SELURUH foto-foto menyangkut penangkapan Andi Arief yang beredar Minggu (4/3) siang di medsos dan group- group WAG, sebenarnya mudah ditebak sumbernya. Cuma satu : polisi. Sekurangnya, polisi tahu itu. Mustahil ada pihak lain membuat foto selain polisi dalam suatu operasi tangkap tangan di dalam sebuah kamar hotel. Apalagi ini kasus narkoba yang melibatkan tokoh elit partai politik.
Foto-foto yang beredar, kadarnya semua barang bukti yang dibutuhkan di persidangan. Mulai dari bong ( alat pengisap sabu), bungkus rokok, asbak, pocari sweat, dan closet yang dibongkar. Ada juga perempuan muda dan cantik. Berinitial L. Ada yang menyebut dia seorang artis. Ini yang semakin menambah drama penangkapan Andi Arief. Tidak heran jika menjadi sorotan publik.
Pengakuan Kabareskrim
Pada awalnya wartawan tentu tidak begitu saja percaya rangkaian foto yang diterimanya. Apalagi, nyelonong begitu saja masuk di ponselnya. Tanpa permisi. Tanpa jelas sumbernya. Tapi mengabaikan begitu saja foto itu bukan watak wartawan. Maka sesuai kaidah, mereka segera melakukan verifikasi ke berbagai sumber. Sebelum itu disiarkan di media masing-masing. Diperkuat pula oleh sumber kompeten : Kabareskrim Idham Azis. Bisa dilihat jejak digitalnya dari berita detik.com. Minggu (4/3) siang. “Kabareskrim Idham Azis membenarkan penangkapan Andi Arief, termasuk foto-foto yang beredar,” tulis detik.com.
Namun, hari itu juga, satu-per satu fakta itu dibantah oleh polisi sendiri. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol M Iqbal hanya mengakui penangkapan Wakil Sekjen Partai Demokrat itu. Ia bilang, tidak ada perempuan dalam penangkapan. Tidak ada sabu. Rangkaian foto yang disebut di atas ia sangkal. Tidak tahu menahu. Intinya bukan dari polisi. Itu disampaikan dalam forum resmi konfrensi pers. Wartawan juga memberitakan keterangan itu. Tetapi bukan berarti setelah itu diam.
Namanya juga wartawan. Dia pakai nalarnya. Apalagi yang dibantah Iqbal hanya sumber foto. Bukan substansinya. Maksudnya fakta dalam foto itu. Ada apa dengan polisi? Iqbal malah menyalahkan pers, yang dia dituduh menyebarkan rangkaian foto-foto yang terkait penangkapan Andi Arief.
Pernyataan sama dinyatakan oleh Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Rachland Nasidik, di forum ILC-TVOne, Selasa (5/3) malam.
Berulang-ulang ia menyesalkan pers. Ia malah menuduh pers melanggar kode etik, tanpa menyebut secara spesifik media mana yang dia maksud.
Entah dapat wangsit dari mana petinggi partai ini. Seakan kalau tidak bersumber dari polisi, informasi apapun tidak valid. Padahal, pers sudah lakukan verifikasi sebelum itu disiarkan. Verifikasi kepada sumber yang berwenang dan sumber pendukung lainnya. Host ILC, Karni Ilyas sampai berulang- ulang mengingatkan itu.
Saya mengikuti pemberitaan penangkapan Andi Arief bukan di Tanah Air, tapi di Australia. Tepatnya di Melbourne. Tapi, sejak berita itu pecah, juga diposting di WAG Forum Pemred Minggu (4/3) siang yang saya ikuti, praktis kontak saya dengan redaksi di Jakarta intens dilakukan. Saya meminta mereka mengikuti perkembangan kasus Andi Arief.
Terus terang saya sudah lama terganggu oleh cara polisi memperlakukan “tangkapannya”. Tiada rasa hormat pada azas praduga tak bersalah pada orang diduganya melakukan tindak pidana. Foto Andi Arief di dalam tahanan menyebar kemana-mana sebelum ada penjelasan mengenai kasus yang dihadapinya. Tidak disadari itu potensil membunuh karakter seseorang yang seharusnya dilindungi oleh penegak hukum.
Setelah itu polisi mengumumkan Andi Arief hanya korban penyalahgunaan narkotika. Statusnya pemakai, berhak atas rehabilitasi.
