Hj Maryam Berdedikasi untuk Kemajuan Pendidikan

Oleh : Encep Azis Muslim

Hj Maryam dilahirkan 76 tahun lalu di desa Pasarean Pamijahan Kabupaten Bogor Jawa Barat. Sebuah desa kecil sederhana namun banyak melahirkan tokoh-tokoh lokal dan nasional yang punya visi besar dan jauh ke depan. Masa kecilnya dilalui sungguh sangat berat. Tidak lama setelah lahir, ibundanya, Hj Jaenab wafat, kemudian dirawat oleh kakek dan saudara tertuanya, Hj Hindun. Sementara ayahandanya Haji Muhammad selain disibukkan berniaga, mengurus tiga isterinya juga harus membesarkan seluruh putera-puterinya yang lain.

Menurut Hj Rubiah yang juga saudara sepupu dan sepersusuan menceritakan kedekatan dan keakraban pada masa-masa kanak-kanak dilalui bersama yang saat itu terjadi pergolakan perjuangan kemerdekaan. Keduanya bak saudara kandung tak terpisahkan. Keduanya juga selalu bersama ke manapun, meski jarak memisahkan, keduanya akan selalu saling menanyakan satu sama lain, kabar, hal ikhwal dan kesehatan.

Desingan peluru di masa perang kemerdekaan dan kedatangan serdadu belanda ke kampung sangat mencekam. Kami berdua selalu tiarap atau sembunyi, bahkan sampai ngusruk ke parit atau susukan ketika tentara penjajah belanda datang dengan ciri-ciri berkulit putih dan badannya tinggi, kata Hj rubiah mengisahkan beberapa waktu lalu.

Setelah melalui situasi berat dan sulit di masa kanak-kanak, Hj Maryam memasuki masa remaja dan mengenyam pendidikan di lingkungan kampung pasarean. Tahun 1957 melepas masa lajang dan dipersunting Sumardi, seorang tenaga pendidik dan juga gurunya berasal dari Solo Jawa Tengah. Dari pernikahan pertama, memiliki seorang putera, (Alm} Jajang Ahmad Fauzi, alumni Teknik Sipil Universitas Ibnu Khaldun Bogor dan engabdi sebagai aparatur negara di kecamatan Cigudeg.

Pernikahan keduanya dengan H. Salim Bin Nacel, seorang alumni pesantren Darul Quran, Sinagar Kaum Cihideung Udik Ciampea Bogor dan juga seorang petani berasal dari Gunung Sari Pamijahan dikarunia delapan putera-puteri. Meski keduanya tidak memiliki pendidikan tinggi, hanya setingkat sekolah rakyat, Hj Maryam bersama suami bersama-sama bersinergi bertani serta berniaga, selain juga mengabdikan dirinya menjadi guru ngaji di tempat tinggal dan lingkungan desa Gunung Sari.

Salah seorang saudari tertuanya, Hj Nafisah atau biasa dipanggil Juju mengisahkan bahwa almarhumah sebagai seorang pekerja keras dalam berniaga dan membantu suami bertani. Dengan lahan sawah 00427 are atau kurang lebih empat hektar di desa gunung sari menjadi lumbung padi yang memberikan kemakmuran bagi keluarga dan warga sekitar.

Selain menjadi petani, Hj Maryam dulu juga juragan padi banyak membeli gabah dari para petani lain untuk digiling menjadi beras dan dijualnya kembali, ujar Hj Nafisah yang telah memiliki puluhan cucu dan cicit.

Tidak hanya bergelut di bidang pertanian, selepas hijrah kembali ke Pasarean pertengah tahun 1975, dan tidak lama kemudian terjadi booming peternakan dan perikanan, Hj Maryam bersama suami bahu membahu membuat peternakan ayam petelur dan kolam ikan. Tanpa kenal lelah, Hj Maryampun merambah bisnis memasok telur ayam ras ke berbagai pasar di sekitar Pamijahan, Leuwiliang bahkan sampai pasar Jasinga. Dan disisa akhir tenaganya, Hj Maryam tetap semangat berdagang pakaian ke pasar mingguan dan berkeliling kampung.

Disela-sela berniaga, Hj Maryam tidak lupa mengabdikan ilmunya untuk anak-anak diniyah [pernah dimuat foto kegiatannya di harian terbit Jakarta, tahun 1992], menjadi guru di majlis taklim di desa Cimayang dan kp Pasar Ahad, Gunung Picung. Bahkan naluri politiknyapun terasah menjadi salah satu tim sukses salah satu calon bupati Bogor.

Menurut salah satu puterinya, Iim Aminah, sosok ummi adalah pelindung, membimbing, memapah bahkan mencari nafkah. Menghapus air mata bagi anak-anaknya dari kecil hingga dewasa.Ummi adalah sosok ibunda yang hebat, kuat, sabar, tegar, penyayang dan contoh teladan hidup, kata Iim Aminah, jebolan IISIP Jakarta, jurusan kesejahteraan sosial.

Menurut puteri ketujuh ini, ingatan terngiang di masa kecil, sosok ummi selalu mengelus rambut setiap anaknya sambil mengiringi dengan cerita dan kisah para nabi yang penuh perjuangan dan kesabaran dalam berdakwah kepada ummat.

Sebagai pengantar tidur, selalu aku ingat dan rindukan. Nyaman sekali, ujar ibu tiga putera yang bersuamikan Arif Yulianto, yang juga alumni FISIP IISIP Jakarta, Jurusan Ilmu Politik dan sekarang tinggal di Kebagusan Lenteng Agung Jakarta.

Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang anak mantunya, Iyon Ismah Faoziyah, sosok Ummi adalah pribadi terbuka dan pengertian.

Ummi, sosok ibu penuh keterbukaan, penuh penghormatan dan menghargai perbedaan, kata Iyon Ismah yang merupakan alumni Fakultas Hukum Universitas Attahiryah Jakarta. (zis)

About redaksi

Check Also

Ini Kebiasaan Langka Gus Yasin : Suka Mborong Jajan Hingga Tukang Mijit Kyai Sepuh

KENDAL,KORANPELITA– Mempunyai kebiasaan berbuat baik terhadap orang lain, kadang sulit dilakukan. Namun yang tidak biasa …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca