Kasus Kematian Mendadak Anggota KPPS, IDI Akan Bentuk Tim Inti 

Kasus Kematian Mendadak Anggota KPPS, IDI Akan Bentuk Tim Inti

Jakarta,Koranpelita.com

Ikatan Dokter Indoneaia (IDI) berpendapat bahwa, menghadapi kasus kematian mendadak dalam jumlah besar dan kurun waktu yang singkat pada petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)
yang terjadi di seluruh Indonesia bukan dikarenakan kelelahan melainkan penyakit yang sudah dideritanya.

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M. Faqih, kematian langsung akibat kelelahan tidak ada di dalam dunia ilmu medis atau kedokteran.”Petugas KPPS yang menjadi korban meninggal telah memiliki penyakit sebelumnya, sehingga saat mendapatkan pekerjaan yang berat hingga kelelahan memicu atau memperberat untuk menjadi penyakit tertentu.Kelelahan yang memicu penyakit tertentu, penyakit itu yang menyebabkan kematian. Salah satu ya, kelelahan hanya salah satu faktor risiko saja yang memicu atau memperberat menjadi suatu penyakit, jadi bukan karena kelelahan,” kata Daeng M. Faqih di Jakarta, Senin (13/5/2019).

Dengan banyaknya jumlah petugas KPPS yang menjadi korban dalam pemilu 2019 ini, menurutnya autopsi langsung jenazah memang perlu dilakukan agar menjadi evaluasi dalam penyelenggaraan pemilu berikutnya. Cara menilai penyebab kematian itu, lanjut dia, memiliki level masing-masing dan yang tertinggi tingkat validitasnya adalah autopsi jenazah.

“(Kalau) paling bawah tingkat validitasnya itu ada yang disebut audit verbal, autopsi verbal. Tapi itu validitas tidak terlalu tinggi, karena yang ditanya itu orang lain,bukan yang bersangkutan,” katanya.
Kemudian, istilah audit medis yang merupakan satu level di atas audit verbal. Dalam audit medis, korban diperiksa rekam medisnya dari dokter yang pernah merawat.

“Tetapi dalam ilmu kedokteran yang paling tinggi validitasnya itu memang autopsi jenazah. Untuk mengetahui cause of dead, diagnosis pastinya itu memang dengan autopsi jenazah, secara keilmuan memang begitu,” katanya.

Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Tri Hesty Widyastoeti menjelaskan kematian paling banyak disebabkan oleh penyakit jantung dan stroke.

Ahli penyakit dalam Prof Zubairi Djoerban Sp.PD, KHOM menyebutkan faktor kelelahan, dehidrasi, dan stress dapat memicu terjadinya serangan jantung dan stroke yang bisa menyebabkan kematian.

Namun Prof Zubairi menegaskan hal tersebut bukanlah faktor tunggal, melainkan ada faktor-faktor lainnya yang memperparah penyakit. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam untuk memastikan apa penyebab kematian petugas KPPS.

Daeng Faqih menegaskan IDI sebagai organisasi profesi siap membantu semua pihak yang berwenang dan bertanggung jawab untuk melakukan penelitian mendalam dan atau investigasi yang objektif dan berbasis keilmuan terhadap kejadian kematian petugas KPPS tersebut.

Selain itu, IDI akan membuat tim kecil untuk meneliti gejala meninggalnya ratusan KPPS. Tercatat selama Pemilu 2019, total ada 469 petugas KPPS yang meninggal dunia per Jumat (10/5). Petugas KPPS yang dilaporkan sakit berjumlah 4.602 orang. Jadi total petugas yang sakit dan meninggal sebanyak 5.071 orang.

“(Tim) internal, kita hanya melakukan penelitian karena kita bedakan penelitian dan investigasi. Investigasi itu lembaga yang berwenang lembaga negara yang berwenang. Penelitian kita bisa sebagai lembaga profesi melakukan lembaga penelitian,” ucapnya.

Hasil penelitian akan diberikan kepada pemerintah dan lembaga terkait. Sehingga, bisa menjadi acuan evaluasi sistem Pemilu 2019. (Vin)

About ervin nur astuti

Check Also

PNS Kodiklatal Surabaya Gelar Aksi Donor Darah dalam Rangka HUT KORPRI ke-53 Tahun 2024

Surabaya, koranpelita.com Menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-53 Tahun 2024, …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca