Jakarta,Koranpelita.com
Standardisasi dan penilaian kesesuaian (SPK) harus menjadi katalisator kegiatan ekonomi nasional. Sebuah produk yang lulus uji laboratorium dan memenuhi persyaratan standar, akan lebih dipercaya terutama di pasar internasional. Terkait hal tersebut, saat ini ada 2 isu penting yang harus mendapat prioritas kegiatan SPK, yaitu penanganan Covid-19 dan membangkitkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari krisis akibat dampak pandemik untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad di Kantor BSN, Jakarta pada Selasa (28/07/2020) menjelaskan bahwa terkait isu pertama mengenai penanganan pandemi Covid-19, BSN telah melakukan berbagai upaya diantaranya penyusunan 31 Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait Covid-19; penyusunan skema sertifikasi peralatan kesehatan; penunjukan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) untuk masker dan sarung tangan; pemastian kompetensi 55 lab pengujian dan medis yang mampu menguji Covid-19; pelaksanaan remote assessment (KAN ke LPK) dan remote audit (LPK ke industri); fasilitasi lembaga penilaian kesesuaian (LPK); serta melakukan pendampingan dalam pengujian dan kalibrasi ventilator dan termometer.
Terkait perumusan SNI, Kukuh menerangkan bahwa sampai saat ini BSN telah merumuskan 13.071 SNI dimana 10.855 SNI diantaranya merupakan SNI yang masih aktif digunakan. Dari jumlah tersebut SNI terkait sektor kesehatan per Maret 2020 berjumlah 273 SNI. Adapun, perumusan 31 SNI terbaru terkait Covid-19 terdiri dari 29 SNI adopsi identik yang mencakup SNI untuk masker, respirator, pelindung mata, pelindung pernapasan, sarung tangan pelindung, sarung tangan medis, pakaian pelindung, ventilator, hand sanitizer, dan pedoman manajemen biorisiko laboratorium.
“Untuk skema akreditasi yang dimiliki Komite Akreditasi Nasional (KAN), saat ini KAN mengoperasikan 32 jenis akreditasi. Dari 32 skema tersebut, terdapat 7 skema akreditasi sektor kesehatan. Disamping skema akreditasi, juga terdapat 10 skema penilaian kesesuaian yang menjadi acuan pelaksanaan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi produk sektor peralatan dan produk penanganan kesehatan yang sedang disusun BSN. Diantaranya unit anestesi, oksimeter, EKG, ventilator paru, sarung tangan, masker medis, serta alat pelindung radiasi sinar-x,” ujar Kukuh yang juga menjabat sebagai Ketua KAN.
Sebagai upaya memberi kontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19, Kukuh menegaskan bahwa BSN mendukung program pemerintah dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). Untuk itu, dalam konteks pemenuhan persyaratan SNI, UMKM difasilitasi secara khusus terutama terkait dengan pembinaan dan sertifikasinya.
Di sampin itu BSN melalui KAN juga mengimplementasikan kebijakan asesmen jarak jauh (remote assessment) untuk memastikan bahwa bisnis pengujian dan sertifikasi produk tetap bisa berjalan di masa pandemic Covid-19.
Sampai saat ini, BSN telah membina 780 UMKM dimana diantara UMKM yang dibina tersebut adalah UMKM yang berusaha di bidang alat kesehatan. UMKM binaan BSN di bidang alat kesehatan antara lain PT. Entri Jaya Makmur – Solo, CV. Target, PT. Rijen Cahaya Mulia yang memproduksi tempat tidur pasien; PT Shima Prima Utama – Palembang memproduksi tempat tidur pasien (manual, elektrik), kursi roda, furniture rumah sakit, dan produk rehabilitasi; PT Hari Mukti Teknik – Kanaba Bantul yang memproduksi mesin laundry rumah sakit; serta CV Indowash yang memproduksi Insinerator.
“Melalui program-program tersebut diharapkan mampu memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan pelaku usaha, utamanya yang terkait dengan standardisasi dan penilaian kesesuaian.
BSN harus menjadi “enabler” untuk perlindungan masyarakat dan mendorong lancarnya kegiatan ekonomi. BSN tidak boleh menjadi rantai birokrasi baru yang menghambat daya saing nasional,” jelas Kukuh. (Vin)