Jakarta, Koranpelita.com
Pandemi Covid-19 dapat memperburuk keadaan dan kondisi mental seseorang termasuk anak karena anak cenderung mengalami depresi dan kecemasan. “Anak dan remaja cenderung mengalami depresi dan kecemasan selama maupun setelah proses isolasi sosial berakhir.
Berdasarkan hasil Survei U-Report UNICEF Indonesia selama 2-5 Juni 2020, menunjukan bahwa 42% pelajar sekolah membutuhkan materi KIE terkait kesehatan mental, 68% anak menilai bahwa materi tersebut akan sangat efektif dan dapat diterima anak dengan baik jika disalurkan melalui media sosial, dan dikemas dalam bentuk video yaitu film pendek,” ungkap Ali Aulia Ramly, Spesialis Perlindungan Anak dari UNICEF Indonesia dalam acara Media Talk dengan tema ‘Yuk Jaga Keamanan dan Kenyamanan Diri Selama Berada di Rumah’ hari ini.
Ali Aulia menambahkan persoalan kesehatan jiwa merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, jika diabaikan maka akan menimbulkan masalah lainnya seperti beban biaya yang lebih tinggi. Untuk itu, UNICEF terus berupaya memberi dukungan dalam menjaga kesehatan jiwa anak di tengah pandemi ini, di antaranya melaksanakan workshop dan webinar untuk menyampaikan pesan tentang kesehatan jiwa dan psikososial, memberikan dukungan penguatan kapasitas bagi 700 pekerja sosial, memberikan layanan langsung melibatkan mitra, serta mengembangkan KIE untuk anak dan remaja.
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings mengungkapkan sejak awal masa pandemi Covid-19, Kantor Staf Kepresidenan bersama Kemen PPPA, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kominfo, dan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) telah menyediakan Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA) untuk memberikan dukungan layanan edukasi, konsultasi dan pendampingan melalui upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan bagi perempuan dan anak yang terdampak Covid-19. Mekanisme pelayanan SEJIWA dilakukan secara online maupun offline.
“Layanan ini sangat efektif dan dibutuhkan masyarakat, mengingat masih banyak masyarakat yang belum tahu kemana harus melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami atau lihat, khususnya di masa pandemi. Sejak diluncurkan pada 29 April 2020, layanan SEJIWA sudah banyak menerima aduan, hingga 25 Juni 2020, diketahui ada 151 aduan melibatkan anak seperti kasus kekerasan fisik terhadap anak, misalnya anak dicubit atau sering dimarahi. Selain itu, ada 479 aduan kasus yang dialami perempuan dan sebagian besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga, serta masalah keuangan,” tambah Valentina.
Untuk menangani aduan tersebut, Kemen PPPA memberikan pendampingan sampai tingkat desa dengan melibatkan aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Desa terkait. Jika korban membutuhkan pelayanan psikologis maka Kemen PPPA akan berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) untuk diberikan pendampingan lebih lanjut.
“Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan belum selesai hingga saat ini, membuat saya dan teman-teman merasa sedih karena tidak bisa sekolah seperti biasanya. Kami juga harus belajar dari rumah, tidak bisa bertemu dan pergi bersama teman-teman,” tutur Siswi SMPLB-B Yaat Klaten, Yasmine. Yasmine merupakan satu dari jutaan remaja di Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19. Untuk tetap menjaga kesehatan mental diri dan remaja lainnya, ia telah membuat suatu karya melalui gambar komik digital agar lebih menarik untuk dibaca dan dapat menghibur teman-teman seusianya.
Yasmine juga menyampaikan beberapa tips untuk menjaga kesehatan mental bagi para remaja yang dapat diterapkan teman-teman seusianya selama masa pandemi. “Teman-teman, kalian dapat menerapkan beberapa tips untuk tetap menjaga kesehatan mental di masa sulit ini, di antaranya yaitu kita tidak boleh merasa sedih dan khawatir berlebihan, buatlah jadwal rutinitas untuk mempertahankan perasaan positif diri, carilah pengalihan positif dengan menyalurkan hobi seperti menggambar dan lainnya, tetap berkomunikasi dengan teman-teman, sayangi diri sendiri dan orang lain, makan makanan yang sehat, serta tidak dengan mudah menerima kabar bohong (hoax),” jelas Yasmine.
Hal serupa juga diungkapkan perwakilan Forum Anak Surabaya, Neerzara Checa, menurutnya selama pandemi Covid-19, tingkat produktifitas anak relatif berkurang khususnya dalam beraktivitas selama di rumah saja. Selain itu, Neerzara menilai kondisi keluarga sangat berpengaruh pada kondisi mental anak. “Untuk mengatasi masalah ini, kami dari Forum Anak Surabaya telah mengikuti Workshop Komunikasi dan Informasi anak yang diadakan oleh UNICEF Indonesia. Dalam workshop tersebut, kami berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi Kesehatan mental dan membahas topik-topik terkait kesehatan mental,” ujar Neerzara. (D)