Semarang,KORANPELITA.com -Calon Gubernur Ahmad Luthfi berkomitmen menyelesaikan persoalan sampah. Tak hanya penanganan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah namun juga menekan jumlah sampah sejak di rumah tangga.
Banyak masukan yang diterima oleh Ahmad Luthfi saat ia berdialog dengan para pemulung di TPA Jatibarang Kota Semarang. Sampah jadi persoalan penting yang harus segera ditangani dari hulu hingga hilir.
Tingginya pasokan sampah yang tiap hari masuk di TPA harus dipahami oleh masyarakat. Apalagi sampah di TPA masih bercampur menjadi satu tanpa dipilah-pilah lebih dahulu.
“Lebih tepat jika sampah sudah dipilah sejak di rumah tangga. Mana sampah yang bisa diolah lagi atau tidak,” kata Ahmad LUthfi di sela-sela berdialog dengan pemulung, Jumat 27 September 2024.
Cagub nomor urut 2 ini memberikan contoh, jika sampah-sampah organik bisa diolah menjadi kompos. Tak hanya memiliki nilai ekonomis namun juga dibutuhkan oleh para petani.
Kendati demikian, sampah itu tidak akan masuk dan mengendap di TPA. Sehingga mengurangi jumlah sampah yang semakin hari semakin menumpuk. Selanjutnya, sampah anorganik yang bisa diolah lagi juga bisa dipilah-pilah. ” Kenyataanya semua jenis sampah masih bercampur di TPA Jatibarang,” katanya.
Lutfhi menyebutkan, peran pemulung memang begitu besar di lokasi TPA. Namun ia menggaris bawahi bahwa taraf hidup pemulung bisa ditingkatkan melalui pengolahan barang-barang bekas.
Paguyuban Didorong Meningkatkan Kreativitas
Jika hanya mengandalkan hasil penjualan barang bekas yang digulung maka akan kesulitan. Apalagi jika harga mengalami penurunan.
“Paguyuban harus didorong untuk meningkatkan kreativitas. Dididik untuk berinovasi dengan barang-barang bekas,” lanjut Cagub yang berpasangan dengan Cawagub Taj Yasin maimoen ini.
Sutinah, pemulung yang merupakan warga Boyolali mengaku kesulitan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Alasanya, harga per kilogram botol plastik yang ia kumpulkan hanya dihargai Rp 400.
“Sehari dapat 10 kg itu sudah bagus,” ujar wanita yang sudah 25 tahun menjadi pemulung di TPA Jatibarang ini.
Hal yang sama diungkapkan oleh Sulamah asal Demak. Ia berharap ada kebijakan dari pemerintah untuk membantu pemulung meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Koordinator Pemulung, Tarno menyampaikan dulunya ada pengolahan kompos di lokasi tersebut. Namun setelah pemiliknya meninggal, maka tak lagi berjalan.
Saat ini jumlah pemulung di TPA Jatibarang sekitar 350 KK atau 500-an jiwa. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan tinggal di permukiman di sekitar TPA Jatibarang.
“Untuk penanganan sampah ini memang harus mendidik mulai dari tingkat rumah tangga. Selanjutnya Pemerintah Provinsi juga harus turun tangan menangani sampah dan meningkatkan taraf hidup para pemulungnya,” ujar Ahmad Luthfi.(*)