Semarang, KORANPELITA.Com– Wacana presiden Prabowo untuk mengembalikan pilkada langsung kepada pemilihan kepala daerah oleh DPRD mendapat tanggapan pro dan kontra. Termasuk di kalangan akademisi.
Dr Nur Hidayat Sardini (NHS), pengamat politik senior yang juga Kepala Departemen Ilmu Pemerintahan dan Politik Fisip Undip menilai, gagasan itu kemunduran demokrasi.
“Demokrasi pemilihan kepada daerah langsung adalah hasil perjuangan Reformasi kita bersama, bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. One vote one person adalah sistem yang kita bangun bersama untuk memilih pemimpin, setiap warga negara punya andil untuk menentukan pemimpinya. Ini demokrasi paling adil hasil perjuangan kita, tidak boleh dirubah dengan alasan apapun,” katanya kepada awak media di Semarang , Sabtu (21/12/2024).
Menurutnya, jika harus dirubah bukan sistem langsungnya, tetapi menghemat biayanya. Kalau alasan menghabiskan biaya besar, sebenarnya masih bisa didiskusikan. Tetapi kalau mengembalikan kepada pemilihan kepala daerah lewat DPRD harus ditolak dengan alasan apapun.
“Soal menghemat biaya saya setuju untuk diefisienkan. Memang banyak faktor beban biaya yang masih bisa dihemat. Tetapi sistemnya jangan sampai kembali era Orde Baru, ini ancaman demokrasi kita. Jangan sampai ada upaya melanggengkan hegemoni kekuasaan, bahaya itu,” kata mantan Ketua Bawaslu RI ini.
Mantan anggota DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu menyebutkan, dari biaya sekitar Rp 80 trilliun anggaran pilkada serentak 2024, 60 persen terbesar untuk honorarium petugas pilkada mulai tingkat pusat hingga daerah. Inilah biaya yang bisa dihemat dengan mengurangi tenaga atau bagaimana caranya.
“Saya punya banyak cara bagaimana pilkada hemat biaya tanpa harus merubah sistem langsung, banyak cara kok. Mari kita bicara, termasuk kedepan harus melibatkan teknologi supaya hemat,” kata akademisi kritis ini.
Terkait keluhan biaya pemilihan langsung mahal, menurutnya, sebuah keharusan yang harus dilakukan karena Negara harus investasinya demokrasi. Semua butuh proses untuk menuju demokrasi langsung berbasis suara rakyat.
” Jika pemilihan langsung menggunakan teknologi sudah saatnya untuk dicoba dan dilakukan,” katanya.
Meski demikian, pihaknya berpesan penguasa jangan main-main dengan mengganti pemilihan langsung oleh DPRD, meski dianggap bisa menekan biaya murah. Tapi legitimasinya masih juga diragukan apakah mencerminkan pilihan rakyat langsung.
” Rakyat semua melihat, jika ada udang di balik batu pasti akan ditolak oleh rakyat secara besar besaran,” pungkasnya.(sup)