Jakarta, Koranpelita.com
17 Juli 2023 tepat diperingatinya Hari Keadilan Internasional (Day of Internatonal Criminal Justice) sebagai momentum mewujudkan cita-cita kemerdekaan: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Miris dan ironis justru pada hari tersebu Ibnu Rusyd Elwahby harus melaksanakan Putusan Kasasi sebelum ia tahu dengan pasti apa kesalahannya, dan mengapa ia dihukum, karena sebelumnya telah dinyatakan bebas murni oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putusan Kasasi yang menghukumnya 13 tahun dibuat hanya dalam waktu 19 hari, namun hingga kini salinan putusan yang menjadi hak Terpidana sudah 6 bulan belum juga diterima, sehingga makin tidak jelas kapan dapat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali.
Upaya keberatan agar eksekusi tidak dilaksanakan sebelum salinan putusan diterima tidak dipenuhi oleh Kejaksaan dengan dalih telah sesuai ketentuan KUHAP. Padahal, sesungguhnya tindakan eksekusi hanya merujuk pada ketentuan SEMA yang tidak mengikat sebagai norma undang-undang, sehingga justru berpotensi menabrak hak-hak dan kebebasan orang yang tidak bersalah serta mengandung moral hazard dalam prakteknya.
“Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah bersikap diskriminatif dan tebang pilih karena nyatanya ada banyak kasus termasuk perkara korupsi yang belum dieksekusi lantaran salinan putusan belum diterima, ” ujar Ahmad Fitrianto, Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Lanjut Fitrianto, demi kemanusiaan dan penghormatan atas hak dan kebebasan sipil yang dijamin oleh konstitusi, Tim Advokasi ILUNI UI serta Penasehat Hukum Ibnu Rusyd Elwahby telah menyatakan keberatan dan berupaya memohon penundaan eksekusi sebelum mendapatkan salinan putusan lengkap yang menjadi satu-satunya jalan membebaskan diri dari peradilan sesat (rechterlijke dwaling) yang mengubah vonis bebas murni PN menjadi hukuman 13 tahun penjara.
“Sebagai warga negara yang patuh, Ibnu hadir bersikap ksatria menunjukkan diri tidak ingin menghindar atau pun mempersulit tugas Jaksa Eksekutor sebagai pelaksana UU,” katanya.
Penuhi panggilan kejaksaan
Dengan diantar oleh keluarga, para sahabat, dan rekan Alumni UI serta karyawan PT Intan Sarana Teknik, Ibnu secara sukarela memenuhi panggilan Kejaksaan semata-mata ingin menjunjung tinggi wibawa Hukum, bukan menyerah atau menerima vonis yang zalim pada dirinya. Ini menjadi bukti semestinya tidak ada satu orang pun boleh lebih tinggi dari pada hukum.
“ILUNI UI bersama Ibnu akan terus berjuang sebagai komitmen membumikan asas veritas, probitas, iustitia, (kebenaran, kejujuran, keadilan), agar proses hukum berjalan sesuai aturan yang dibimbing oleh hati nurani dan nilai-nila kejujuran, karena hanya dengan itulah keadilan sejati akan dapat dihadirkan bagi seluruh laposan masyarakat,” tegas Fitrianto.
Menyikapi permasalahan tersebut, ILUNI UI akan terus mengawal upaya hukum Peninjauan Kembali dan langkah-langkah advokasi antara lain:
• ILUNI UI mendesak Mahkamah Agung RI untuk sesegera mungkin menyampaikan salinan putusan. ILUNI UI masih percaya dan berkeyakinan
lembaga peradilan khususnya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI bisa berlaku independen, profesional dan adil dalam bertugas.
• ILUNI UI membersamai segenap pimpinan lembaga-lembaga penegak hukum berikut jajarannya untuk memberi perhatian agar proses hukum berjalan sesuai aturan yang dibimbing oleh hati nurani dan nilai-nilai kejujuran, karena hanya dengan itulah keadilan sejati akan dapat dihadirkan.
• ILUNI UI akan melakukan eksaminasi terhadap perkara, mengadukan dan
melaporkan setiap dugaan kejanggalan dan penyimpangan yang terjadi ke lembaga atau instansi yang berwenang. ILUNI UI tetap yakin dan percaya bahwa Lembaga Hukum dan Peradilan kita dapat hadir kembali menjadi benteng keadilan masyarakat.
“Katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih. Tiada kata jera dalam perjuangan,” tungkasnya. (Vin)