Semarang,Koranpelita.com
Belum optimalnya tata kelola terhadap aset kepemilikan Pemprov Jateng, akibat terbatasnya sumber daya manusia dalam melakukan pengelolaannya, mendapat perhatian serius oleh DPRD Jateng. Meski belum optimal DPRD Provinsi Jawa Tengah mendorong pemerintah daerah setempat, untuk melakukan optimalisasi aset yang hingga saat ini tercatat Rp 41 triliun.
Wakil Ketua Komisi A Fuad Hidayat mengatan hal itu, dalam dialog dalam Prince Topic dengan tema Tata Kelola Aset Pemprov Jateng di Semarang, Jumat (11/6/2921).Menurutnya, optimalisasi dilakukan dengan tujuan agar dapat dimanfaatkan, untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) maupun untuk pelayanan publik.
“Pada tahun 2020, PAD kita terkoreksi Rp 1,7 triliun. Sementara di Jatim bisa tercapai target dan berhasil karena suksesnya optimalisasi aset yang ada, dan tidak tergantung pada PKB dan BBNKB,” kata Fuad.
DPRD Jateng, lanjut Fuad, mendorong optimalisasi atas aset-aset yang dimiliki Pemprov Jateng karena hasil audit 2021, total aset Pemprov Jateng mencapai Rp 41 triliun dan ada yang mangkrak.
” Dengan banyaknya aset yang belum dikelola dengan baik itu, lokasinya banyak yang strategis dan potensinya luar biasa untuk dioptimalkan,” ujarnya
Menurutnya, perlu reformasi fundamental tata kelola aset dan perlunya formulasi kerja tata kelola aset yang lebih modern, sehingga lebih sesuai tantangan jaman. “Oleh karena itu, aset bisa jadi alternatif untuk mengoptimalisasikan PAD dan pelayanan publik yang memuaskan.”
Sekretaris Penasehat Akselerasi Kerjasama FIS Unnes Teguh Hadi Prayitno menuturkan, dari data Komisi Pemberatas Korupsi (KPK), agar 66% aset Pemprov Jateng yang belum bersertifikat, segera disertifikatkan untuk menghindari terjadinya sengketa hingga bisa dimanfaatkan lebih optimal.
“Jika aset itu sangat bermanfaat bagi masyarakat, maka harus dikelola khusus. Yang jelas, kalau bisa untuk masyarakat, kenapa tidak,” tutur Teguh.
Menurutnya, pengelolaan aset harus melakukan langkah inovatif menyikapi aset yang tidak produktif menjadi produktif dan menghasilkan pendapatan, bahkan perlu transparansi data aset yang bisa diakses publik. ” Setidaknya investor dapat berminat untuk bekerjasama dalam pengeloaan setelah mengetahui data aset tersebut,” katanya.
Pengeloalaan aset, lanjutnya, bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga baik dengan pola Business to Business atau social entrepreneur, bahkan bisa dengan menggandeng perguruan tinggi baik sebagai pendamping maupun dimanfaatkan sebagai pengabdian masyarakat.
“Hanya sejumlah aset yang tidak produktif, jika berupa gedung bisa dijadikan social entrepreneur, yang dimanfaatkan sebagai ruang pamer hasil produksi para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM), sehingga mampu memberikan konstribusi pendapatan,” katanya.(sup)