Besar HM Soeharto kepada Prabowo. Hingga saat ini semuanya masih dipraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.
Calon presiden (Capres) Prabowo Subianto menceritakan kisahnya ketika ditugaskan sebagai komandan batalyon (Danyon), untuk memimpin prajurit saat ditugaskan ke Timor-Timur beberapa puluh tahun silam. Tugas yang diterimanya itu di masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Kala itu, kata Prabowo, sebelum dirinya berangkat bertugas ke Timor-Timur, Presiden Soeharto memerintahkan ajudannya untuk menelepon agar menghadapnya di Istana Negara.
Prabowo sebagai komandan tugas dan beberapa prajurit menggira panggilan tersebut akan diberi perbekalan dan amunisi yang cukup untuk tugas ke Timor-Timur.
“Saya mengiranya, waktu itu akan dikasih sangu. Wah kita senang ini sebagai pasukan kalau ada tambahan sangu untuk bertugas,” kata Prabowo menyampaikan kisahnya di hadapan keluarga Cendana pada deklarasi Rabu Biru Indonesia (RBI) di kediamannya di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/2/2019).
Prabowo pun bergegas dari kantornya di Cilodong, Depok, Jawa Barat menemui Pak Harto di Istana, dan menyampaikan salam hormat. “Saya tiba di istana pukul 06.45 WIB. Lalu menemui Pak Harto, saya hormat. Kemudian Pak Harto berkata, ‘Wo, kamu akan bertugas ya?’ Siap, jawab saya dengan badan tegap membusung saat menjawab pertanyaan Pak Harto,” ucap Prabowo menirukan kenangannya, kala itu.
Kemudian, Pak Harto memberikan tiga nasihat kepada Prabowo secara singkat dan padat. Yaitu ojo lali (jangan lupa), ojo dumeh (jangan sombong), dan ojo ngoyo (jangan memaksakan sesuatu). “Pesan saya, Wo, ojo jali, ojo dumeh dan ojo ngono,” ucap Prabowo mencontohkan perkataan Pak Harto, kala itu.
Sekembalinya dari istana negara, Prabowo dinantikan puluhan prajuritnya untuk mendengarkan hasil pertemuannya dengan Panglima Besar Jenderal Soeharto.
Prabowo pun menyampaikan pesan Pak Harto kepada prajuritnya yang bertanya. “Gimana Pak, dapat sangu? Tidak, tapi pesan ojo lali, ojo dumeh dan ojo ngoyo,” kata Prabowo menirukan ucapannya dulu.
Kemudian mantan Danjen Kopassus ini menerjemahkan pesan tersebut satu persatu di hadapan prajuritnya.
Pertama, jelas dia, jangan lupa dimaknai sebagai peringatan, agar kita untuk tidak selalu lupa mengenai ajaran agama dan larangannya. Ajaran orang tua dan ajaran di sekolah sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Termasuk ajaran keprajuritan yang melekat di setiap prajurit Sapta Marga.
“Ajaran tersebut akan selalu kita pegang teguh dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan hidup kita lebih bernilai dan bermartabat,” tukasnya.
Adapun makna kedua, kata dia adalah agar tidak selalu tinggi hati dengan amanah, jabatan, kedudukan, pangkat, ilmu, dan anugerah lain yang Allah SWT berikan.
=Artinya, tegas Prabowo, kita tidak boleh sombong. Karena semua dari kita diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah, semua milik Allah SWT. Yang paling terpenting adalah kita dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk orang lain.
Sedangkan makna ketiga, lanjut dia, tidak memaksakan sesuatu dalam setiap gerak langkah. Hal utama yang harus dilakukan adalah berdoa, berusaha, berikhtiar, dan bertawakkal kepada Allah SWT untuk diberikan hasil terbaik.
Karena menurutnya, tugas manusia hanyalah berusaha dan berdoa. Mengenai hasil, Allah SWT yang menetapkan.
“Ketika dalam penugasan, dan kami sudah tidak mampu, maka jangan dipaksakan karena akan memberikan hasil yang tidak baik. Alhamdulillah batalyon kami menang, prajuritnya sedikit yang gugur,” ujarnya.
Prabowo menyadari betapa ampuhnya pesan Pak Harto tersebut. Sejak itu di setiap operasi militer, Prabowo selalu menerapkan pesan tersebut. (cdn/naz)