Banjarmasin, Koranpelita.com
Kendati belum mencapai kesepakatan maupun keputusan, namun sebagai tindaklanjut dari aksi unjuk rasa warga Kintap terkait permasalahan plasma dengan PT Kintap Jaya Wattindo (KJW), belum lama tadi, maka DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) kemudian mengagendakan audiensi antara masyarakat Kintap dengan PT KJW itu pada Oktober 2023 bulan depan.
Rencana mempertemukan kedua belah pihak tersebut, setelah Sekretaris DPRD Provinsi Kalsel, Muhammad Jaini menerima kedatangan perwakilan warga Kintap di DPRD Kalsel, Kamis (14/9/2023).
“Dijadwalkan bulan Oktober 2023, untuk tanggal dan harinya menunggu hasil rapat Badan Musyawarah (Banmus),” sebut M Jaini kepada wartawan.
Jadwal dan agenda itupun disampaikan kepada warga itu, setelah M Jaini, berkoordinasi dengan Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalsel, Imam Suprastowo sesuai komisi yang membidangi ekonomi dan keuangan.
Ini sebagai tindaklanjut dari aksi unjuk rasa warga Kintap beberapa hari lalu terkait permasalahan plasma dengan PT KJW yang belum mengkesepakatan dan keputusan.
Sementara itu, Koordinator Lapangan sekaligus perwakilan warga Kintap, Syahrun mendesak agar pertemuan dengan perwakilan perusahaan PT KJW bisa segera dilaksanakan.
“Kami harap dewan bisa menepati janji dan memegang amanah,” ucapnya.
Sedangkan hasil kunjungan ke kantor dewan ini, lanjutnya akan disampaikan kepada masyarakat Kintap, termasuk hasil koordinasi antara sekretaris dewan dan Komisi II yang akan menjadwalkan pertemuan dengan perusahaan pada bulan Oktober.
“Kami akan sampaikan kepada masyarakat sebagaimana adanya,” kata Sahrun.
Dia mengharapkan agar permasalahan yang mereka hadapi mendapat solusi dan pemerintah bisa menindak tegas aktivitas yang dilakukan oleh PT KJW karena dinilai sudah merugikan masyarakat.
Sebelumnya, warga Kintap menuntut agar permasalahan puluhan tahun itu dapat selesai dan lahan masyarakat seluas 800 hektare yang diperuntukkan sebagai ladang cadangan pertanian dapat dikembalikan.
Kemudian menuntut plasma sesuai aturan Kementerian Perkebunan. Karena setiap perusahaan yang berdomisili di sekitar wajib menyediakan 20 persen untuk perkebunan plasma, selanjutnya meminta sikap tegas pemerintah terhadap aktivitas yang dilakukan perusahaan yang telah merambah kawasan hutan produksi sesuai aturan UU Nomor 41 Tahun 1999.(pik)