Jakarta, Koranpelita.com
Peningkatan tren perdagangan emas fisik secara digital di Indonesia membuat Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berencana memperluas pasar ke tingkat internasional. Berdasarkan data Bappebti, nilai transaksi perdagangan emas fisik secara digital telah mencapai Rp53,3 triliun hingga November 2024. Nilai tersebut melonjak 556% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp8,1 triliun. Dari sisi volume, terjadi kenaikan 430% year on year (YoY) menjadi 43,9 ton.
Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita menyatakan setelah mampu meraih pertumbuhan nilai dan volume transaksi di dalam negeri, Kementerian Perdagangan bakal mendorong perdagangan emas fisik secara digital ke tingkat global. Bappebti terus berupaya meningkatkan kolaborasi dengan berbagai pihak guna mendorong pertumbuhan perdagangan emas fisik secara digital. Hal ini termasuk mendorong bursa lokal untuk bekerja sama dengan mitra internasional.
“Tentu ini harus menggandeng bursa-bursa di luar, bagaimana kita berkolaborasi. Saya meminta kepada seluruh bursa yang ada di Indonesia untuk melakukan kerja sama dengan bursa-bursa di luar negeri, sehingga dapat memicu penguatan perdagangan berjangka,” ujarnya di Tangerang, Banten, Jumat (13/12/2024). Olvy memaparkan bahwa langkah itu juga sejalan dengan fokus Kementerian Perdagangan yang berniat mengembangkan potensi ekspor emas fisik secara digital demi mendukung penyeimbangan neraca perdagangan nasional.
Kementerian Perdagangan telah menyiapkan tiga langkah besar untuk mencapai tujuan itu, yakni menjaga pasar dalam negeri, memperkuat ekspor, dan meningkatkan kompetensi pelaku ekspor melalui pelatihan khusus. Sementara itu, Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan Kementerian Perdagangan, Andri Gilang Nugraha Ansari, mengatakan bahwa kebijakan ekspor emas Indonesia sejatinya relatif longgar dengan persyaratan berupa laporan surveyor.
Namun, meski Indonesia tercatat sebagai net exporter emas secara keseluruhan, situasi berbeda terlihat pada emas batangan karena volume impor lebih tinggi dari ekspor. “Kalau melihat kinerja ekspor emas dibandingkan dengan impornya, kita masih net exporter. Tetapi, untuk emas batangan sendiri, impornya lebih banyak daripada ekspor. Ini yang mungkin perlu kita sikapi,” ujar Gilang.
Dia menambahkan bahwa peningkatan transaksi emas fisik secara digital menunjukkan kebutuhan domestik terhadap emas terus mengalami pertumbuhan. Hal itu lantas menuntut strategi yang lebih matang untuk memaksimalkan potensi yang ada. Salah satunya melalui pengembangan kerja sama internasional, baik dengan perusahaan maupun negara lain.
“Mungkin upaya kita bisa mengekspor dapat dilakukan melalui kerja sama dengan negara lain, khususnya perusahaan lain supaya bagaimana kita bisa cross border trade. Itu yang belum ada saat ini,” pungkasnya.
Di sisi lain, Analis Kebijakan Ahli Madya Bidang Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian Danang Sri Wibowo menegaskan dukungan terhadap digitalisasi perdagangan emas yang memiliki keselarasan dengan agenda pemerintah, untuk mendorong perdagangan berbasis digital secara aman dan efisien. (Vin)