Semarang,koranpelita com
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu membuat kaget para jajaran OPD Pemerintah Kota Semarang. Pasalnya, secara mendadak pihaknya menghentikan kendaraannya di sekitar Kali Banger Semarang.
Diketahui, Mbak Ita sapaan akrabnya mengawali aktivitas Senin paginya dengan melaunching program Perkampungan Pertanian Terpadu Semarang Seribu Polybag, Ayam dan Kelinci (Perdu Semerbak), di Tambaklorok, Kelurahan Tanjungmas.
Usai dari lokasi tersebut, Mbak Ita yang kala itu berencana meninjau progres Water Bomb pasca kebakaran TPA Jatibarang justru berhenti di pinggir Kali Banger.
Tujuannya ialah melihat langsung proses pembersihan enceng gondok sebagai upaya pencegahan banjir di Kota Semarang.
“Hari ini saya selesai kegiatan di Tambaklorok sekaligus melakukan sidak (inspeksi mendadak) dalam rangka pencegahan banjir,” ujar Mbak Ita, Senin (25/9).
Mbak Ita meminta, jajarannya untuk bergerak melakukan pengerukan sedimentasi di sungai-sungai yang ada di Kota Semarang sebelum musim penghujan tiba.
“Sebenarnya saat ini waktu yang tepat untuk melakukan pengerukan sedimentasi, maka ini tadi Saya mengarahkan teman-teman untuk dilakukan optimalisasi,” ujarnya.
Meski demikian, perkiraan BMKG, fenomena El Nino menyebabkan musim penghujan mundur hingga Februari 2024. Namun Pemerintah Kota Semarang berupaya melakukan antisipasi dan pencegahan dengan pembersihan enceng gondok dan pengerukan sendimentasi.
“Apapun bisa terjadi, sehingga kami tetap melakukan upaya pencegahan-pencegahan mengantisipasi jika nantinya terjadi curah hujan tinggi,” ujarnya.
Menurutnya, sebagai sungai milik Pemkot Semarang, Kali Banger harus dibersihkan dari gulma enceng gondok agar aliran air tidak lagi tersumbat dan warga yang tinggal di sekitarnya terbebas dari banjir. “Kami minta dihilangkan enceng gondoknya, agar alirannya lancar dan tak ada sedimentasi,” ujarnya.
Dalam tinjauannya di sejumlah titik Kali Banger, dirinya menemukan kurangnya optimalisasi dalam pemanfaatan amphibious.
“Kemarin dari dinas PU selalu bilang alatnya kurang, karena saya lihat fokusnya hanya enceng gondok sehingga pengerukan-pengerukan yang semestinya dilakukan ini tersisihkan dengan pembersihan enceng gondok,” imbuhnya.
“Amphibios itu harus bisa dimanfaatkan untuk mengeruk sedimentasi sungai. Kan sayang BBM nya kalau tidak digunakan,” imbuhnya.
Sedimentasi dan Banyaknya Enceng Gondok di Sungai
Selain pengerukan sedimentasi, menurutnya, permasalahan banjir juga disebabkan banyaknya enceng gondok di sungai-sungai terutama di dekat rumah pompa.
“Karena itu, meminta pengerukan enceng gondok juga dilakukan sebelum musim hujan tiba,” ujarnya.
Ia meminta, untuk memberdayakan masyarakat sekitar sungai terutama para nelayan yang biasa mencari ikan di sekitar sungai untuk membantu mengambil enceng gondok.
“Saya melihat pembersihannya kurang optimal. Saya minta penanganan enceng gondok juga dibantu para nelayan yang ada di dekat sini. Karena untuk membersihkannya biar lebih mudah bisa memakai sampan apalagi yang dekat pintu air,” tuturnya.
Sementara untuk nelayan kalau siang juga tidak ada aktivitas, sehingga mereka bisa membantu Pemerintah Kota Semarang, dalam pembersihan enceng gondok di wilayah Kali Banger dan sekitarnya. ” Jadi mereka bisa mendapatkan tambahan pendapatan,” terang Mbak Ita.
Para nelayan tersebut, lanjutnya, tidak semua memiliki aktivitas saat siang hari sehingga bisa dilakukan simbiosis mutualisme dengan Pemkot Semarang, dengan menggunakan sampan untuk mengangkat enceng gondok.
“Yang jelas siang tadi sudah menjadi kesepakatan dengan teman-teman kecamatan Semarang Timur, karena itu kelurahan Kemijen bisa dicarikan nelayan-nelayan yang siang hari bisa membersihan enceng gondok. Sehingga kemudian yang alat-alat berat bisa fokus pengambilan sedimentasi.”
Mbak Ita mencontohkan, salah satu titik yakni bekas rumah pompa Gebangsari yang kini sudah tidak aktif lagi, namun berfungsi sebagai grafitasi aliran air, yang perlu dilakukan pengerukan sedimentasi dan penumpukan sampah.
Selain itu, masih ada beberapa wilayah mulai dekat pompa Kalibanger sampai di Sedompyong yang membutuhkan pengerukan, kalau wilayah yang di Rejosari, Bogangan, sampai Sedompyomg sudah bersih.
” Dengan adanya tambahan amphibious dan backhoe kecil bisa langsung dibagikan ke UPTD, untuk persiapan pengendalian banjir dan pengangkatan sedimentasi,” paparnya
Mbak Ita berharap, konsep bergerak bersama dengan nelayan dan warga ini dapat diaplikasikan di beberapa titik. “Saya minta ini menjadi contoh teman-teman dari SDA, dari PU bisa melakukan kegiatan seperti ini untuk sungai-sungai yang lainnya,” pungkasnya.(sup)