Di Pusara Sang Pahlawan

Bekasi Ora (2)

Siang itu pusara sang pahlawan, KH Noer Alie di Pondok Pesantren Putri At Taqwa sepi. Hanya dua keluarga peziarah yang bersimpuh memanjatkan doa.

Kompleks Masjid At Taqwa putri, di depan mihrab masjid terbujur jasad sang pahlawan nasional. Di bawah cungkup berlapis keramik juga dimakamkan dzuriyah KH Noer Alie, beberapa di antaranya masih kosong.

Sedang luar di halaman terdapat petak-petak bakal makam untuk kerabat dan keturunan kyai yang lainnya. Baru terisi dua makam dari kerabatnya.

Pohon Kamboja baru bertunas, belum cukup rimbun untuk memberi keteduhan. Menandakan kompleks makam dalam tahap pengembangan. Perluasan baru setahun ini. “Dulu ada bangunan rumah di tengah pelataran,” kata Ahmad penjaga makam.

Setelah perluasan selesai, semua pengunjung masuk melalui gerbang utama di bagian belakang. “Malam Jumat menjadi puncak para peziarah, ada yang datang dari Karawang, Cikampek dan umumnya masyarakat Bekasi dan sekitarnya,” sambung Ahmad yang sejak 2018 menjadi penjaga kompleks pesantren putri termasuk makam.

Terbayang perjuangan sang kyai membangun peradaban masyarakat di sekitarnya. Lingkungan yang awalnya semak belukar, rawa yang ditumbuhi pohon-pohon liar. Saat ini menjadi kawasan mentereng, lengkap dengan gemerlap metropolitan.

Kawasan di Bekasi Utara yang secara administratif masuk wilayah Kabupaten Bekasi, di awal perkembangannya sangat terpencil. Jauh dari keramaian, orang Bekasi bilang tempat jin buang anak. Kini menjadi kawasan strategis, dikitari perumahan mewah dan menjadi jalan lintasan yang menghubungkan Jakarta melalui Marunda, Cilincing sampai Tanjung Priok.

Ingatan meloncat ke masa silam, ketika KH Noer Alie berjuang mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perjuangan yang panjang dan membutuhkan kesungguhan, keuletan dan hanya orang Istiqomah yang mampu melakoni.

Infrastruktur Bekasi menjadi lebih baik, mengundang para pendatang mengadu peruntungan. Sebagai penyangga ibu kota, Bekasi menjadi tumpuan masyarakat. Perumahan tumbuh bak jamur di musim hujan. Sarana pendukung tumbuh seiring perkembangan masyarakat. Fasilitas umum dan fasilitas sosial mengikuti dinamika masyarakat.

Migrasi besar terjadi di Bekasi, bahkan para pendatang berasal dari manca negara. Mereka membawa adat kebiasaan, bahkan agama. Masalah sosial timbul seiring bertambahnya masyarakat. Konflik menjadi bagian dari perkembangan masyarakat.

Kini ketika masyarakat mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dakwah Islamiyah berkembang. Belakangan mulai timbul perselisihan. Selalu saja muncul gesekan di masyarakat. Kerukunan antarumat beragama menjadi masalah. Konflik kepentingan muncul seiring dengan perbedaan yang timbul.

Pembangunan rumah ibadah menjadi masalah, izin menimbulkan perbedaan penafsiran. Kehadiran pemerintah diharapkan menjadi wasit yang adil.

Permasalah sosial muncul berkaitan dengan tata ruang. Sawah dan ladang yang menjadi bagian dari eksistensi masyarakat setempat berkurang drastis seiring banyaknya pendatang.

Masyarakat pribumi sebagaimana kebiasaannya hidup santai, cenderung kurang giat dalam berjuang. Selain faktor sumber daya manusia, juga lingkungan. Masyarakat pendatang biasanya lebih kuat berjuang. Sedang masyarakat pribumi cenderung santai sehingga tertinggal dalam bersaing dengan para pendatang. (D)

About redaksi

Check Also

Delapan Dekade TNI: Antara Sejarah, Rakyat, dan Harapan Masa Depan

Oleh : Sudadi  Tanggal 5 Oktober 2025 menjadi tonggak penting dalam perjalanan bangsa. Pada hari …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca