Aroma gosong saat diroasting karyawan sudah terasa sejak sebelum acara dimulai. Ketika bertemu di ruang auditorium tempat dilangsungkannya acara, terlihat wajah sumringah para roaster seolah ingin mengatakan, “Pak NKS yang minta diroasting lho ya. Kami hanya menjalankan perintah atasan.”
Memang benar, para roaster meminta maaf sebelum dan saya yakin ketika acara sudah selesai. Tapi senyum kecil di ujung bibir mereka itu tidak bisa disembunyikan. “Ini kesempatan emas. Kapan lagi bisa begini,” begitu kira-kira saya menduganya kata dalam hati roaster.
Hanya ada satu roaster yang bercerita telah berusaha untuk mengundurkan diri. Namun ini pun lebih karena takut tidak lucu saja. Bukan alasan nanti kualat atau takut dipindah ke daerah. Tentu alasan yang kurang kuat sehingga pengunduran diri tidak direstui.
Setelah terlambat sekitar 15 menit, pembawa acara Oshira san mengawalinya dengan membacakan susunan acara. Namun, seolah sudah bersekongkol dengan panitia, peran sebagai pembawa acara seolah sejenak dilupakan. Oshira san pun justru ikut-ikutan meroasting saya. Jelas-jelas menjalankan tugas tidak sesuai tupoksi dan kewenangannya sebagai pembawa acara hahaha …
Pembacaan doa adalah acara pertama dengan harapan seluruh rangkaian kegiatan dapt berjalan lancar dan bermanfaat serta tujuan dari kegiatan tersebut tercapai. Pak Ongky yang menuntun kita semua hadirin (daring dan luring) bermunajat memanjatkan doa. Khusuknya doa diperuntukkan untuk kesembuhan yang terpapar covid, untuk korban bencana alam, untuk penumpang dan awak pesawat Sriwijaya Air yang jatuh, serta doa agar pandemi dan bencana segera berakhir dari muka bumi ini.
Saya perlu mengucapkan terimakasih kepada Pak Ongky yang dengan baik memimpin doa. Ia tidak tergoda seperti halnya Oshira san yang ikutan meroasting. Atau pun Pak Naufal Mahfudz yang diminta pembawa acara memberikan sambutan justru beberapa kali melontarkan sindiran rostingan panas yang menggosongkan.
Sambutan Pak Naufal ala-ala roasting sangat terasa di setiap kalimat yang disampaikan. Contoh roastingan Pak Naufal ketika mengomentari terbitnya buku NKS jilid 1 dan jilid 2, testimoninya dari Bupati Kulon Progo, tapi Bupati yang berbeda. Jangan-jangan nanti buku NKS selanjutnya juga sudah bupati yang lain lagi.
Roastingan kedua Pak Naufal mengenai kegemaran saya menulis buku yang harusnya dinilai positif. Saking gemarnya menulis maka terbitlah buku yang NKS jilid 2 dimana saya meminta Pak Naufal (bukan Pak Dirut atau direksi yang lain) untuk memberikan semacam testimoni tentang buku tersebut. Saya diduga tidak meminta testimoni tentang buku NKS jilid 2 kepada Pak Dirut karena takut dikomentari, “Pantes saja kerjaan kantor gak selesai, lha malah waktunya buat nulis buku yang halamannya sampai 400 lembar”.
Aduh Pak, sayangnya saya tidak diberi kesempatan menjawab semua yang dituduhkan. Sepertinya saya perlu jelaskan bahwa saya hanya mengisi waktu luang ketika nulis lho. Sudah saya cicil dalam dua tahun di mobil saat macet perjalanan dari rumah ke kantor atau sebaliknya, saat menunggu pesawat, saat di dalam pesawat, atau ketika tak bisa tidur kepikiran pekerjaan.
Tapi ada yang membuat saya senang ketika Pak Naufal mengatakan ada pepatah “don’t judge the book by its cover”. Tapi itu berlaku untuk buku lain. Untuk buku NKS jilid 1, Pak Naufal malah berpendapat bahwa “the power of this book is its cover”. Lalu Pak Naufal mengatakan, “Mengapa demikian? Lihat fotonya saja sudah menghibur karena lucu.”Ahhhh Pak Naufal, andai ada acara yang sama untuk meroasting beliau, saya orang pertama yang mengajukan diri untuk itu. Bukan untuk balas dendam, namun supaya ada keadilan.
Tiba giliran Oshira san, sang pembawa acara, mempersilakan saya untuk memberi sambutan sekaligus membuka acara. Tentu dengan tak lupa Oshira san tetap melontarkan roastingan yang membuat perih.
Nah, saya pun membawakan sambutan tak seperti biasanya seorang pejabat. Ini mungkin sekaligus latihan mengingat sebulan lagi sudah tak lagi menjadi anggota direksi. Saya mengemasnya dalam format stand up comedy, layaknya seorang komika.
Saya mengamati ada joke-joke yang diulang-ulang oleh komika profesional sekalipun. Maka joke tentang saya, oknum anggota direksi yang pengin banget diroasting, yang lahir di Kulon Progo dan saya tujuh ber-“su”dara adalah andalan yang mungkin sering didengar. Jujur saya anak ke-6 dari tujuh anak dari Bapak dan Simbok. Nama saya dan seluruh nama saudara-saudara saya lainnya diawali dengan “Su”. Makanya saya sebut kami ini adalah tujuh bersudara. Tidak lucu sih terutama untuk yang anak tunggal (tidak punya saudara) atau yang namanya tidak ada “Su”-nya.
Lalu, saya perlu memberi klarifikasi bahwa NKS adalah sebuah sebutan yang sebenarnya awalnya tidak ada. Sebelumnya saya punya sebutan lain. Sewaktu saya bekerja di Kementerian Keuangan tahun 2010-2011, tiap hari saya ikut pembahasan RUU BPJS antar kementerian lembaga. Dari situlah oleh teman-teman, lantas saya dipanggil BPJS. BPJS itu singkatan dari BaPak Jono Sumarjono.
Ketika saya masuk di BPJS Ketenagakerjaan, sebutan saya sebagai BPJS mulai redup. Tak satupun orang mengenal saya dan memanggil saya dengan sebutan BPJS. Mengapa begitu? Ternyata di Indonesia ada tiga bpjs : bpjs kesehatan, bpjs ketenagakerjaan, dan saya sendiri; bapak jono sumarjono.
Dan saat mulai menjadi direktur di bpjamsostek, ada panggilan baru untuk saya yaitu Pak Dir. Tapi rasanya menjadi kurang akrab dan membentuk sebuah jarak antara saya dan insan bpjamsostek. Saya sering tidak nyaman tapi katanya itu sesuai protokol. Saya selalu diminta duduk di depan, sementara para depdir, asdep, karyawan duduk di belakang. Padahal asal tahu saja ya, saya dengan sopir saya saja tidak seperti itu. Gak gitu-gitu amat. Di mobil, saya justru mempersilakan sopir saya duduk di depan dan saya lah yang duduk di belakang.
Lewat acara roasting, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh insan bpjamsostek yang luar biasa. Terimakasih pada keluarga yang sabar ditinggal bekerja kadang sampai larut malam. Tapi pesan saya tolong dicek juga, pulang malam karena lembur kerja atau cuman ngadem di kantor. Memang ada bapak-bapak yang lebih suka di kantor. Kalau di kantor dia pimpinan, panglima lah kira-kira begitu. Tapi begitu di rumah, ternyata ada pangenam.
Bahkan saking takutnya sama istri, beberapa bapak-bapak selalu bawa-bawa foto istrinya ditaruhnya di dompet. Awalnya saya kagum juga, begitu sayangnya sama istri di rumah. Namun ketika ditanya, bukan seperti itu sebenarnya. Ternyata bapak ini stress saat harus rapat sama organ tertentu yang selalu disertai dengan marah-marah, nggebrak meja, dan kata-kata tak pantas keluar. Lalu ia buka dompet dan melihat istrinya. Dia ikut rapat lagi dengan lebih tegar. Kenapa demikian? Karena ternyata yang dihadapi saat rapat ternyata tidak ada apa-apanya dibanding yang ada di rumah. Maklum istri di rumah adalah pangenam.
Saya memimpikan acara roasting ini sejak lama. Saya bicarakan pada Pak Ongky dan Pak Desto serta Pak Dirum SDM. Terinspirasi karena masa pandemi kita tidak bisa ada employee gathering atau family gathering, pasti insan bpjamsostek karena harus di rumah aja ketemu istrinya atau suaminya terus, maka takutnya isinya berantem terus. Saya khawatir insan bpjamsostek karena kurang piknik terus stress jadi naik. Dan, roasting ini kiranya menjadi obat atau vitamin yang meningkatkan imun. Kapan lagi bisa ngetawain direkturnya. Dan, saya rela.
Akhirnya, membuka acara employee assistance program bertajuk NKS diroasting dan saya mohon maaf jika selama 5 tahun ini ada salah. Serta meminta mulai saat ini dapat membiasakan diri untuk tidak memanggil saya dengan panggilan Pak Dir lagi. Tapi panggil saya NKS. Masih ada yang belum tahu juga apa itu NKS? Ndirektur Kerencanaan Strategis.(Bersambung)
Salam NKS