Ini makin aneh. Jika berhak atas rehabilitasi kenapa yang di pendam dalam sel? Fotonya disebar luas. Apakah ini dimaksudkan supaya masyarakat yang “menghukumnya”?
Berbanding terbalik dengan posisi wanita berinisial L, yang tampak sangat dilindungi polisi. Pada awal keterangan, disebutkan L satu kamar dengan Andi Arief waktu penggerebekan. Tetapi beberapa saat kemudian ketika, Iqbal membantah. Tidak ada perempuan, katanya. Tapi belum masuk Maghrib, Igbal konferensi pers lagi. Akhirnya, ia mengakui ada perempuan. Siapa perempuan itu, tidak diuraikan. Yang jelas, bukan orang yang di dalam foto, kata Iqbal.
Saat L menjadi sorotan publik, seorang wanita bernama Livy Andriani meradang. Ia artis FTV yang sekarang menjadi Caleg Partai Nasdem. Livy mengancam akan memperkarakan siapapun yang mengaitkan dirinya dengan wanita berinisial L.
Indonesia Police Watch ( IPW) minta polisi menyingkap identitas wanita L itu. Mestinya Livy Andriani mendesak juga polisi, bukan mengultimatum pers. Selama L tak diungkap, niscaya akan merugikan diri caleg Nasdem itu.
Ada catatan redaksi yang menunjukkan bukan sekali ini polisi mengabaikan azas praduga tak bersalah. Menyebarkan foto-foto tangkapannya.
Masih lekat dalam ingatan kasus penggerebekan rumah artis Tora Sudiro. Polres Metro Jakarta Selatan menangkap Tora Sudiro terkait dengan kepemilikan Dumolid di Bali View di Tangerang Selatan, Kamis, 3 Agustus 2017. Polisi juga mengamankan istri Tora, Mieke Amalia. Polisi menyita barang bukti berupa 30 butir Dumolid.
Tak lama setelah penggerebekan, muncul foto-foto Tora sedang diperiksa di rumahnya. Polisi bahkan sempat berpose bersama barang bukti. Lebih dahulu foto-foto penggerebekan menyebar luas ke publik. Penaggebekan subuh. Hasil operasinya disampaikan polisi kepada pers siang.
Waktu itu polisi juga menyangkal sebagai sumber dari foto- foto yang dimuat oleh media pers. Akibatnya, Tora Sudiro dan keluarga babak belur hadapi sanksi sosial. Dia sendiri menjalani hukuman tidak berapa lama. Namun, sanksi soal jauh lebih membuat mereka menderita.
Novi Amalia
Suatu kali seorang model wanita, Novi Amalia ditangkap dalam keadaan mabuk. Mobilnya menabrak dua anggota polisi, 11 Oktober 2012 silam. Yang menghebohkan karena wanita itu mengendarai mobil hanya mengenakan BH dan celana dalam. Cerita lebih menghebohkan, ternyata foto-foto wanita itu menyebar di media sosial. Setting foto itu ketika Novi berada di ruang pemeriksaan polisi .
Yang juga mencengangkan, beredarnya foto Firza Husein, tersangka kasus chit-chat mesum dengan Habib Riziek. Foto itu beredar luas saat Firza menjalani penahanan di Mako Brimob Kepala Dua, sekitar Februari 2017. Tidak mungkin Firda membuat foto selfie. Bukankah semua alat komunikasinya disita polisi, dan waktu itu tidak boleh dibesoek.
Vanessa Angel
Ada juga catatan redaksi yang membandingkan Vanessa Angel dengan wanita L. Vanessa habis-habisan dipublish oleh polisi. Langsug oleh Kapolda Jawa Timur. Sementara kasusnya tak pernah jelas. Apakah ia melanggar hukum karena kedapatan sekamar dengan pria yang bukan suaminya? Atau dia, seperti sering disebut polisi : pelaku prostitusi online? Dia diduga melanggar UU ITE. Sedihnya, Vanessa harus ditahan untuk pelanggaran yang ancaman hukumannya maksimal 4 tahun.
Tidak cuma itu. Sampai hari ini identitas pria hidung belang yang booking Vanessa. Pria itu tampaknya akan diperlakukan sama dengan wanita L. Identitasnya juga disembunyikan. Entah apa jasanya dalam kasus ini.
Ada apa dengan polisi kita? Terulang lagi kerja polisi yang rame ing media tapi sepi ing gawe professional. ***
Melbourne 6 Maret.