OKSIGEN menjadi barang yang sangat dibutuhkan saat kasus konfirmasi covid-19 melonjak signfikan akhir-akhir ini. Pun di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kebutuhan oksigen di setiap rumah sakit rujukan meningkat seiring terus bertambahnya pasien konfirmasi covid-19 yang harus mendapat perawatan intensif.
Kondisi itu membuat jajaran RSUD Pagelaran memutar otak supaya bisa menciptakan oksigen buatan yang bisa digunakan dalam keadaan darurat. Adalah Jan Izaac Ferdinandus, seorang dokter yang saat ini dipercaya sebagai pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama RSUD Pagelaran.
Terinsipirasi dari cara kerja struktur oksigen konsentrator, Ferdinandus dan anak buahnya di RSUD Pagelaran menguji coba berbagai peralatan yang bisa meningkatkan saturasi oksigen. Tak butuh biaya mahal dan peralatannya pun mudah diperoleh, Ferdinandus akhirnya menemukan formulasi peralatan yang bisa menciptakan oksigen buatan, minimalnya bisa digunakan saat kondisi darurat.
Peralatan utama dari oksigen buatan itu merupakan aerator yang biasa digunakan memberikan oksigen bagi ikan di akuarium. Dari aerator itu bisa menghasilkan oksigen setelah melalui berbagai tahapan.
“Jadi dengan aerator ini kita ambil dari konsep oksigen konsentrator yang mengambil udara dari luar kemudian menyaring kadar nitrogen dan oksigen,” terang Ferdinandus kepada wartawan di RSUD Pagelaran.
Alat tersebut bisa dimanfaatkan bagi pasien yang kebutuhan dasar oksigennya kisaran 10-15 liter per menit (lpm). Ferdinandus tak memungkiri alat buatan itu hanya akan dipakai dalam kondisi darurat.
“Alat ini memang masih harus banyak penelitian dulu, khususnya memisahkan kadar nitrogen dan oksigen,” tuturnya.
Cara kerja aerator untuk menghasilkan oksigen buatan itu cukup sederhana. Dengan memasang slang, aerator dihubungkan dengan regulator untuk menghasilkan udara tinggi (high flow).
“Dari regulator ini kita stel hingga menghasilkan kadar oksigen 10 liter per menit. Tapi tergantung kebutuhan pasien. Misalnya kebutuhan pasien 3-4 liter per menit, kita naikkan jadi 10 liter per menit dengan asumsi oksigen murni sebesar 25%,” tuturnya.
Tujuan Ferdinandus membuat oksigen buatan itu tak lain karena kondisi yang serba darurat. Selain cukup sulit mendapatkan oksigen konsentrator, harganya pun relatif cukup mahal.
“Harga oksigen konsentrator itu bisa mencapai puluhan juta rupiah, kita berinovasi. Asumsinya, ketika kita melakukan RJP (resusitasi jantung paru) atau napas buatan bahwa paru-paru itu mengandung C02 yang banyak, dari penolong kepada yang ditolong. Dengan alat ini kadar oksigennya 25% ada dan terukur, kenapa tidak dicoba. Tadinya saturasi O2 pasien yang di bawah 90 atau di bawah 90-an bisa naik jadi 99 hingga 100,” katanya.
Ferdinandus mengaku sudah menggunakan alat tersebut ke pasien yang membutuhkan. Hasilnya sejauh ini tidak ada efek atau masalah apapun.
“Estimasi kebutuhan kita (RSUD Pagelaran) itu 70 tabung per hari. Kalau pasokan hanya 40-50 tabung, berarti kita kekurangan 20-an tabung. Untuk menutupinya, mungkin kita bisa gunakan alat ini sementara waktu ketika kondisinya darurat.
Ferdunandus mengaku tidak kepikiran memproduksi massal alat tersebut. Sebab, alat itu hanya untuk konsumsi internal di RSUD Pagelaran ketika kondisinya darurat.
“Kami selalu berharap pandemi COVID – 19 ini segera berlalu dan pasokan oksigen juga kembali normal. Kalau oksigen sudah normal, alat ini dipastikan tidak akan kami gunakan lagi,” sebutnya.
Ferdinandus menyebut saat pandemi COVID -19 ini kondisinya semua serba darurat. Keselamatan dan kesembuhan pasien menjadi prioritas utama, “Kalau otak tidak menerima darah dalam waktu 5 menit, itu akan mengalami kegagalan fungsi,” ucapnya. (mans)