Hari ini saya ingin bercerita tentang daya juang konco-konco, sedulur-sedulur, adik-adik berkebutuhan khusus. Saat menulis ini, ingatan saya menyembulkan wajah almarhum Mas Didi Kempot. Doa terbaik untuk beliau di alam sana.
Kita tahu, Mas DK juga seorang yang peduli anak-anak berkebutuhan khusus. Lihat saja, ia memberikan lagu berjudul Tatu, untuk dibawakan ulang kepada Arda yang tak bisa melihat tapi memiliki suara yang membuat merinding.
Lagu Tatu bercerita tentang luka hati karena kekasih pergi dan berpaling dengan yang lain. Tapi bukan cerita lagu Tatu yang membuat saya sendu. Di video itu, saya menyaksikan Arda dengan keterbatasan dalam melihat, dibantu melangkah lewat uluran tangan Mas Didi.
Tak melulu mengarahkan jalan Arda, namun uluran tangan itu sekaligus membantu Arda mengukir karir. Inilah yang menggetarkan hati.
BACA JUGA NKS Menulis Sewu Kutho: Mengenang Mas Kempot yang Rela Repot
Tidak banyak orang memikirkan saudara kita para penyandang disabilitas ataupun kaum difable. Bahkan saat negara mewajibkan perusahaan mempekerjakan saudara kita tersebut dalam jumlah minimal tertentu, mereka seolah tak mau tahu.
Tapi seorang Didi Kempot sangat peduli. Melihat talenta dan keinginan kuat Arda, Didi Kempot mengajaknya rekaman yang melambungkan Arda hingga terkenal. Didi Kempot memberi Arda sebuah kail agar Arda mampu mencari ikan secara mandiri.
Saya tidak tahu apa yang mesti saya ditiru dari video lagu Tatu itu. Lalu saya teringat Putri Nidhaul Hasanah yang pernah memberikan gambar hasil coretan pensilnya. Talentanya luar biasa. Hasil karyanya persis seperti foto yang saya pasang sebagai profile picture atau display picture di media sosial yang saya miliki.
Di foto itu, saya menggunakan blangkon khas NKS. Bedanya antara foto dan karya yang dibuat Putri hanya saya dilukis sehinga terlihat lebih muda. Tentu hal ini membuat saya bahagia.
Putri, ya begitu dipanggilnya. Saat ini, ia bersekolah di SMPLB Bhakti Kencana 1, Berbah, Sleman Yogyakarta. Sejak SD, ia rajin menjalani berbagai pelatihan dan ikut bermacam kompetisi mulai dari melukis, peragaan busana, membatik dan sebagainya.
Saya mengenal Putri dengan kegiatannya melalui media sosial yang diunggah oleh ibunya atau oleh Putri sendiri. Termasuk ketika Putri meminta diberi dukungan berupa ‘like’ saat berkompetisi di ajang peragaan busana tingkat nasional.
BACA NKS Menulis: Nami Kulo & Sewu Kutho…
Ya itulah perkenalan saya dengan Putri. Nah, beberapa waktu lalu ia posting tentang kesibukannya belajar mendesain atau menggambar dengan komputer bersama komunitas difabel di bawah payung Diffable Academy.
Saya coba memberi komentar di postingan tersebut untuk tahu apa yang sedang dipelajari. Setelah beberapa pekan berselang, saya meminta Putri untuk membuat desain berupa kata-kata digabung dengan gambar pada media kaos.
Saya memang telah lama membuat konsep kaos berkosa-kata bahasa Jawa yang sebagian pernah terlaksana untuk acara reuni di SMP. Kala itu lebih dari tiga tahun lalu, saya memberi label kaos itu nikaku yang kepanjangannya adalah niki kaos kulo, bermakna ini kaos saya.
Tapi sejatinya kata kulo tidak murni berarti saya. Ini tentang kecintaan saya dengan tempat kelahiran yang secara lebih luas boleh diartikan kecintaan terhadap tanah air. Nikaku itu bermakna niki kaos Kulo(n) Progo, ini kaos Kulon Progo.
Desain untuk acara reuni SMP tiga tahun lalu itu bertuliskan ‘Kulo Asli Kulon Progo’ (saya asli Kulon Progo) dan ‘Ojo Lali Kalih Kulon Progo’. Untuk kaos ‘Ojo Lali Kalih Kulon Progo) sejatinya memiliki dua pesan sekaligus.
Ojo lali kalih kulo dimaknai sebuah pesan agar tidak melupakan saya. Namun jika dibaca lengkap hingga akhir ojo lali kalih Kulon Progo pesan moralnya untuk tidak melupakan Kulon Progo.
BACA NKS Menulis Corvallis-2: Nganjir, Mimpi Pertama di Amerika
Ini penting bagi para perantau dari Kulon Progo untuk terus ingat akan kampung halamannya. Pesan untuk pelancong yang sedang atau pernah mengunjungi Kulon Progo, diharapkan terkesan dengan indahnya Kabupaten Kulon Progo.
Contoh coretan lain hasil renungan saat saya di dalam pesawat menuju Amsterdam adalah I Am(not)sterdam but Kulo n Progo. Ini bermakna saya bukan dari Amsterdam tapi Kulon Progo. Coretan ini belum sempat saya cetak dan nanti tugas Putri untuk memberi sentuhan seni.
Kembali pada cerita pembuatan kaos ‘ojo lali kulon progo’, saya membuatnya tanpa sentuhan seni walau memang tidak ada yang komplain saat reuni dipakai sebagai kaos resmi. Tapi kini dan ke depan akan berbeda setelah saya mengenal Putri yang belajar desain yang tentu lebih mudah menangkap konsep yang saya buat.
BACA NKS Menulis Corvallis-1: Tirakat hingga Amerika Serikat
Ada sebuah niat memberi semangat dan sedikit tantangan untuk Putri berkreasi. Saya utarakan niat ini melalui sang ibu jika Putri mau dan mendapat restu.
Maka karya pertama Putri tercipta dari sebuah cerita perantau dari Kulon Progo seperti saya yang tak bisa mudik karena pandemi corona. Tak bisa dipungkiri jika rindu pasti menghampiri.
Saat mudik tak lagi mungkin, pasti ada rasa prihatin. Nah, selembar kain menjadi alat pengungkap rasa kangen yang dalam kampung halaman. Kaos itu oleh Putri ditulisi Ora Mudik Kangen Kulon Progo.
Mungkin karena karya ini sangat relevan dengan situasi terkini, kaos desain perdana Putri yang saya coba ikut mengenalkannya lewat media sosial, mendapat tanggapan positif dari pasar. Harus diakui jika desain ini menyangkut segmen pasar yang lebih mengarah pada perantau Kulon Progo.
Desain kaos yang tak disangka banyak diminati ini membuat semangat Putri meninggi. Bahkan ia harus menyesuaikan desainnya karena ada pelanggan yang meminta ukuran untuk anak-anak. Wajah sumringah Putri terpancar saat saya dikirimi foto desain pertama yang sudah jadi.
Saya meminta Putri tak henti untuk berkreasi. Saya beri kata kunci tentang menginspirasi anak bangsa agar mencintai negeri. Tulisan di kaos yang mengandung kisah tentang mencintai tanah air yang tak perlu muluk-muluk, namun wujud yang sederhana saja. Pesan agar mencintai tanah kelahiran yang telah banyak memberi.
Dan kini saatnya berbakti. Cinta yang dilambangkan dengan hati dengan tulisan tegas di dalamnya “Tresno Kulon Progo”. Putri mengungkapkan, walau ia dan teman-temannya berbeda dengan anak normal, namun kaum difable harus mencintai dirinya dan mencintai tanah air yang telah memberinya tempat untuk lahir dan berkarir.
Demikian juga karya kaos ketiga, Putri bercerita tentang pulang kembali ke Kulon Progo lewat tulisan ‘Mulih Omah Kulon Progo’. Sebenarnya berisi doa semoga segera sirna yang namanya corona sehingga Putri bisa pulang ke rumahnya. Ini yang dirindu oleh para perantau agar bisa menemui bapak ibu serta saudaranya di kampung halaman.
Saya salut dan terharu kepada Putri yang terus berjuang maju. Keterbatasan bukanlah halangan, itulah pesan yang Putri ingin sampaikan. Sukses adalah hak semua orang, tak terkecuali untuknya dan kaum difabel.
Saya pun tertunduk malu saat tahu Putri berniat menyumbangkan sebagian dari keuntungan penjualan kaos itu kepada Diffable Academy, tempat Putri menimba ilmu. Putri ingin membantu dan menyemangati rekan-rekannya baik di SMPLB maupun di Diffable Academy untuk terus maju.
Betapa mulianya hatimu Putri, saya mesti belajar darimu menyuarakan niat mulia lewat karya dan langkah nyata. Saya sadar suara yang keluar, lebih banyak mengkritisi dibandingkan dengan aksi. Dan, Putri lewat kaos mengingatkan saatnya untuk berbakti bagi negeri.
Nami Kulo Sumarjono. Niki Kaos Sampeyan. Salam NKS