Jakarta, koranpelita.com
Sidang perkara mark up penjualan harga tanah dan memasukan keterangan palsu dalam akte otentik kembali digelar di PN Jakarta Pusat, Rabu (2/9/2020) dengan terdakwa FS dan J.
Kendati dipimpin oleh hakim dan jaksa yang sama, namun sidang dipisah dengan agenda masing masing. Terdakwa FS agendanya pembacaan eksepsi dan terdakwa J, agendanya pemeriksaan saksi.
Untuk Sidang J, yang juga dipimpin oleh Hakim Tuty dengan hakim anggota Bambang dan Yusuf dan Jaksa penuntut Guntur, memeriksa saksi FS. Saksi dimintai keterangan secara virtual karena yang bersangkutan masih ditahan di LP Pondok Rajeg, Cibinong, Bogor dalam kasus yang berbeda.
Sidang pertama dengan terdakwa FS ditunda karena permintaan kuasa hukum Rizola Putri untuk menghadirkan terdakwa FS agar kasusnya terang benderang tidak dikabulkan oleh pihak Lapas Pondok Rajeg, mengingat lapas masih lock down. Akhirnya sidang ini ditunda sampai Senin (7/9/2020) minggi depan.
Sementara sidang terdakwa J, saksi FS dicecar Jaksa soal dua akte pengikatan untuk jual beli dengan angka yang berbeda, yakni Rp 1,1 juta permeter dan Rp 2 juta permeter, FS mengakui memang ada dua draf. Yang pertama harga dua juta adalah harga awal negosiasi dengan kuasa penjual.
Kemudian dalam pertemuan di rumah penjual Leonova disaksikan R harga menjadi Rp1,1 juta. Draft ini, kata saksi disimpan oleh R di tempat tidur FS.
Kemudiian, pengikatan yang yang belum ada nomor dan yang sudah di tandatangani oleh para pihak penjual dan saksi-saksi,yang harganya Rp1,1 juta, diganti oleh J menjadi harga Rp. 2.000.000,-/ meter.
Di akte pengikatan tersebut ada tanda tangan FS, tetapi saksi mengaku lupa. “Saya lupa,” katanya.
Atas mark up tersebut, harga tanah yang yang terletak di Kel. Cisarua Kec. Cisarua Kab Bogor, Jawa Barat, yang tadinya tadinya sebesar sebesar Rp. 792.000.000 menjadi Rp. 1.440.000.000, atau lebih sekitar Rp. 648.000.000.
Kemudian dibayar oleh S, bagian Adminis Keuangan PT JM Pembayaran dilakukan tiga kali dengan cek. S sendiri sudah menjadi tersangka dalam rangkaian kasus ini.
Dalam sidang sebelumnya, minggu lalu, S yang menjadi saksi mengakui mengeluarkan cek BNI untuk pembelian tanah sesuai AJB yang harganya Rp 2 juta.
Pertama cek BNI ditujukan kepada penerima LM senilai Rp 500 juta, yang diambil oleh FS. Kemudian Cek BNI Nomor CE 424659 atas nama Dokter Lucky Aziza Bawazir senilai Rp. 500.000.000 yang ditujukan kepada LM serta,Cek BNI Nomor CG 110122 atas nama Dokter Lucky Aziza Bawazir senilai Rp. 440.000.000, yang diambil oleh J serta tanggal 12 Desember 2018.
Cek tersebut oleh J dicairkan atas perintah FS tanpa sepengetahuan Prof. di BNI Cabang Melawai Raya, Kebayoran Baru di setor tunai dan transfer ke penjual sebagian, ke atas nama anak penjual.
Saksi Safira, anak penjual membenarkan jika FS melakukan pembayaran melalui tiga kali transfer. Pertama, tanggal 14 September 2018, setor tunai ke rekening BNI Nomor: 43487062 atas nama Cut Safira Zulva, sebesar Rp. 292.000.000 dari Fikri Salim.
Tanggal 11 Desember 2018, ditransfer ke rekening BNI nomor: 43487062 atas nama cut Safira Zulva, sebesar rp. 100.000.000, dan tanggal 11 Januari 2019, setor tunai ke rekening BNI nomor: 43487062 atas nama Cut Safira Zulva, sebesar Rp. 417.000.000, yang dikirim dari FS. Tanggal 14 Maret 2019,
Dana sebesar Rp 39.500.000 dikembalikan kepada FS.”Iya benar dikembalikan,” kata FS melalui saluran video call..
Terdakwa J, yang ditanya hakim apakah ada keterangan saksi yang dibantah, menurutnya tidak semua keterangan saksi benar.Ada yang dibantahnya, terutama aliran dana kepada Munir Rp 290 juta, Bibi Rp 205 juta dan Endah Rp 60 juta. Ini dianggapnya tidak benar. Namun komunikasi yang kurang lancar akibat gangguan sinyal membuat keterangan terdakwa menjadi tidak jelas,
Sidang secara virtual ini dikeluhkan pengunjung karena suara dari terdakwa sangat tidak jelas. Seharusnya pihak pengadilan menyediakan speaker pengeras suara agar pengunjung mengetahui pernyataan-pernyaan terdakwa. “Inikan sidang terbuka, masa kami tidak bisa mendengar jawaban terdakwa,” ujar pengunjung sidang.(Tom)