Saya dan Gerakan HaloPuan

HaloPuan adalah sebuah ikhtiar kecil membangun kembali energi persaudaraan, solidaritas, dan kebersamaan.

Oleh Puan Maharani

Pertama-tama HaloPuan adalah sapaan saya untuk kaum saya, kaum perempuan di penjuru Indonesia di mana saya berada, tumbuh, dan turut menjadi bagian dari aspirasi mereka. Namun begitu, gerakan HaloPuan sama sekali tidak dimaksudkan sebagai gerakan untuk perempuan belaka.

Katakanlah, HaloPuan sebuah gagasan dan ajakan bahwa, tatkala memperjuangkan harkat dan martabat perempuan, di saat itu pula kita sedang memperjuangkan martabat kaum lelaki.

Saya, seperti kebanyakan kita, melihat relasi perempuan dan lelaki layaknya spektrum daripada hubungan dikotomis. Di dunia nyata, peran kedua kaum itu harus saling bersisian memperjuangkan isu kesetaraan. Perempuan dan lelaki hanya akan saling memahami dan menghormati melalui interaksi dan kebersamaan yang setara di ruang sosial.

Sebaliknya, sapaan itu pula bisa ditujukan kepada saya pribadi, sebagai pengingat dari mana saya berasal, untuk siapa saya berdiri dan berjuang sebagai seorang politisi. Saya memaksudkan HaloPuan sebagai sapaan dan interaksi yang setara, lugas, dan tanpa jarak.

Saya menyadari membangun interaksi dengan warga secara langsung, melebur tanpa jarak, dan kemudian memecahkan masalah bersama mereka adalah modal sosial yang amat saya butuhkan sebagai politisi dan ketua parlemen di negeri ini.

HaloPuan adalah rumah gagasan dan gerakan kami: teman-teman relawan, warga kebanyakan, dan saya pribadi tanpa disertai embel-embel lain selain menjadi diri saya sendiri: Puan Maharani.

Saya seorang perempuan yang sadar atas segenap privilege yang melekat di dalam dirinya. Karena kesadaran itu pula, saya ingin terus menemukan peran dan makna diri sendiri melalui interaksi dan pergerakan sosial bersama warga di negeri ini.

Dengan segala keinsyafan, saya tidak berpretensi gerakan HaloPuan hadir untuk seketika mengubah keadaan. Sebaliknya, inilah tempat bagi saya dan teman-teman mendengar lebih banyak dan berempati lebih dalam. Saya mencoba menempatkan diri saya sebisa mungkin terpaut dan berada di hati warga untuk terus memahami persoalan hidup mereka sehari-hari.

Dalam keterlibatan bersama warga itu, barangkali saya akan lebih sering berada dalam posisi membutuhkan dan menyerap energi mereka. Saya tahu siapa diri saya sendiri yang senantiasa membutuhkan inspirasi dan keberanian; memerlukan diri untuk menjadi lebih tajam dan peka. Dan pada gilirannya menjadi lebih nyata dengan terus berpijak di hati warga.

Gerakan HaloPuan adalah ekspresi dan artikulasi saya dan kami semua di dalamnya untuk mengamalkan sukma dari konsep gotong-royong, di mana kepedulian, kebersamaan, dan aksi nyata mewujud menjadi program berkelanjutan yang dapat senantiasa kami sentuh dan rasakan serta terus hidup untuk kami maknai bersama warga.

HaloPuan tidak akan mengkhotbahkan konsep Trisakti melainkan mencoba memakmurkannya bersama-sama warga. Kita hanya bisa tahu apakah kita berdaulat, berdikari, dan berkepribadian jika berusaha mewujudkannya dengan tangan-tangan kita bersama lebih daripada sekadar mendiskusikannya.

Saya dan gerakan ini tidak sedang membangun sesuatu yang baru. Kami hanya ingin mengisi ruang-ruang kosong dengan cara merajut kembali persaudaraan, memberi arti penting kepada politik yang bersifat lebih sehari-hari daripada musiman, dan menjalin hubungan sosial yang lebih nyata serta dibutuhkan warga.

Seorang politisi perlu ruang refleksi untuk terus-menerus memaknai dirinya sendiri dan menemukan relevansi dirinya di tengah kehidupan warga. HaloPuan adalah salah satu jembatan saya menuju warga, sekaligus menjadi cermin untuk melihat kembali tempat saya berdiri hari ini dan menentukan langkah hari esok.

Generasi saya serta generasi muda di bawah saya sudah semakin kritis dan terus membuka mata untuk percaya bahwa seorang pemimpin politik yang bermakna dan berkelanjutan tidak lahir dari menara gading namun dari pengabdian dan gerakan sosial yang mengakar.

***

Kami memulai gerakan di HaloPuan dari langkah-langkah kecil namun sebisa mungkin berpijak pada kepentingan semesta warga.

Program kami menyentuh isu akses pendidikan melalui gerakan beasiswa. Kami akan membangun gerakan orangtua asuh melibatkan sebanyak mungkin partisipasi dan uluran tangan, seraya terus menapaki isu fundamental pendidikan lainnya, seperti penguatan literasi dan pembangunan sumber daya manusia yang inklusif dan berkepribadian.

Gerakan HaloPuan juga menyentuh isu kesehatan, yaitu gerakan melawan stunting akibat gizi buruk. Isu stunting adalah isu krusial negeri ini dan menyangkut masa depan generasi bangsa. Prevalensi stunting di Indonesia cukup tinggi mendekati angka 30 persen. Angka itu jauh melebihi ambang batas toleransi WHO, yaitu maksimal 20 persen dari keseluruhan populasi balita.

Pemerintah menargetkan penurunan stunting di angka 14 persen namun angka riil penurunan stunting hingga saat ini masih di kisaran 1,6 persen. Kami juga memahami isu stunting pada banyak aspek berkelindan dengan masalah sosial lainnya, seperti sanitasi, akses air bersih, dan pangan.

Dalam gerakan melawan stunting bersama warga, kami akan membuat desa percontohan dan mempromosikan ekstrak bubuk daun kelor sebagai salah satu solusi memberantas gizi buruk. Daun kelor adalah tumbuhan yang disebut dunia sebagai “The Miracle Tree”. Daun kelor melalui pelbagai riset dan eksperimen telah terbukti mengandung sumber nutrisi kompleks yang sangat kaya.

Melalui pelbagai literatur dan video dokumenter dapat kita saksikan kesuksesan daun kelor dan bubuknya menjadi alat pengentasan malnutrisi di beberapa negara Afrika. Salah satunya program pengentasan gizi buruk di desa-desa di Senegal. Selain alasan itu, kami mempromosikan bubuk daun kelor karena tumbuhan itu ada di sekitar kita, terjangkau, dan mudah diproses.

HaloPuan juga akan mendedikasikan dirinya mendengar dan berkolaborasi dengan para seniman dan budayawan di sejumlah kota di Indonesia. Kami ingin mendengar dan menghayati denyut masalah yang dihadapi dunia sanggar dan teater atau para seniman, baik tradisional maupun modern.

Kami tahu, bahkan sebelum Covid-19, seniman dan budayawan begitu susah-payah mempertahankan kelangsungan seni tradisi, sanggar, dan teater justru di tengah arus besar digitalisasi kehidupan. Mereka kesulitan akses untuk pentas dan berkesenian di tengah marak dan megahnya gentrifikasi kota.

Seniman dan budayawan tidak bisa dibiarkan sendirian. Bersama mereka, kami ingin mewujudkan kota yang ramah untuk berkesenian. Misalnya, mendukung kegiatan mereka dan membantu mereka mementaskan karya secara rutin di mal, RPTRA, stasiun, atau sudut-sudut kota lainnya.

Kota berbudaya dicirikan dari hidupnya ruang-ruang berkesenian di mana jadwal kalender kegiatannya dikelola dan diketahui oleh publik.

Kami ingin menjadi bagian dari upaya warga mendorong ruang publik yang ramah bagi generasi muda negeri ini untuk merayakan pemenuhan diri mereka dan bersosial: sejenak meninggalkan telepon genggam dan gadget mereka dengan memilih berbaur di dalam ruang-ruang kesenian dan kebudayaan lintas-generasi. Mendorong antusiasme warga untuk berkarya dan berkesenian sepenuhnya. Kami percaya dengan menghidupkan ruang berkesenian di sebuah kota kita sedang memupuk rasa, toleransi, kreasi, dan kejujuran.

Saya dan HaloPuan juga akan mendengar lebih banyak dan lebih beragam melalui kehadiran Podcast HaloPuan. Aspirasi di negeri kepulauan terbesar di dunia ini tentu saja terlalu luas hanya untuk diserahkan kepada politisi atau elite bangsa. HaloPuan akan terus membuka mata dan telinga untuk mengorbitkan para wira sosial yang berdedikasi kuat di tengah warga. Mereka para pemimpin sosial yang ada di tengah hidup kita namun seringkali luput dari perhatian kita.

Pada akhirnya, HaloPuan adalah sebuah ikhtiar kecil membangun kembali energi persaudaraan, solidaritas, dan kebersamaan. Dengan bergerak bersama warga, kami dapat terus membuka mata dan percaya bahwa pemecahan masalah warga sehari-hari tidak selalu memerlukan orang-orang pintar.

Senyatanya modal dan penggerak perubahan sudah ada di tengah-tengah warga. Kita hanya perlu menggandeng tangan-tangan mereka agar terkepal lebih kuat. Bekerja sama daripada berkompetisi. Menyingkirkan perasaan sendirian apalagi tak berdaya. Bersama kalian, kami akan mewujudkan makna gotong-royong sepenuh-penuhnya. HaloPuan!.

About editor

Check Also

Maximus Tipagau : Banyaknya Potensi Untuk Menjadikan Mimika Sebagai Kota Percontohan di Tanah Papua

Jakarta, Koranpelita.com Mewujudkan Mimika bersatu, berdaya saing, sejahterah, dan pembangunan yang berkelanjutan itulah visi dari …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca