Masjid Baitul Mukhlisin Semanggi Makin Terjepit

Pembangunan memang membutuhkan pengurangan. Masyarakat muslim banyak berkontribusi dalam pembangunan bangsanya.

Sejak zaman penjajahan, zaman pergerakan kemerdekaan hingga zaman pembangunan sekarang ini. Masyarakat muslim paling banyak memberikan andil dan pengurbanan.

Masjid, musholla dan tanah wakaf masyarakat muslim banyak tergusur untuk pembangunan, baik untuk kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat dan keperluan bisnis.

Masjid Baitul Mukhlisin Karet Semanggi RT 01 RW 05 Kelurahan Setia Budi, Jakarta Selatan. Tidak jauh dari Masjid Hidayatullah, Semanggi. Jarak yang memisahkan tidak lebih dari 500 meter dan hanya dibelah Sungai Krukut.

Hanya 100 meter dari Jalan Sudirman, 100 meter dari Jalan Gatot Subroto. Di pusaran bisnis dan perdagangan Semanggi yang dikelilingi gedung bertingkat.

Keduanya menghadapi nasib serupa, terjepit di antara gedung bertingkat. Terhimpit antara kepentingan bisnis dan kebutuhan beribadah bagi masyarakat muslim.

Tempat ibadah satu-satunya milik warga terancam digusur untuk kepentingan pusat perdagangan. Padahal masyarakat muslim setempat sangat membutuhkan. Meski rumah penduduk tinggal hitungan jari, namun umat Islam yang berkantor di sekitarnya tetap membutuhkan tempat beribadah.

Masjid Baitul Mukhlisin bakal tergusur pembangunan gedung bertingkat untuk kepentingan bisnis. Lahan seluas 400 meter persegi di bilangan segitiga emas Karet-Kuningan-Semanggi-Sudirman sudah memiliki sertifikat dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) tahun 1991. Namun pengembang yang membebaskan lahan sekitar masjid bermaksud mengambil seluruhnya. Pengurus masjid disilahkan mencari tempat pengganti, lahan dan bangunan masjid akan dibayar.

Abdurrahman, 60, dan H Syarifuddin, 70, jamaah Masjid Baitul Mukhlisin menuturkan jamaah masjid ingin tetap memiliki masjid di lokasi semula. Kalaupun tidak dapat mempertahankan tempat lama, dapat digeser sedikit ke pinggir lahan namun jangan sampai dipindahkan jauh di daerah pinggiran Jakarta.

“Jamaah dan masyarakat masih membutuhkan untuk kepentingan ibadah,” ujarnya sambil menambahkan kalau dipindah jauh ke tempat lain bagaimana dengan jamaah di sekitar masjid sekarang. Masyarakat muslim yang berkantor di gedung-gedung tinggi sekitar masjid kesulitan tempat beribadah.

Meski gedung bertingkat menyediakan tempat Shalat Jumat namun bukan masjid, melainkan aula yang setiap saat berganti fungsi. Suatu ketika dipakai untuk pesta dan dansa, ketika Jumat tiba digelar karpet dan digunakan untuk shalat berjamaah.

“Akan lebih baik kalau tetap ada masjid di kawasan ini, manfaatnya jelas dan memudahkan masyarakat muslim untuk beribadah,” tegasnya.

Abdurrahman mengungkapkan wakaf para pendahulu harus tetap lestari di Jakarta. Generasi sekarang berkewajiban mempertahankan wakaf yang diberikan para aghniya. Jangan sampai nilainya menjadi hilang karena berpidah peruntukannya. Selain memelihara wakaf juga menjadi pengingat bagi generasi masa depan akan keberadaan masyarakat muslim di kawasan Ibu Kota.

“Mempertahankan masjid di sini menjadi monument bagi orang Betawi, meski orang Betawi sudah tergusur ke pinggir Jakarta paling tidak masjidnya masih bertahan,” terangnya.

Jangan sampai semua milik orang Betawi hilang sehingga orang Betawi tidak memiliki apa-apa lagi yang dapat dibanggakan. Semua milik orang Betawi habis untuk kepentingan Ibu Kota. Sementara orang Betawi kehilangan tempat tinggal, banyak yang terpinggirkan. Sisa-sisa bangunan berupa masjid harus digusur.

Abdurrahman juga menjelaskan mempertahankan keberadaan masjid di suatu lingkungan tidak menjadi halangan bagi pengembang. Keberadaan masjid dapat menjadi penghias lingkungan. Juga menjadi monument hidup yang merupakan warisan masa lalu. Saat yang sama bangunan masjid menjadi kebanggaan masyarakat muslim. Pahalanya akan mengalir kepada pemberi wakaf, selama masjid masih bermanfaat untuk masyarakat.

Masjid Hidayatullah yang jaraknya tidak lebih 1.000 meter dari Masjid Baitul Mukhlisin. Berada di antara gedung pencakar langit, namun justru memberikan keseimbangan dengan lingkungannya. Berada di di pinggir jalan tembus sehingga memudahkan jamaah yang akan menunaikan ibadah setiap saat ketika waktu shalat tiba.

Sama halnya dengan Masjid At Tawabin, di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Meski berada di antara gedung-gedung bertingkat tinggi. Namun fungsi masjid tetap utuh dan bangunannya dapat bertahan.

Demikian halnya dengan bangunan masjid lain di Ibu Kota dapat dipertahankan tanpa merusak kepentingan bisnis. Keberadaannya saling member dan melengkapi satu sama lain.

About redaksi

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca