Temui Butet, Amnesty International Benarkan Ada Intimidasi di Pentas Teater TIM

Jakarta, koranpelita.com

Dugaan pembungkaman oleh aparat kembali terjadi. Kali ini seniman Butet Kartaredjasa dan Agus Noor mengaku mendapat intimidasi dari polisi saat akan menggelar pertunjukan teater “Musuh Bebuyutan” di Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).

Butet diminta menandatangani surat pernyataan oleh polisi agar tidak menyinggung isu politik selama pertunjukan berlangsung. “Itu persyaratan administrasi sebelumnya tidak pernah ada sejak reformasi 1998. Hanya orde baru saja seperti itu,” kata Butet kepada wartawan, Selasa (5/12/2023).

Menurut Butet, definisi intimidasi tidak harus berupa pernyataan verbal atau tindakan fisik. “Harus berkomitmen tidak bicara politik juga adalah pembungkaman,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid mengatakan pihaknya sudah menemui Butet, dan menyimpulkan intimidasi itu benar terjadi.

“Kami sudah melakukan verifikasi kepada Butet dan Agus Noor. Dalam pandangan Amnesty International, tindakan aparat saat itu dapat digolongkan sebagai intimidasi,” kata Usman di Jakarta, Kamis (7/12) kemarin.

Definisi intimidasi, lanjut Usman, adalah segala bentuk menakut-nakuti atau mengancam untuk meminta seseorang melakukan sesuatu yang diinginkan.

“Dalam konteks ini, menakuti dengan konsekuensi sanksi jika Butet tidak mau menandatangani pernyataan yang disiapkan,” sebutnya.

Apalagi dalam kesaksian Butet, isi larangan dalam surat tersebut bersifatnya politis. “Bukan urusan pemeliharaan keamanan atau pengayoman. Kalau larangan politik kan bisa ditafsirkan macam-macam,” sambung Usman.

Ia mengingatkan, kemerdekaan menyatakan pendapat dan pemikiran melalui ekspresi tulisan, lisan atau karya seni adalah bagian dari hak yang dijamin konstitusi. “Kalau itu dilanggar negara, maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM,” ujarnya.

Terlebih di masa kampanye ini, masyarakat ingin merayakan pesta demokrasi dengan segala perbedaan. “Dengan warna-warni, ada yang dukung calon A atau calon B. Kalaupun Butet punya preferensi ke capres tertentu, itu haknya dia,” pungkas Usman.

Kejadian Berulang

Sebelum kasus Butet mencuat, Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono juga pernah mengeluhkan jerat hukum terhadap dirinya, gara-gara mengingatkan soal netralitas aparat dalam Pemilu 2024.

Aiman heran, ada enam pihak yang melaporkannya dalam waktu berdekatan ke Polda Metro Jaya. Padahal kritik yang ia unggah melalui akun media sosial pribadinya, adalah hak dan kewajiban warga negara untuk menjaga demokrasi agar berjalan transparan.

Tak cuma mempertanyakan kepentingan pelapor, Aiman juga merasakan kejanggalan dalam penanganan kasusnya. Seperti surat panggilan klarifikasi yang dikirim jelang tengah malam sekitar pukul 23.50 WIB. “Jelas itu jam menurut saya tidak wajar untuk mengantarkan undangan, untuk bertamu,” keluh Aiman.

Kekhawatiran tentang keberpihakan aparat, berujung pada wacana pembentukan panitia kerja khusus. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan mengusulkan pembentukan Panja Netralitas Polri untuk Pemilu 2024. Trimedya merujuk pada langkah Komisi I DPR yang sudah lebih dahulu membentuk Panja Netralitas TNI.

“Kami mengusulkan saudara ketua (Bambang Pacul), kita buat Panja Pengawasan Netralitas Polri,” kata Trimedya dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Polri di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (7/11).

Dengan begitu, ketua Panja bisa menugaskan anggotanya untuk mengawasi kinerja kepolisian di daerah pemilihan masing-masing. “Sehingga ketua bisa memberikan surat pada Trimedya, awasi Polri di Sumatera Utara!,” harapnya.(*)

About ahmad yani

Check Also

BNPP Gandeng Media Massa untuk Akselerasi Pembangunan Perbatasan Negara

Jakarta, Koranpelita.com Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Prof. Zudan Arif Fakrulloh memaparkan sejumlah Progres …

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca