Masjid Sultan Suriansyah Tertua di Kalimantan, Ikon Desa Wisata Kuin Utara

DESA WISATA Kuin Utara menjadi salah satu dari 75 desa wisata terbaik yang ditetapkan Menparekraf Sandiaga Uno dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023.

Desa wisata yang berada di tepi Sungai Kuin, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ini memiliki daya tarik yang kuat terutama terkait dengan wisata sejarah.

Wilayah ini dulu dikenal sebagai pusat penyebaran agama Islam di bawah Pemerintahan Kerajaan Banjar pimpinan Sultan Suriansyah. Mengunjungi desa wisata ini, wisatawan dapat menelusuri dan napak tilas perjalanan kerajaan melalui sejumlah peninggalan sejarah yang hingga kini masih terawat dengan baik.

Salah satunya adalah Masjid Sultan Suriansyah. Masjid yang telah berusia lebih dari 5 abad ini (dibangun tahun 1526) merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan dan memiliki berbagai ciri khas. Termasuk pola ruang yang mirip dengan Masjid Agung Demak.

“Masjid ini memiliki bentuk yang indah, karya seni juga kaligrafinya. Sebagai destinasi, masjid ini menghadirkan banyak aspek bukan hanya religi tapi juga kekayaan budaya dan kearifan lokal,” kata Menparekaf Sandiaga Uno saat mengunjungi Masjid Sultan Suriansyah di sela-sela kunjungannya ke Desa Wisata Kuin Utara, Kamis (3/8/2023).

Masjid Sultan Suriansyah adalah masjid tertua di Pulau Kalimantan. Pasalnya, masjid yang terletak di tepi Sungai Kuin, Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjar Kota, Kodya Banjarmasin ini dibangun antara tahun 1525-1550 M, pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah, Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam.

Bangunan masjid tua yang berukuran 26,1 x 22,6 m ini mempunyai keunikan antara lain atapnya masih asli, hanya puncaknya yang mengalami perubahan, diganti dalam bentuk kubah. Akan tetapi, wujud aslinya yakni atapnya yang berbentuk tumpang empat masih terlihat dengan jelas.

Masjid tua ini saat belum dipugar, pada bagian atas atau puncaknya terdapat “sungkul” yang terbuat dari kayu ulin. Sungkul itu keadaannya masih baik meskipun usianya sudah empat abad lebih. Sungkul tersebut sekarang disimpan di Museum Lambung MangkUrat Banjar Baru, sekitar 35 km dari Banjarmasin.

Karena letaknya di tepi Sungai Kuin maka setiap mereka yang naik angkutan air, seperti bus air, longboat, maupun speedboat selalu melihat masjid tertua di Kalimantan ini. Jalan darat yang persis melewati tepi masjid, juga memudahkan para wisatawan berziarah ke masjid ini.

Apalagi letak Masjid Suriansyah ini juga tidak terlalu jauh dari makam Sultan Suriansyah. Jaraknya hanya sekitar 500 meter sehingga para wisatawan yang berkunjung ke masjid selalu menyempatkan ziarah ke makam Sultan Suriansyah. Atau, sebaliknya mereka yang duluanberziarah ke makam selalu menyempatkan mengunjungi masjid karena letaknya memang tidak terlalu jauh.

Selain itu, Masjid yang juga dikenal dengan sebutan Masjid Kuin ini lekat dengan gaya arsitektur khas Banjar. Konstruksi dasarnya adalah rumah panggung berbahan dasar kayu ulin dan beratap tumpang tiga dengan hiasan mustaka pada bagian atapnya.

Di bagian dalam masjid terdapat sebuah mimbar yang juga terbuat dari kayu besi/ulin. Lengkungan di muka mimbar dihiasi kaligrafi Arab. Di bawah tempat duduk mimbar terdapat undak-undak berjumlah sembilan yang dihiasi dengan ukiran berupa sulur-suluran, kelopak bunga, dan arabes yang distilir. Di bagian mihrab, atapnya terpisah dengan bangunan induk.

Mengutip situs www.kemdikbud.go.id, Masjid Sultan Suriansyah telah ditetapkan sebagai cagar budaya pada 23 Mei 2008. “Masjid ini juga telah mengalami beberapa kali pemugaran. Namun keaslian bentuknya tetap dijaga, dan beberapa ornamen seperti tiang juga masih asli,” ujar Ketua Yayasan Restu Sultan Suriansyah, Syarifuddin Noor.

Pola ruang Masjid Sultan Suriansyah yang mengadaptasi pola dari Masjid Agung Demak tidak lepas dari perjalanan hidup Sultan Suriansyah.

Abah Sultan, sapaan akrab Syarifuddin Noor, menceritakan Sultan Suriansyah atau yang dulunya dikenal dengan nama Pangeran Samudera bukan merupakan penduduk asli Kuin. Ia merupakan cucu dari Maharaja Sukamara (Raja Kerajaan Negara Daha).

“Karena ada konflik di kerajaannya, akhirnya ia  diasingkan ketika berumur 7 tahun hingga akhirnya ditemukan oleh penguasa di sini (Kuin),” kata Abah Sultan.

Ada beberapa versi terkait konflik yang terjadi di Kerajaan Negara Daha yang membuat Pangeran Samudera harus diasingkan. Namun yang paling umum adalah sebelum Maharaja Sukamara mangkat, ia berpesan agar yang meneruskan tahtanya adalah Pangeran Samudera.

Hal ini membuat Pangeran Tumanggu dan Pangeran Bagalung, anak dari Maharaja Sukma tidak bisa menerima keputusan tersebut. Dari sinilah Pangeran Samudera akhirnya diasingkan dan menyamar menjadi seorang nelayan demi keselamatannya.”Sampai akhirnya ia tiba di Kuin dan oleh penguasa di sini, Patih Masih namanya, diangkat menjadi anak,” kata Abah Sultan.

Namun karena kondisi yang dinilai masih belum terlalu aman, Pangeran Samudera oleh Patih Masih dikirim ke Pulau Jawa. Di sana Pangeran Samudera masuk ke pesantren dan belajar kepada para Sunan seperti Sunan Giri juga Sunan Kalijaga.

Di masa belajarnya inilah Pangeran Samudera bertemu dengan Khatib Dayan, seorang pendakwah yang telah wara-wiri menyebarkan agama Islam ke berbagai daerah termasuk Kalimantan.

Di usia 14 tahun, Pangeran Samudera oleh Khatib Dayan diajak kembali ke tanah Kuin dan menemui Patih Masih. Singkat cerita, ketika tiba di Tanah Kuin, Pangeran Samudera diangkat menjadi Raja Banjar.

“Setelahnya Pangeran Samudera berganti nama menjadi Sultan Suriansyah dan mendirikan Masjid Sultan Suriansyah yang pola ruangnya mengambil inspirasi dari Masjid Agung Demak,” kata Abah Sultan.

“Namun yang pasti, sumbangsih terbesar dari Sultan Suriansyah adalah menyebarkan agama Islam hingga ke Pangkalan Bun, Kalimantan Timur dan lainnya,” ujar Abah Sultan.

Makam Sultan Suriansyah

Tidak hanya Masjid Sultan Suriansyah, daya tarik wisata yang ada di Desa Wisata Sultan Suriansyah dan juga menjadi ikon adalah makam Sultan Suriansyah. Letaknya tidak jauh dari masjid atau sekitar 400 meter ke arah hulu sungai. Makam Sultan Suriansyah berada dalam kompleks pemakaman kerajaan yang diberi cungkup.

Selain makam Sultan Suriansyah, terdapat beberapa makam lain dalam kompleks tersebut. Antara lain Ratu Intan Sari (ibu kandung Sultan Suriansyah), Sultan Rahmatullah (Putra Sultan Suriansyah-Raja Banjar ke-2), Sultan Hidayatullah (Cucu Sultan Suriansyah-Raja Banjar ke-3), Khatib Dayan, Patih Masih, dan beberapa lainnya seperti hulubalang kerajaan, dan makam anak seorang China.

Pada makam Sultan Suriansyah dan ratunya terdapa pagar yang mengelilingi makam dengan ukuran panjang 6,4 meter, lebar 3,6 meter, dan tinggi 2,35 meter. Pagar ini terbuat dari beton besi dan kayu ulin serta hiasan bermotif floralistik. Makam nisan terbuat dari kayu dengan tinggi 0,4 meter dan tidak memiliki jirad.

“Di kompleks makam ini juga kerap diselenggarakan acara-acara besar seperti Baayun Maulid, Haul Pangeran Sultan Suriansyah juga Maturi Dahar,” kata Muhammad, Pengurus Pokdarwis Kambang Baranteng yang mengelola Desa Wisata Kuin Utara.

Di sekitar kompleks makam juga terdapat Museum Sultan Dayan yang menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Banjar. Di sini wisatawan bisa melihat potret asli Masjid Sultan Suriansyah dan suasana sekitar pada zaman dahulu.

Berdayakan Masyarakat

Muhammad, pengurus Pokdarwis Kambang Baranteng pengelola Desa Wisata Kuin Utara, mengatakan pihaknya melibatkan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan serta peningkatan daya tarik Desa Wisata Kuin Utara. Di antaranya dengan menyajikan produk-produk ekonomi kreatif mulai dari kuliner, kriya, fesyen, dan lainnya.”Kami ada Soto Banjar, kue-kue, topi khas Banjar, dan lainnya,” kata Muhammad.

Ia optimistis pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif Desa Wisata Kuin Utara akan memberikan dampak yang besar terhadap ekonomi masyarakat.

Menparekraf Sandiaga berharap keberhasilan Desa Wisata Kuin Utara masuk dalam 75 besar ADWI 2023 dapat menjadi daya bangkit bagi ekonomi desa dan sebagai wahana promosi desa-desa wisata di Indonesia kepada wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, serta mendorong daerah agar dapat menciptakan desa wisata baru selanjutnya di wilayahnya yang dapat membangkitkan ekonomi desa.

“Ini merupakan program yang tepat sasaran dengan basic komunitas masyarakat yang ada di desa. Saya yakin jika kita bisa beradaptasi, terus berkolaborasi, dan berupaya meningkatkan inovasi dari desa wisata, kita bisa membuka lapangan kerja yang luas dan saya pastikan 4,4 juta lapangan kerja dapat tercipta sampai tahun 2024. Dan akhirnya dari desalah kita membangun Indonesia,” ujar Menparekraf Sandiaga. (Vin)

About ervin nur astuti

Check Also

Gedung Perpusda Jateng Diperluas, Dorong Literasi dan Minat Baca Masyarakat

SEMARANG,KORANPELITA – Proyek perluasan gedung dan pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Perpustakaan Daerah (Perpusda) Jawa …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca