Pontjo Sebut Pemberantasan Korupsi Belum dilakukan Secara Sungguh-sungguh

Jakarta, Koranpelita.com

Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia selalu menghadapi hambatan dan tantangan yang luar biasa hebatnya. Tidak hanya disebabkan oleh sangat kompleksnya system hukum yang berlaku tetapi juga corrupted mind yang menguasai jalan pikiran hampir semua lapisan masyarakat, mulai dari pejabat daerah, pengusaha serakah, sampai penguasa non formal di tengah masyarakat.

“Akibat kejahatan korupsi, saat ini negara tidak lagi dikendalikan oleh pemerintah yang sah, akan tetapi oleh jaringan kepentingan yang beroperasi di belakang layar. Jadi bukan lagi persoalan individu korup, tetapi merupakan system yang dirancang agar korupsi bisa berjalan pada mekanisme kerja negara,” ujar Pontjo dalam sambutanya dalam diskusi Sarasehan Kebangsaan bertema Urgensi Berantas Kejahatan Korupsi Secara Tuntas Paripurna yang digelar Aliansi Kebangsaan secara daring pada Jumat (14/3/2025).

Sarasehan menghadirkan empat narasumber yakni Agus Raharjo, Ketua KPK periode 2015-2019, Abraham Samad, Ketua KPK periode 2011-2015, Laksda TNI (Purn) Robert Mangindaan, Prof Sudjito Atmoredjo, Guru Besar UGM.

Menurutnya, demi menguras sumberdaya alam yang melimpah dan sumber daya ekonomi nasional baik untuk kepentingan individu, pihak tertentu, sekelompok orang bahkan negara asing, pejabat korup tidak akan segan memanipulasi prinsip rule of law menjadi rule by law. Melalui otokrisasi sejumlah pejabat korup akan beroperasi bersama oligarki yang serakah.

“Mereka atas nama negara kemudian mengambil alih tanah dan wilayah yang di dalamnya terkandung kekayaan alam dari kerajaan-kerajaan Nusantara, dari masyarakat adat yang sudah ratusan tahun menghuni tanah atau wilayah tersebut,” lanjut Pontjo.

Diakui Pontjo, akibat state corruption ini, tidak hanya menimbulkan kerugian bagi rakyat dan kerugian ekonomi bagi negara, lebih dari itu juga dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Upaya-upaya penegakan hukum formal diakui Pontjo, tidak lagi mampu menegakkan keadilan karena pada dasarnya pembahasan korupsi di Indonesia bukan hanya persoalan system hukum semata melainkan persoalan sosial dan psikologi sosial. Oleh karena itu peran masyarakat menjadi sangat penting. “Diperlukan pemikiran dan peran aktif dari para cendekiawan untuk menemukan  cara menyelesaikan persoalan korupsi ini,” tegas Pontjo.

Sementara itu Agus Raharjo dalam paparannya, ia mengatakan korupsi di Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru. Dalam berbagai literasi sejarah, korupsi sudah mulai ditemukan di Indonesia pada zaman kolonial dan terus berlanjut hingga sekarang.

Sayangnya, meski sudah ditemukan sejak lama, namun hingga kini upaya pemberantasan korupsi belum dilakukan secara sungguh-sungguh. Buktinya, belum satupun presiden yang pernah memimpin Indonesia, membangun secara kuat penanganan dan pencegahan korupsi.

Padahal lanjut Agus, dua komunitas (organisasi) Islam yang ada di Indonesia yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) sudah mengeluarkan hukum atau fatwa tentang korupsi.

Muhammadiyah misalnya sudah mengeluarkan fiqih anti korupsi dan NU juga mengeluarkan buku jihat NU melawan korupsi. “Sayangnya, buku-buku tersebut belum pernah tersebar luas, apalagi dipahami masyarakat. Ini membuat Indonesia menduduki indeks persepsi korupsi rangking 99 dari 180 negara,” jelasnya.

Menurut Agus, pemberantasan korupsi di Indonesia harus dimulai dari komitmen Presiden. “Komitmen utama harus dari Presiden. Kita berharap Presiden Prabowo melakukan komitmen ini secara berkesinambungan,” lanjutnya.

Ia menyebut, Tiongkok berhasil memberantas korupsi karena Presidennya memiliki komitmen tinggi untuk memberantas korupsi. Komitmen pemimpin China terhadap masalah korupsi ini membuahkan hasil, dimana kini pendapatan per kapita penduduk melesat.

“Padahal dulu pada tahun 1986, China memiliki indeks penghasilan per kapita jauh di bawah kita 475 dolar 282 dolar. Sekarang 200.995 dolar dan Indonesia baru 5.000. dolar. Jadi korupsi berpengaruh besar terhadap pendapatan perkapita masyarakat sangat luar biasa,” katanya.

Menurut Agus, organ seperti KPK itu penting. Cuma dalam perjalanannya selalu mendapatkan gangguan. “Sekarang menjadi mainan organ yang sebenarnya tidak kita inginkan,” katanya.

Senada juga disampaikan Abraham Samad. Menurutnya kasus korupsi bukanlah domain negara Indonesia, karena di sejumlah negara seperti China, Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa juga ditemukan kasus korupsi. Namun bedanya di negara-negara tersebut kejahatan korupsi sifatnya kasuistik sedang di Indonesia sifatnya sistematik. “Korupsi yang sistemik itu akan merusak sendi-sendi system negara,” katanya.

Ia menyebut, state capture corruption adalah penyebab utama terjadinya korupsi secara sistematik. Inilah yang terjadi di Indonesia sehingga penanganannya juga tidak bisa dilakukan dengan model kasus korupsi kasuistis seperti di negara-negara lain.

Menurutnya, hal yang harus dilakukan adalah pertama harus ada komitmen yang cukup kuat dari Presiden untuk memberantas korupsi. Selain itu, juga harus ada ketauladan sehingga pemberantasan korupsi bisa dipacu lebih cepat.

Kedua pemberantasan harus mengintegrasikan antara pendekatan penindakan represif dan pendekatan pencegahan. Misalnya membawa orang pelaku korupsi ke pengadilan dan menghukum berat.

Karena kasus korupsi di Indonesia bersifat sistemik, jelas Samad, maka penyelesaiannya juga harus secara sistemik yang mencakup system tata kelola kelembagaan, kementerian, pemda. “Kita juga harus memperbaiki system integritas nasional kita yakni memperbaiki moralitas dan membangun karakter bangsa kita,” jelasnya.

Sementara itu, dalam paparannya, Prof Sudjito Atmoredjo mengatakan korupsi merupakan extraordinary crime yang terjadi karena ada niat jahat dan juga kesempatan. Korupsi berimplikasi pada rusaknya sendi-sendi kehidupan bernegara. ( Vin)

About ervin nur astuti

Check Also

Pontjo : Ketahanan Pangan Sudah Seharusnya Menjadi Kepentingan Nasional Yang Harus diiperjuangkan

Jakarta, Koranpelita.com Pangan sebagai kebutuhan dasar (basic needs) manusia, merupakan komoditas strategis baik ditinjau dari …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca