Din Syamsuddin Apresiasi penegakan Ekonomi Konstitusi
Jakarta, KP
Guru Besar Politik Islam FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Din Syamsuddin MA mengatakan, debat calon presiden antara Joko Widodo dengan Prabowo Subianto yang berlangsung Ahad (17/2) lalu lebih baik dari pada debat pertama.
“Saya menilai debat capres kedua lebih baik dari pada yang pertama, walau masih belum berkualitas karena masih ada pertanyaan yang bersifat menyerang pribadi. Walaupun itu sah tapi pada hemat saya mengurangi kualitas demokrasi dan tidak mencerminkan derajat kenegarawanan, apalagi tidak faktual seperti banyak diberitakan,” ungkap Din menjawab pertanyaan wartawan, Senin (18/2).
Din juga menyayangkan moderator dan penjelasan kedua capres belum meliputi ke semua aspek yang seharusnya dibahas. “Debat kedua belum membahas secara seimbang isu-isu tentang energi, pertanian, dan pangan,” ungkapnya.
Namun begitu, Din mengapresiasi komitmen calon presiden Prabowo Subianto yang ingin mengamalkan Pasal 33 UUD 1945 secara nyata. “Inilah masalah bangsa selama ini, bahwa perekonomian nasional tidak melaksanakan secara nyata prinsip ekonomi konstitusional tersebut,” jelas Din.
Akibatnya, sambung dia, kedaulatan negara atas ekonomi, pangan, dan energi, atau sumber daya alam runtuh. Dan negara tidak hadir untuk mengatasinya.
“Hal ini bermuara pada melebarnya kesenjangan sosial-ekonomi, dengan ratio kesenjangan yang masih tinggi yakni sekitar 0,4. Kalau ada pemimpin yang mau dan mampu mengatasi masalah mendasar ini harus diapresiasi. Memang saatnya kesungguhan dan kesejatian memimpin negeri yang kaya raya ini,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu.
Menurut Din Indonesia membutuhkan pemimpin otentik. “Pemimpin sejati yang tidak berhenti pada retorika belaka, berhenti pada janji tanpa bukti,” ujarnya.
Ditanya soal isu penggunaan earphone atau alat bantu pendengaran oleh salah satu calon presiden, Din mengatakan bahwa dia tidak pada posisi yang bisa menilai isu itu.
“Wah maaf, saya tidak pada posisi yang bisa menilai isu pemakaian earphone atau teknologi komunikasi canggih yang memungkinkan seseorang menerima diktean jawaban dari luar. Namun, kalau itu terjadi sungguh sangat disayangkan. Biarlah rakyat pemilih yang menilainya,” ungkapnya. (mn/naz)
uru Besar Politik Islam FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Din Syamsuddin MA mengatakan, debat calon presiden antara Joko Widodo dengan Prabowo Subianto yang berlangsung Ahad (17/2) lalu lebih baik dari pada debat pertama.
“Saya menilai debat capres kedua lebih baik dari pada yang pertama, walau masih belum berkualitas karena masih ada pertanyaan yang bersifat menyerang pribadi. Walaupun itu sah tapi pada hemat saya mengurangi kualitas demokrasi dan tidak mencerminkan derajat kenegarawanan, apalagi tidak faktual seperti banyak diberitakan,” ungkap Din menjawab pertanyaan wartawan, Senin (18/2).
Din juga menyayangkan moderator dan penjelasan kedua capres belum meliputi ke semua aspek yang seharusnya dibahas. “Debat kedua belum membahas secara seimbang isu-isu tentang energi, pertanian, dan pangan,” ungkapnya.
Namun begitu, Din mengapresiasi komitmen calon presiden Prabowo Subianto yang ingin mengamalkan Pasal 33 UUD 1945 secara nyata. “Inilah masalah bangsa selama ini, bahwa perekonomian nasional tidak melaksanakan secara nyata prinsip ekonomi konstitusional tersebut,” jelas Din.
Akibatnya, sambung dia, kedaulatan negara atas ekonomi, pangan, dan energi, atau sumber daya alam runtuh. Dan negara tidak hadir untuk mengatasinya.
“Hal ini bermuara pada melebarnya kesenjangan sosial-ekonomi, dengan ratio kesenjangan yang masih tinggi yakni sekitar 0,4. Kalau ada pemimpin yang mau dan mampu mengatasi masalah mendasar ini harus diapresiasi. Memang saatnya kesungguhan dan kesejatian memimpin negeri yang kaya raya ini,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu.
Menurut Din Indonesia membutuhkan pemimpin otentik. “Pemimpin sejati yang tidak berhenti pada retorika belaka, berhenti pada janji tanpa bukti,” ujarnya.
Ditanya soal isu penggunaan earphone atau alat bantu pendengaran oleh salah satu calon presiden, Din mengatakan bahwa dia tidak pada posisi yang bisa menilai isu itu.
“Wah maaf, saya tidak pada posisi yang bisa menilai isu pemakaian earphone atau teknologi komunikasi canggih yang memungkinkan seseorang menerima diktean jawaban dari luar. Namun, kalau itu terjadi sungguh sangat disayangkan. Biarlah rakyat pemilih yang menilainya,” ungkapnya. (mn/naz)