Jakarta,Koranpelita.com
Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang juga Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menilai pengelolaan pengamanan perbatasan perlu menerapkan sistem smart border yang terbagi atas soft border dan hard border. Karena, daerah perbatasan sebagai gerbang terdepan dan jendela keadaan bangsa. Untuk itu, persoalan di daerah perbatasan perlu ditangani serius.
“Menata daerah perbatasan mesti melibatkan kementerian/lembaga terkait. Berbagai persoalan yang hadir di daerah ini juga harus diselesaikan dengan memperhatikan pengelolaannya. Dua sistem tersebut perlu diterapkan mengingat kompleksitas pengelolaan dan pengamanan kawasan perbatasan negara yang cukup panjang dan sarana prasarana pengamanannya belum cukup memadai,” kata Tito pada acara Rapat Koordinasi Nasional Pengamanan Perbatasan Negara (Rakornas Pamtas) Tahun 2020 di Hotel Pullman Central Park Podomoro City, Jakarta Barat, Rabu (11/3/2020).
Dijelaskanya, secara geografis, wilayah kedaulatan NKRI merupakan kawasan yang cukup strategis dan merupakan Negara Besar yang berbatasan langsung dengan tiga Negara untuk batas negara darat, 10 negara untuk batas negara laut, memiliki 3.151 KM panjang perbatasan Darat.
Untuk batas laut wilayah Indonesia memiliki panjang garis pantai kurang lebih 99.093 KM dan berbatas laut teritorial dengan empat negara yaitu Malaysia, Republic Democratic Timor Leste (RDTL), Papua New Guinea (PNG) dan Singapura. Sedangkan secara Yuridiksi batas laut Indonesai berbatasan dengan sembilan negara yaitu Malaysia, RDTL, PNG, India, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, dan Australia.
Tito juga mengatakan bahwa, rasio Pengamanan Batas Darat Wilayah Perbatasan Negara saat ini masih belum maksimal dibandingkan panjang wilayah perbatasan NKRI, yakni 3.151 KM untuk wilayah Darat dan 99.093 KM panjang Garis Pantai. “Sebagai contoh data yang disampaikan oleh Satgas OPS. PAMTAS Yonif Raider 641/BRU tahun 2019, di perbatasan RI-Malaysia di wilayah Kalimantan Barat terdapat 60 titik perlintasan ilegal dan dari laporan Unit Pengelola PLBN masih banyak jalur-jalur ilegal disekitar PLBN yang menjadi jalur penyelundupan barang-barang ilegal,” kata Tito.
Dengan kondisi sarana prasana di perbatasan yang masih terbatas serta jumlah petugas dan aparat pengamanan yang jauh dari memadai, ditambah lagi dengan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat kawasan perbatasan yang masih rendah, sangat berkontribusi besar pada maraknya tindakan perlintasan secara ilegal termasuk didalamnya adalah tindak kejahatan transnasional.
Untuk itu, pengelolaan pengamanan perbatasan perlu menerapkan sistem smart border yang terbagi atas soft border dan hard border. Dengan BNPP sebagai pengelola daerah perbatasan, diharapkan lembaga ini dapat merepresentasikan hadirnya negara di wilayah perbatasan. Tak hanya terkait dengan aspek kedaulatan dan batas wilayah, juga menyangkut kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Untuk itu, Tito sejak awal meminta daerah perbatasan dikelola dengan baik untuk menggali potensi dan dijadikan jembatan untuk berbagai bentuk pembangunan kesejahteraan.
Pada kesempatan yang sama, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, wilayah perbatasan merupakan daerah terdepan yang harus dipertahankan dan diamankan demi keutuhan NKRI. Karena itu, kehadiran BNPP sangat penting untuk menjaga kedaulatan NKRI, salah satunya dengan menyelesaikan berbagai persoalan di perbatasan.
“Wilayah perbatasan Indonesia merupakan daerah terdepan yang harus dipertahankan dan diamankan untuk keutuhan NKRI, untuk integrasi teritori. Prinsipnya tidak boleh ada sejengkal tanah pun atau sebagian kecil, sekecil apapun dari wilayah ini yang bisa lepas dari kedaulatan NKRI, itu harus dilakukan dengan segala cara,” ujarnya. (Vin)