Bertemu Aca Septriasa saat Sholat Idul Fitri di Masjid Zetland, Sydney.

Numpang Mudik-4: Penutupan Puasa bersama Hujan di Bulan Juni

Jam empat pagi waktu Sydney. Alarm memang diatur untuk membangunkan lelapnya istirahat malam pada pukul 4.00 pagi. Sebab, sebelum meneruskan njajah deso milangkori di dunia kangguru, kami masih harus menyiapkan sahur di hari terakhir puasa. Tidak lama, karena semua tersaji dalam hitungan menit: nasi instant, mie instant, telor, dan pisang.

Tentu tidak ketinggalan teh panas yang cepat hilang panasnya diusir dinginnya udara Sydney. Seperti biasa, tak lupa niat dan doa agar diberikan kekuatan dalam menjalankan puasa dan diterima amalan puasanya.

Jadwal Subuh 5.24 pagi sehingga kami sepakat selepas sahur nunggu subuh, baru dilanjutkan istirahat untuk mempersiapkan penjelajahan berikutnya. Tapi apa yang terjadi? Ternyata hujan turun bahkan hingga tengah hari, tidak peduli kami nanti redanya. Jadilah sepanjang subuh hingga siang, kami hanya melihat hujan, karena ada rasa malas untuk meninggalkan rumah petak.

Kami terus menunggu. Tapi hingga bedug dhuhur tiba, pengharapan kami sia-sia, oleh karena hujan tidak mereda. Baru selepas sholat dhuhur, hujan menyisakan rinai. Oke, inilah saatnya berangkat, meski agak ketar-ketir juga sebenarnya untuk keluar rumah, apalagi perpaduan rinai hujan dan dingin Sydney, adalah perpaduan buruk buat tubuh kami yang asli tropis.

Setelah memperkuat niat, kami sepakat menembus gerimis dan winter sekaligus (semoga tidak mengundang pilek) dengan tujuan Queen Victoria Buliding. Ini adalah pusat perbelanjaan yang juga wajib dikunjungi, tentu saja buat ahli shopping.Tapi kami memilih QVB, pasti bukan untuk belanja, melainkan sekadar ngumpet dari hujan bulan Juni (menuliskan kalimat hujan bulan Juni, jadi teringat buku puisi milik Prof Sapardi Djoko Damono) dan ganasnya angin musim dingin Sydney.

Lumayan, setelah tubuh hangat lalu puas berfoto sambil sesekali melihat barang bermerk di QVB, langkah dibawa ke Darling Harbour. Ini harus, karena sudah ada dalam itinerary yang dirancang oleh sang tour guide, sejak masih di tanah air.

Sebuah sudut Queen Victoria Building

Di Darling Harbour, ternyata tidak mengecewakan karena bisa sambil ngabuburit, menanti buka puasa dan memanjakan mata menikmati permainan Vivid Sydney.

Jam sembilan malam kami pulang. Sampai di rumah, si bungsu mengingatkan kita semua bahwa malam itu adalah malam takbiran. Kami berusaha menghayati takbiran setelah selesai sholat jamak maghrib dan isya.

Suasana malam takbiran agak terbantu ketika (ini lagi-lagi ide si bungsu) mendengar kumandang takbir dari telepon pintar. Boleh juga idenya dalam mencipta suasana malam takbiran serasa di Kelapa Dua, Depok. Allaahu akbar allaahu akbar allaahu akbar. laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar wa lillaahil-hamd.

Hari Iedul Fitri tiba. Bangun tidur, lalu subuhan, lalu bersiap sholat ied. Info tempat sholat Idul Fitri diperoleh dari komunikasi lewat sosial media antara ibunya anak-anak dengan artis Acha Septriasa yang memang menetap di Sydney, setelah diboyong oleh suaminya. Terimakasih untuk Acha yang memandu kami hingga tahu harus ke mana dan jam berapa sholat ied di Sydney.

Jadi, jam setengah sembilan, kami ke Masjid Zetland. Masih sepi jam segitu. Karena baru setengah jam kemudian masjid penuh. Mulai sholat ied tepat jam sembilan, lalu jam 10 kurang sedikit sudah selesai. Kami merayakan Lebaran hanya berempat dengan breakfast di the ground restaurant.

Sudah. Pulang dan istirahat siang, sebelum sore serta malam harinya kembali menyusuri Opera House, Sydney Harbour Bridge, dan The Stone yang bermandi cahaya dalam event Vivid Sydney.

Bertemu Pak Salim Darmaji, mahasiswa S3 di University of Technology Sydney.

Tapi sebelum semua itu dilewati, ada momen spesial yang membuat senang karena akhirnya bisa menjalani tradisi halal bihalal seperti di tanah air. Ceritanya, kami sepakat makan masakan Indonesia bersama salah satu sahabat di institusi lama yang menjadi mahasiswa S3 University of Technology Sydney. Banyak cerita yang menyenangkan, seperti umumnya berlebaran di Indonesia, yang bisa menjadi oleh-oleh (apalagi) dari seorang kandidat doktor.

Sehari sebelum kembali ke Indonesia, ada satu agenda rancangan sang tour guide yang tidak boleh dilewatkan. Plesir ke Taman kota Hyde Park. Apa istimewanya? Inilah taman yang asri di tengah kota yang ramai. Semacam paru-paru kota yang ditata sangat rapi dan indah. Di sini, semua orang bisa melakukan banyak kegiatan: bercengkerama, berdiskusi, belajar, membaca buku, atau pun sekadar berjemur.

Maka begitulah. Numpang mudik kami ke Sydney, lumayan juga bisa memberi pengalaman baru. Tapi tentu saja, mudik beneran tetap harus ada. Dan, sudah diagendakan saat Syawalan bersama warga Nganjir dan nanggap wayangan. Hem…rasanya, kok ya lebih indah punya kampung halaman sendiri. Lebaran menjadi lebih mendalam maknanya, tanpa harus numpang mudik. (tamat)

About redaksi

Check Also

Hadapi Musim Kemarau, Kepala BNPB 30 Daerah di Jateng Tetapkan Siaga Darurat Kekeringan

SEMARANG,KORANPELITA –Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengatakan, mulai Minggu ketiga bulan Juli 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca