KH Noer Alie Singa Podium dari Bekasi

Bekasi Ora (1)

Betawi Ora, sebutan untuk orang Betawi pinggir. Depok, Bogor dan Bekasi. Di Tangerang lebih di kenal Cina Benteng. Betawi yang meliputi Tenabang, Pejompongan, Kemayoran, Karet, Krukut, Condet sampai Kebayoran dan Kemandoran.

Di luar itu masuk Betawi Ora, seputar Glodok masuk Pecinan, arah barat Cina Benteng, Depok, Bogor dan Bekasi masuk entitas Ora atau bukan Betawi lagi. Kalau pun ada Betawi hanya sebagian, separo atau secuil saja.

Betawi Ora campuran dialek orang Betawi dan Jawa, maknanya Betawi bukan atau sebagian saja dari Betawi. Dialeknya bukan lagi Betawi, bukan juga Sunda tempat berpijaknya. Sepenuhnya budaya Jawa juga bukan.

Akan halnya Bekasi Ora, singkritisme budaya dari berbagai bangsa. Bekasi milenial, bercampur baur dari berbagai macam bangsa. Bukan saja Jawa dan Sunda yang dominan, melainkan bermacam suku yang ada di Nusantara.

Bekasi Ora, di zaman kolonial Belanda kawasan yang dikuasakan kepada orang-orang Cina. Belanda memberikan hak-hak khusus kepada penduduk Cina untuk kepentingan politik dan kekuasaan. Tidak kepada orang-orang pribumi yang berpotensi memberontak karena menurut hak-haknya sebagai pewaris leluhur dan para pejuang bangsanya.

Bekasi sebagai etos perjuangan anak negeri tidak diragukan lagi. Chairil Anwar melukiskan dalam bait-bait sajaknya, betapa warga Bekasi berjuang gigih melawan bangsa penjajah. Heroisme masyarakat Bekasi selama perjuangan, bersama-sama komponen bangsa di Nusantara.

Bekasi-Karawang. Tulang-tulang berserakan. Begitu Chairil Anwar menggambarkan. Bahasa lain yang dapat digunakan, betapa masyarakat Bekasi turut serta memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Perjuangan bukan hanya tetesan keringat dan air mata, melainkan pengurbanan jiwa raga sebagai taruhannya.

KH Noer Alie satu diantara tokoh pemimpin perjuangan melawan bangsa penjajah. Ulama Bekasi yang sangat disegani, gigih memimpin perjuangan, Istiqomah mengajar santri dan membakar semangat jihad fisabilillah.

Medan juangnya membentang di pantura mulai Marunda, Muara Gembong sampai Cikampek dan Karawang dengan markasnya yang berpusat di Bekasi.

Pondok Pesantren At-Taqwa menjadi basis pertahanan lahir dan batin. Bukan saja untuk memompakan semangat juang, melainkan mengasah jiwa dan raga. Menjadi dapur umum sekaligus markas bulan sabit merah, untuk menolong pasukan yang terluka di medan juang.

Singa podium, disematkan kepada sang kyai karena sepak terjangnya selama perjuangan kemerdekaan RI. Mimbar dakwah menjadi ajang perjuangan selanjutnya, setelah kemerdekaan direbutdan diproklamasikan perjuangan belum selesai.

Perjuangan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata. Perjuangan mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan bangsa. Medan juang luas membentang, politik, dakwah, pendidikan dan kesejahteraan menjadi pilihan.

Pondok Pesantren menjadi ekspresi, selain mengajar di majlis juga di podium sekaligus menyuarakan ketidakadilan kepada penguasa. Perbedaan ijtihad dalam politik menjadikan pertentangan diantara tokoh-tokoh bangsa.

Terlepas dari perbedaan politik, namun bangsa Indonesia menghargai perjuangannya yang panjang. Akhirnya melalui perjalanan panjang Presiden RI memberikan penghargaan kepada KH Noer Alie sebagai pahlawan nasional. (D)

About redaksi

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca