SAPA 129, Wujud Kehadiran Negara Tangani Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Jakarta,Koranpelita.com

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menandatangani Prasasti Ruang Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 di Gedung Kemen PPPA pada Jumat (10/12/2021) malam.

Penandatanganan ini bertepatan dengan berakhirnya 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang juga merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM).

“Prasasti ini ditandatangani dalam rangkaian Peringatan 16 HAKTP, yang kita mulai pada 25 November dan berakhir pada 10 Desember. Ini momentum yang sangat baik karena ketika kita bicara HAM, inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah yang harus kita perjuangkan. Khusus dalam pelayanan SAPA 129, mudah-mudahan penandatanganan prasasti ini bisa menjadi komitmen bersama dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi perempuan dan anak,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang mengatakan, layanan SAPA 129 diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pendampingan terbaik bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan. “Sepuluh hari belakangan ini menyita pikiran kita. Bertubi-tubi kasus kekerasan terjadi. Kekerasan terutama kepada anak yang kita anggap aman dan nyaman berada di tempat yang luar biasa, tapi di sanalah anak-anak kita mengalami kekerasan yang membawa dampak panjang kepada generasi penerus bangsa. Mudah-mudahan dengan semakin beraninya orang bicara, kita bisa menyelamatkan anak-anak yang lebih banyak lagi,” tutur Menteri Bintang.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati mengatakan, Perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan mengalami kekerasan, baik secara fisik, psikis, seksual, penelantaran, hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Lebih lanjut, Ratna menjelaskan sistem pelaporan SAPA 129 dibangun untuk memastikan kehadiran negara dalam penanganan kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak.

“Kemen PPPA meluncurkan satu ruang yang kita sebut dengan SAPA 129 yang bisa diakses melalui hotline 021-129 atau Whatsapp 08111-129-129. Sistem ini tidak hanya untuk korban. Jika ada masyarakat yang mengetahui, melihat, atau mendengar kasus kekerasan yang terjadi di sekeliling kita, laporkanlah, beritahu kami, sampaikan kepada kami, ini menjadi kesempatan untuk kita hadir menjawab persoalan kekerasan yang terjadi di masyarakat,” ujar Ratna, dalam Media Talk: Aksesibilitas Layanan Kekerasan Perempuan Melalui SAPA 129 secara hybrid, Jumat (10/12/2021).

Ratna menjelaskan, SAPA 129 merupakan bentuk pelaksanaan fungsi implementatif yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020, yaitu penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional.

“Sebagai layanan rujukan akhir, kami memastikan pelayanan yang cepat, tepat, dan akurat ketika korban betul-betul membutuhkan layanan rujukan akhir, artinya Kementerian/Lembaga ataupun Pemerintah Daerah tidak dapat menyelesaikan kasus tersebut di level mereka,” jelas Ratna.

Disebutkan dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada 1 Januari-9 Desember 2021, terdapat 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 73,7 persennya merupakan kasus kekerasan di dalam rumah tangga. Sementara itu, terdapat 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7 persen.

“Kalau kita melihat tren secara umum, kasus kekerasan seperti fenomena gunung es, artinya persoalan ini bisa terjadi kapanpun, dimanapun, dan menimpa siapapun. Ketika kasus kekerasan terdata tinggi, di sisi lain menandakan adanya keberanian melapor, itu juga menjadi catatan penting bagi kita. Ketika korban berani melapor, maka kasus-kasus kekerasan akan terungkap,” tutur Ratna.

Berdasarkan data SAPA 129, Kemen PPPA telah menindaklanjuti 107 kasus kekerasan terhadap perempuan yang masuk sejak Maret-November 2021. Sementara itu, terdapat 507 kasus kekerasan terhadap anak yang telah ditangani berdasarkan pengaduan yang masuk pada Januari-Desember 2021.

“107 kasus tersebut sudah dilakukan klarifikasi untuk mendapatkan kebenaran objektif berdasarkan koordinasi dengan dinas pengampu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota,” ungkap Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Margareth Robin Korwa.

Lebih lanjut, Margareth menjelaskan, terdapat enam standar pelayanan dalam SAPA 129, yaitu pelayanan pengaduan masyarakat, pengelolaan kasus, penjangkauan korban, pendampingan korban, mediasi, dan penempatan korban di rumah aman. “Bersama kita pasti bisa memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi perempuan korban kekerasan dan TPPO serta anak yang memerlukan perlindungan khusus,” imbuh Margareth.

Sebagai upaya mengoptimalkan fungsi pelayanan rujukan akhir, pada Rabu (8/12/2021) Kemen PPPA meluncurkankan Mobil Operasional SAPA 129 yang digunakan untuk menjangkau korban kekerasan dan menyerahkan bantuan spesifik perempuan dan anak. Mobil tersebut perdana digunakan untuk menyerahkan bantuan spesifik kepada perempuan dan anak korban erupsi Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. (Vin)

About ervin nur astuti

Check Also

Pengalaman Buruk Naik Singapore Airlines (SQ 897/950)

Jakarta, Koranpelita.com Pengalaman buruk dirasakan oleh Lauren Susilo dengan keluarga saat menggunakan jasa penerbangan Singapore …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca