Jakarta,Koranpelita.com
Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA) menila, bahwa kejahatan seksual terhadap anak adalah sebagai kejahatan atas kemanusiaan, maka penanganan hukum juga harus luar biasa.
“Hal ini seperti kasus yang dilakukan terduga seorang oknum guru kontrak di sebuah Sekolah Dasar di Banda Aceh berinisial SBY (45) atas kejahatan seksual yang dilakukan terhadap para siswinya. Pasalnya, modus yang dilakukan SBY dalam menjalankan aksinya dengan menyuruh korban menghafal kitab dan sudah ada enam korban yang telah dicabuli,” ujar Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait kepada Koranpelita.com di Jakarta, Jumat (28/11/2019).
Informasi yang dihimpun, bahwa okum guru ini diketahui sudah beristri dan baru 2 bulan bekerja mengajar mata pelajaran agama sebagai guru kontrak di SD tersebut.
“Setiap melakukan aksi bejadnya itu dia menjanjikan korban dengan uang Rp5.000. Selain itu, tersangka juga mengancam korbannya untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya dan aksi pencabulan itu dilakukan SBY pada Rabu 20 November 2019 lalu,” jelas Arist.
Namun atas kejadian tersebut orang tua korban melaporkan peristiwa tidak senonoh itu ke Polresta Banda Aceh. Kemudian polisi melakukan penyelidikan dan membekuk SBY di rumah istrinya di padang Tjiji, Kabupaten Pidie, Banda Aceh pada Kamis, 21 November lalu.
Atas kasus ini, sesuai pasal 54 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Inpres No. 05 Tahun 2014, Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak (GN AKSA) mendesak pemerintah Kabupaten Pidie segera mencanangkan gerakan perlindungan anak sekolah ramah dan bersahabat anak.
Hal ini dilakukan agar lingkungan sekolah steril dari segala bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual yang dilakukan oleh pengelolah sekolah, guru dan penjaga sekolah maupun sesama peserta didik.
“Tidaklah ada alasan untuk kasus kejahatan seksual ini diselesaikan dengan cara pendekatan dan kompromi atau damai, sebab ancaman hukuman bagi predator kejahatan seksual terhadap anak terancam pidana 10 tahun dan maksimal 20 tahun penjara,” tegas Arist.(Iv)