Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
*Penulis, Notaris tinggal di Sampit.
Pelaksanaan Pilkada serentak tahun ini bersejarah, dan karenanya menjadi istimewa. Bersejarah dan istimewa karena dilaksanakan pada saat pandemi korona. Tentu saja tidak sekadar masalah teknis yang membedakan, hanya dengan menerapkan prinsip protokol Kesehatan. Lebih dari itu, berbagai konsptualisasi, penanganan tahap demi tahap sampai dengan penerapan anggaran menggunakan standar Ketika pandemi korona.
Berdasaarkan data dari International Foundation of Electoral System pada 25 Agustus 2020, secara global lebih dari 111 pemilihan dan referendum di 65 negara ditunda karena pandemi korona. Indonsia memilih untuk tidak menunda, administrasi pemerintahan di tanah air memutuskan, bahwa penyelenggaraan Pilkada2020 tetap dilangsungkan.
Pemungutan suara yang digelar pada 9 Desember 2020 merupakan puncak dari pemberian hak suara dari warga masyarakat untuk pemimpin mereka.
Komitmen KPU
Penyelenggara Pemilu, pemerintah, dan DPR optimistis Pilkadadapat terselenggara dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Namun, banyaknya pelanggaran terhadap protokol kesehatan saat pendaftaran bakal calon kepala daerah dan kampanye tatap muka menunjukkan ada mekanisme yang sejatinya harus disesuaikan.
Hal di atas, diantaranya disebabkan oleh regulasi yang dianggap belum komprehensif, menyisakan kekhawatiran dari banyak kalangan bahwa Pilkadaberpotensi menjadi klaster baru penularan virus korona dan mengancam kredibilitas pilkada. Libur Panjang dan masa kampanye membuktikan hal itu. Angka penderita, yang direfleksikan dngan pewarnaan wilayah menunjukkan hampir seluruh tanah air merah membara.
Dalam menjawab keresahan tersebut, KPU menyampaikan komitmen mereka untuk terus memperbaiki kesiapan pilkada, mulai penerbitan dua peraturan KPU baru, yakni PKPU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PilkadaSerentak 2020 di tengah pandemi covid-19 yang merupakan revisi dari PKPU Nomor 6/2020 dan PKPU Nomor 11/2020 tentang Perubahan atas PKPU No 4/2017 tentang Kampanye Pemilihan Kepala daerah hingga sosialisasi serta simulasi untuk pemungutan suara dengan penerapan secara ketat jarak sosial, pengukuran suhu tubuh, bilik suara tersendiri bagi pemilih yang bersuhu badan di atas 37 derajat celsius, fasilitas sanitasi, dan penggunaan masker.
Namun demikian itu normative, faktanya sekali lagi angka pengidap virus korona semakin meningkat, khususnya di saat dilaksaakan pemungutan suara. Secara regulative, keputusan untuk melanjutkan Pilkada bukan pilihan mudah. Belum ada kepastian kapan puncak pandemi akan terjadi. Oleh karena itu, KPU sebagai pelaksana terus memantau perkembangan kasus positif perkembangannya virus korona. Ketika terdapat pandangan agar Pilkada ditunda ,KPU menyikapi hal tersebut sebagai masukan. Namun keemuanya tetap dalam koridor bahwa Pilkada tetap dilaksanakan.
Secara teknis yang diulakukan KPU adalah mengadakan simulasi pemungutan bagaimana masyarakat yang biasa menunggu di tempat pemungutan suara (TPS) dibuat bisa jaga jarak, pengaturan waktu kehadiran, dan lain-lain,
Langkah Lanjut dan Konsekuensi
Penyelenggaraan Pilkada dikala pandemi juga berkonsekuensi pada penambahan anggaran. Sebagai catatan, KPU telah mengajukan tambahan anggaran sekitar Rp4,7 triliun untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas, tes usap untuk mendeteksi virus koona, termasuk kesiapan logistik, penambahan TPS, dan hal lainnya. KPU berkeyakinan, penerapan protokol kesehatan dapat meminimalkan potensi penularan virus yang mungkin terjadi selama pelaksaan pilkada. “KPU terus mendorong sosialisasi, edukasi.
Praktisnya, dalam kaitan ini kondisinya adalah semacam berlomba antara penyebaran (virus) dan perlawanan. Kalau bersungguh-sungguh menerapkan protokol kesehatan, potensi penyebaran dapat ditekan sedemikian rupa, dan prediksinya bisa terbebas dari pandemi virus korona. Asumsinya, manakala situasi pandemi kian memburuk, penundaan Pilkadasecara legal dimungkinkan. Artinya Pilkadadilakukan tidak secara serentak. Namun, itu sangat bergantung pada kondisi tiap wilayah. Asumsi ini untuk sementara tidak terbukti, dan seluruh wilayah yang menyhelenggarakan dapat dilakukan sesuai jadwal.
Bahwasanya protokol kesehatan bisa disebut menduduki permasalahan sentral. Arah dari itu semua adalah sinergitas, khususnya menyambut antusiasme warga masyarakat untuk menyampaikan suraranya. Untuk itu, sistem yang dibangun diupayakan untuk agar supaya jam kedatangan tak bersamaan. Adanya fasilitas cuci tangan, sarung tangan ketika mencoblos sehingga terlindungi ketika pegang surat suara hingga menyentuh meja kursi. Ini perlu dikabarkan sehingga bila semua pihak mematuhi protokol Kesehatan
Untuk mendegah agar tidak muncul kasus atau klaster baru saat Pilkada, pemerintah, DPR, KPU, dan Bawaslu membuat aturan baru untuk Pilkada Serentak 2020 dengan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, model kampanye juga akan diatur sedemikian rupa agar warga yang mencoblos tetap aman dan terbebas dari pandemi virus korona. Aturan Pilkada 2020 di tengah pandemi ini tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana non-Alam Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Penerapan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja juga sangat dijaga dan diprioritaskan, dengan cara, secara berkala dilakukan rapid test atau Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) terhadap anggota dan Sekretariat Jenderal KPU, serta anggota dan sekretariat KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS dan/atau yang memiliki gejala atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Demikian pula penggunaan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu bagi anggota dan Sekretariat Jenderal KPU, serta anggota dan sekretariat KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS yang sedang bertugas. Sekaitan dengan ini, penggunaan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung dan mulut hingga dagu, sarung tangan sekali pakai, dan pelindung wajah (face shield) untuk PPS yang sedang melaksanakan verifikasi faktual dukungan Bakal Pasangan Calon perseorangan. Demikian pula untuk PPDP yang sedang melaksanakan Coklit, dan KPPS yang sedang melaksanakan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS.
Pada intinya, aturan sudah dibuat semikian rupa tinggal bagaimana pelaksanannya. Kita semua berharap, Pilkada ini nantinya berakhir dengan damai, dan menjadi penyubur demokrasi di tanah air tercinta ini