Riyadh, Koranpelita.com
Suhartini binti Nasrin asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Mengadu nasib mencari peruntungan di negeri orang dengan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Suhartini pergi meninggalkan keluarga, sanak kerabat dan handai tolan. Keluarga dan kerabat berharap Suhartini berkirim sebagian hasil jerih payahnya di rantau, riyal syukur kalau dollar.
Penantian panjang keluarga tak kunjung datang, sebulan dua bulan bahkan sampai setahun. Kabar beritanya juga tidak diterima di kampung halamannya.
Sanak dan kerabat mulai was-was, jangan-jangan. Timbul prasangka buruk, terlebih selama 11 tahun hilang kontak. Keluarga dan sanak famili tidak dapat menghubungi, agen yang memberangkatkan juga tidak dapat nomor kontaknya.
Pasrah. Keluarga di kampung halamannya, sudah menyerahkan kepada takdir Allah SWT. Keluarga tidak mungkin mencari sendiri. Apalagi pergi ke luar negeri, ke ibu kota propinsi belum pernah. Juga ke ibu kota negara di Jakarta.
Dr H Sa’dullah Affandy Atase Tenaga Kerja KBRI Riyadh bercerita, Suhartini yang oama tudak mengurus dokumen imigrasi tiba-tiba saja bersama majikannya datang ke KBRI untuk mengurus paspor yang sudah habis masa berlakunya.
“Selama 11 tahun hilang kontak dengan keluarga, datang bersama majikannya ke KBRI Riyadh guna mengurus paspor, PMI tersebut mengaku sudah 11 tahun bekerja di daerah Raniya dekat Thaif, sekitar 700 km dari Riyadh)l dan selama itu pula tidak pernah berkomunikasi dengan keluarga,” kata Sa’dullah.
Saat datang ke KBRI lanjutnya, tim pelayanan curiga dengan kondisinya sehingga dilakukan wawancara lebih dalam. Tim melakukan penelusuran nomor kontak keluarganya dan berhasil. Kerja sama dengan petugas daerah di Sumbawa NTB.
Awalnya Suhartini menolak diamankan dan memaksa ikut kembali pulang bersama majikannya. Namun tim KBRI berhasil membujuk dan mengamankan.
Saat tersambung dengan keluarganya dan menyampaikan bahwa anaknya yang bekerja di Saudi ingin berbicara, sontak keluarga kaget dan tidak percaya. Karena lima tahun lalu keluarga mendapatkan kabar Suhartini sudah meninggal, bahkan sudah ditahlili saat itu.
Komunikasi anak dan orang tua berhasil tersambung, namun masih ada kendala, karena sang anak hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa arab saja.
Belasan tahun tinggal di Saudi menyebabkan ia lupa dengan bahasa ibu, bahasa Sumbawa. Dalam video call itu mereka hanya saling menangis, seperti tidak percaya dengan kejadian yang sangat mengejutkan tersebut.
Saat ini Suhartini tinggal sementara di penampungan Ruhama KBRI. Menunggu penyelesaian hak-haknya, dan selanjutnya segera diproses exit untuk kembali ke kampung halamannya bersama keluarga, sanak kerabat dan handai taulan.
“Semoga segera bisa berkumpul dengan keluarga tercinta di tanah air,” demikian Sa’dullah berharap. (D)