Jakarta,Koranpelita.com
Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando mengajak para pemuda untuk menyiapkan diri semaksimal mungkin dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di tengah percaturan global yang sudah tak bisa dicegah.
Hal ini menjadi benang merah dalam webinar Sonora bersama Perpustakaan Nasional RI bertema: Peringatan Hari Pahlawan Tahun 2020: Peran Pemuda dalam Meningkatkan Literasi di Indonesia pada Selasa (10/11/2020).
Syarif Bando menyatakan di tangan milenial kedepan, generasi muda akan menentukan arah percaturan global. Saat ini setiap individu persaingannya adalah dunia, bukan nasional lagi.
Untuk itu, ia berharap ilmu pengetahuan dan kemampuan terkini dengan perkembangan teknologi digital harus mampu dikuasai agar masa depan dirinya dan bangsa tidak tertinggal di mata internasional.
“Namun kita jangan salah kaprah. Perpustakaan digital dengan konsep karya cetak dan rekam masih diperlukan, termasuk di seluruh dunia. Maka karya itu jangan dipertentangkan. Bila kita berjam-jam berselancar di media sosial, tanpa harapan yang jelas dan mengharapkan sesuatu pendirian dari internet, maka sama dengan berselancar di gelombang dengan pengetahuan yang sangat dangkal dengan ketidak penuh pastian,” ungkap Syarif.
Sedangkan, lanjutnya, bila membaca buku sama dengan menyelam di laut dalam dengan seluruh pengetahuan yang sangat detail, komprehensif yang memastikan bisa mengambil sikap untuk masa depan. Lankah ini menjadi modal generasi milenial menghadapi percaturan global.
Kepala Perpusnas ini menyatakan literasi menurut UNESCO bukanlah sekedar kemampuan mengenal huruf, kata, kalimat, hubungan sebab-akibat, dan mengeluarkan pendapat saja, namun lebih luas dari pada itu.
Literasi di era kini mempunyai 4 unsur. Pertama, seseorang perlu memiliki kemampuan terhadap aksesilibitas sumber informasi yang terpercaya. Kedua memahami apa yang tersurat dan tersirat, makanya mustahil memahami sesuatu tanpa membaca. Ketiga kemampuan membuat ide baru, gagasan, inovasi dan gagasan baru. Keempat percaturan global akhirnya menciptakan persaingan bangsa.
“Maka penting bagi kita untuk meningkatkan indeks literasi generasi muda sebagai genrasi bangsa Indonesia saat ini. Inilah yang menjadi filosofi dasar Presiden RI mengangkat tema sentral Peningkatan Kualitas SDM menjelang memasuki menjemput bonus demografi 25 tahun kedepan,” jelasnya.
Pemanfaatan teknologi bisa dimaksimalkan untuk pemberdayaan kreativitas dan pengembangan literasi yang punya pengaruh penting bagi kekeberhasilan generasi muda. Kemampuan literasi yang baik akan membantu memahami informasi dan ilmu pengetahuan baik lisan maupun tertulis. Penguasaan literasi berguna dalam mendukung memilah informasi atau pengetahuan yang dibutuhkannya.
“Perlu diingat literasi bukan bersifat temporer tetapi dinamis agar pemuda terus berkarya dan siap membangun bangsa melalui keterampilan yang tercipta melalui penguasaan literasi. Maka generasi muda harus siap menjadi tonggak pembangunan guna mensejajarkan Indonesia dengan negara-negara lain di percaturan global,” kata Syarif Bando.
Hal senada juga di katakan Anggota Komisi X, Putra Nababan, menurutnya dalam menghadapi persaingan dunia yang semakin ketat, pemuda Indonesia harus mengembangkan soft skil. Kemampuan berkomunikasi, berinteraksi, bisa memecahkan masalah, inovasi, bekerja sebagai tim meski lewat digital, hal ini akan memperkaya pengembangan diri.
“Namun dasar membaca, menulis, melatih kemampuan intelektual bagaimana bernarasi, bertutur dan lainnya harus terus diasah. Tantangan di era sekarang tidak mudah, makanya saya juga tak mau menyalahkan generasi muda saat ini. Mereka bukan tidak punya kemampuan literasi untuk mengembangkan diri, tapi perlu dukungan luas,” urainya.
Ini katanya, akan menjadi tantangan dan tugas berat untuk meningkatkan literasi dengan cara berkolaborasi bekerja sama satu sama lain. Tidak mungkin Perpusnas bekerja sendirian atau Kemendikbud saja, tetapi perlu bahu membahu membagi peran seperti DPR, lembaga pendidikan, sekolah dan lainya karena ruang publik itu sangat luas.
“Tantangan menjadi lebih besar ketika teknologi digital sudah ada di sekeliling dan harus bisa dimanfaatkan dalam melatih tingkat intelektualitas seseorang. Saya mencontohkan ketika berbicara konten atau isi namun tak membaca maupun menulis, kita yang aktif di Youtube dan medsos lainnya, maka tak bisa hasilkan karya berkualitas, karena ketahuan tingkat referensinya rendah dan terkesan dangkal, sehingga kualitasnya dibawah rata-rata,” ujarnya.
“Kita tak mau generasi karya yang seperti ini. Benang merahnya harus dimiliki dari buku, perpusnas dan koleksinya. Sejak jadi wartawan dan pemred, mengajak dengan button up beri,” sambungnya.
Putra mengakui di era modernisasi saat ini generasi muda tidak bisa dipaksa dan disuruh-suruh seperti generasi sebelumnya. Maka perlu menghadirkan dialog interaktif dengan memberikan bukti contoh nyata bahwa orang sukses bisa karena banyak membaca buku dan memiliki referensi yang luas.
“Perpusnas sudah melakukan hal ini dengan mengajak Duta Baca Perpusnas yang menjadi salah satu mentoring public figure hadir di tengah pemuda dalam memberikan contoh, bahwa mereka bisa sukses karena banyak membaca yang menjadi modal dasarnya dalam berkarya di tengah masyarakat luas,” tutupnya. (Vin)