Oleh Dasman Djamaluddin
*Penulis, Wartawan Senior tinggal di Jakarta.
“Voice of America ” (VOA) seksi Indonesia, mengabarkan hari Jumat, 29 Januari 2021 bahwa Taliban menyatakan perjanjiannya pada Februari 2020 dengan Amerika Serikat (AS) dimaksudkan untuk memberi pasukan “penyerbu” Amerika suatu “jalan yang aman” agar keluar dari Afghanistan, seraya menegaskan bahwa kelompok pemberontak itu mengharapkan peninjauan dokumen itu oleh pemerintahan Presiden Joe Biden tidak akan mengacaukannya.
Sher Mohammad Abbas Stanikzai, deputi ketua tim perunding perdamaian Taliban, mengemukakan pernyataan itu dalam kunjungannya ke Moskow, di mana delegasinya bertemu dengan para pejabat tinggi Rusia.
Stanikzai mengatakan dalam konferensi pers bahwa Taliban menandatangani perjanjian dengan “pemerintah terpilih yang sah di Amerika” dan peninjauan oleh pemerintahan baru AS adalah “keputusan internal mereka.” Tetapi ini tidak berarti Washington meninggalkan perjanjian itu, lanjutnya.
“Dalam sejarah Afghanistan, tak seorang pun pernah memberi jalan yang aman bagi pasukan penyerang asing. Jadi, ini adalah kesempatan baik bagi Amerika karena kami memberi mereka jalan aman untuk keluar berdasarkan perjanjian ini. Kami berharap pada waktu mereka meninjaunya, mereka akan muncul dengan kesimpulan positif serupa,” tegas Stanikzai.
Ia juga menolak dengan menyebut “tuduhan yang sama sekali palsu” bahwa Taliban telah menerima hadiah dari Rusia untuk membunuh tentara AS di Afghanistan.
“Kami tidak memerlukan siapapun untuk memberi kami imbalan karena membunuh warga Amerika. Amerika adalah penyerang dan kami telah membunuh mereka sejak 2001,” kata Stanikzai seraya menekankan perlunya bagi Washington untuk tetap mematuhi jadwal penarikan pasukan yang telah disepakati bersama.
VOA telah meminta komentar dari para pejabat militer AS di ibu kota Afghanistan, Kabul. Sejauh ini, belum ada tanggapan mereka.
Perjanjian AS-Taliban mewajibkan semua tentara Amerika dan NATO untuk meninggalkan Afghanistan selambat-lambatnya bulan Mei 2021 dengan imbalan janji Taliban untuk mengambil langkah-langkah kontraterorisme serta janji untuk berunding dengan lawan-lawannya di Afghanistan mengenai suatu kesepakatan politik yang akan mengakhiri secara permanen perang dua dekade di negara itu.
“Jika mereka tetap berada di Afghanistan setelah tenggat yang disepakati ini, kami juga akan membunuh mereka, baik ada imbalan maupun tidak untuk itu. Kami menerima imbalan dari Tuhan. Kami memerangi penjajah tanpa imbalan, tanpa hadiah,” kata Stanikzai.
Sementara itu, Juru Bicara Pentagon John Kirby pada Kamis, 28 Januari 2021 mengatakan:
” _Tanpa mereka memenuhi komitmen mereka (Taliban) untuk meninggalkan terorisme dan menghentikan serangan kekerasan terhadap Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan sangat sulit untuk melihat jalan khusus ke depan untuk penyelesaian yang dinegosiasikan, tetapi kami masih berkomitmen untuk itu,”_ inilah kata Juru Bicara Pentagon John Kirby pada Kamis, 28 Januari 2021.
Juga John Kirby membeberkan bahwa belum ada keputusan yang dibuat tentang masa depan jumlah pasukan di Afghanistan.
Iya, masalah Afghanistan telah meninggalkan luka mendalam. Wilayah ini telah menjadi sengketa dan hanya tahun 1747 hingga 1831 saja rakyat Afghanistan hidup damai. Selanjutnya di tahun 1832-1842 terjadilah apa yang dinamakan Perang Afghanistan Pertama. Kemudian dilanjutkan dengan Perang Afghanistan Kedua di tahun 1878-1879. Kedua-duanya dikarenakan ulah bangsa Inggris yang berkeinginan menguasai Afghanistan. ***
Pada tanggal 27 April 1978 pasukan Uni Soviet (sekarang Rusia) masuk ke Afghanistan. Afghanistan menjadi negara komunis hingga pasukan Soviet menarik seluruh pasukannya dari Afghanistan pada tanggal 15 Februari 1989. Kalau ada pemerintahan di Afghanistan, mereka tidak lebih dari pemerintahan boneka, di mana pemain utamanya waktu itu adalah Inggris atau Uni Soviet.
Setelah itu pasukan Mujahidin yang terdiri dari tujuh kelompok pejuang merebut berbagai wilayah hingga Taliban berhasil memerintah di Afghanistan. Taliban ditumbangkan lagi oleh pasukan Amerika Serikat (AS). Wilayah tersebut sekarang memang dikuasai pemerintahan Afghanistan dukungan AS.
Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) pernah berkunjung ke Afghanistan. Kemudian disusul Wakil Presiden Jusuf Kala (JK) untuk merealisasikan usaha damai di wilayah itu yang sebelumnya dibicarakan Presiden Jokowi. Sudah tentu usaha Indonesia ini mendapat dukungan berbagai pihak.
Diharapkan usaha yang sudah dirintis tersebut dapat segera diwujudkan sebelum situasi lebih memanas terjadi lagi di wilayah itu.
Nampaknya pihak Taliban dengan serangannya baru-baru ini menunjukkan bahwa kelompoknya masih kuat untuk kembali memimpin rakyat Afghanistan.
Gagasan Jokowi dan JK mendamaikan konflik Afghanistan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia, “Bebas dan Aktif.” Presiden RI Soekarno pun pernah melakukan kunjungan ke Afghanistan dengan menggagas Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 dan mendirikan Gerakan Non-Blok.
Bagaimanapun JK juga selain berunding dengan Taliban, harus pula berunding dengan Rusia dan AS. Jika hanya berunding dengan Taliban dan Pemerintah Afghanistan, perdamaian di negara tersebut sulit tercapai.