Oleh: Midun Efendi Patar Sihombing.
*Penulus mahasiswa jurusan Kimia FMIPA, Universitas Palangka Raya
Minyak goreng adalah salah satu bentuk dari minyak nabati, berupa senyawa gliserida dari berbagai asam lemak yang ada dalam gliserida itu sendiri. Minyak goreng berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Menurut Phantalina Naomi, minyak goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola. Minyak goreng umumnya berasal dari minyak kelapa sawit.
Minyak kelapa dapat digunakan menggoreng karena struktur minyaknya yang memiliki ikatan rangkap sehingga minyaknya termasuk lemak tak jenuh yang sifatnya stabil. Selain itu pada minyak kelapa terdapat asam lemak esensial yang tidak dapat disintesis oleh tubuh. Asam lemak tersebut adalah asam palmitat, stearat, dan linoleat. Minyak goreng memegang peranan penting dalam pengelolaan produk pangan. Hal ini mengakibatkan produksi minyak goreng meningkat dari tahun ke tahun. Konsumen minyak goreng terbesar adalah industri makanan, restoran dan hotel. Setelah digunakan berulang-ulang selanjutnya minyak goreng tersebut menjadi minyak goreng bekas.
Menurut Naliawati Prastiya Ningrum dkk, minyak jelantah atau minyak goreng bekas merupakan minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin, dan sebaginya. Minyak ini merupakan minyak bekas dan bila ditinjau dari komposisi kimianya mengandung senyawa -senyawa yang bersifat karsinogenik yang terbentuk selama proses penggorengan dan asam lemak tak jenuh. Sehingga pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan, menimbulkan penyakit kanker dan menimbulkan penyakit lainnya. Jika dibuang ke lingkungan dapat merusak ekosistem dan menyebabkan mikroorganisme yang ada di lingkungan akan mati.
Sebagian minyak jelantah dari industri besar dijual ke pedagang kaki lima dan kemudian digunakan untuk menggoreng dagangannya dan sebagian lain hilang begitu saja ke saluran pembuangan. Bahaya mengkomsumsi minyak goreng bekas dapat menimbulkan penyakit yang membuat tubuh kita kurang sehat dan stamina menurun, namun apabila minyak goreng dibuang sangatlah tidak efesian dan mencemari lingkungan. Karena itu minyak goreng bekas dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku industri non pangan seperti sabun lunak.
Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan dan ada juga yang cair. Masing-masing bentuk tentunya mempunyai keuntungan tersendiri di berbagai sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif dapat mengikat partikel dalm suspensi yang mudah dibawa oleh air bersih . Sabun merupakan campuran minyak atau lemak (nabati, seperti minyak zaitun atau hewani, seperti lemak kambing) dengan alkali atau basa ( seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80-1000C melalui proses yang disebut saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
Saat ini teknologi sabun sudah berkembang pesat. Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH). Adapun sifat-sifat sabun yaitu, sabun bersifat basa, sabun menghasilkan buih dan busa, sabun mempunyai sifat membersihkan.
Menurut Susinggih dkk, pemurnian minyak goreng bekas merupakan tahap pertama dari proses pemanfaatan minyak goreng bekas, yang hasilnya dapat digunakan sebagai minyak goreng kembali atau bahan baku produk unntuk pembuatan sabun cair. Tujuan utama pemurnian minyak goreng ini adalah menghilangkan rasa serta bau tidak enak, warna yang kurang menarik dan memperpanjang daya simpan sebelum digunakan. Pemurnian minyak goreng bekas ini meliputi tiga tahap proses yaitu: penghilangan bumbu (despicing), netrlalisasi, pemucatan(bleaching).
Proses yang digunakan dalam pembuatan sabun cair ini ialah proses saponifikasi. Safonifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak dan minyak, dan reaksi safonikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Pada prosesnya dilakukan pencampuran KOH harus menyamakan suhunya terlebih dahulu, karena suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi. jika suhu dinaikkan suhu dinaikkan maka laju reaksi semakin besar karena kalor yang diberikan akan menambah.
Proses pembuatan sabun, digunakan jenis alkali KOH. Variabelnya ialah lama waktu pengadukan dan jumlah alkali ya ng digunakan. Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah minyak goreng bekas, larutan KOH, parfum non alkohol 1 ml, pewarna makanan, EDTA, NaCl, dan gliserin. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi striter, beaker gelas, erlenmeyer, spatula, corong pemisah, gelas ukur, penangas air, labu ukur, hot plate, titrasi digital, klem dan statif, pipet tetes, oven, pH meter, timbangan analitik, indikator PP. Jumlah KOH yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap sabun lunak yang dihasilkan.
Hasil dari prosesnya diperoleh berdasarkan kinetika reaksi dan pembuatan sabun lunak berdasarkan penambahan KOH dan lama waktu pengadukan.
Jadi tidak selamanya yang bekas itu harus dibuang, kita dapat memanfaatkannya menjadi bahan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, seperti minyak goreng bekas ini sangat banyak manfaatnya. Selagi kita dapat mengelolalanya menjadi bahan yang sangat bermanfaat, mengapa justru jika kita membuangnya akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi bumi kita ini. *”*