Jakarta,Koranpelita.com
Vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan untuk empat pelaku kekerasan seksual (geng rape) terhadap Bunga (17) bukan nama sebenarnya di desa, Sungi Wetan, Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur pada Juni 2019 lalu mendapat perhatian dan reaksi keras dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (Komnas PA).
Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait menilai bahwa JPU dan Majelis Hakim PN Pasuruan telah gagal paham terhadap penerapan hukum perkara kejahatan seksual terhadap anak.
“Oleh karenanya tidaklah berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi independen yang diberikan mandat, tugas dan fungsi oleh permerintah dan stakeholders perlindungan anak untuk memberikan pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia patut menaruh curiga dan mempertanyakan ada apa dibalik tuntutan dan putusan hakim PN Pasuruan,” ujar Arist dalam keterangannya kepada Koranpelita.com di Jakarta, Jumat (25/10/2019).
Sebab, menurutnya jika merujuk pada ketentuan UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tentang penerapan PERPU Nomor: 01 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU RI Nomor: 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Bagi pelaku kejahatan seksual yang telah berusia diatas 18 tahun oleh kedua undang-undang diatas tidak dikenal dan tidak lajim dituntut serta dikenakan hukuman dibawah lima tahun pidana penjara khususnya terhadap dua pelaku geng rape yang dewasa. Sebab dalam kedua ketentuan undang-undang tersebut pidana pokok bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak dibenarkan kurang dari lima tahun,” terang Arist.
Bahwa sesungguhnya oleh ketentuan UU RI Nomor : 17 Tahun 2017 telah ditetapkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan seksual luar biasa dan pidana pokoknya juga luar biasa serta penanganannya juga harus luar biasa setara dengan tindak pidana khusus narkoba, terorisme dan korupsi. Dengan demikian putusan PN Pasuruan telah mencederai dan melecehkan hak hukum korban.
“Oleh sebab itu, untuk memberikan kepastian dan keadilan hukum bagi korban, Komnas Perlindungan Anak mendukung upaya Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Pasuruan untuk melaporkan Majelis Hakim kepada Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan,” bebernya.
Arist pun menjelaskan, untuk mendapat kepastian hukum atas putusan majelis hakim PN Pasuruan yang diketuai Muhammad Amrullah untuk segera bertemu Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum atas perkara geng rape. Sebab selain pelaku melakukan kekerasan seksual pelaku juga merampas barang-barang berharga milik korban. Dengan demikian pelaku dapat dikenakan pasal berlapis.
Keempat pelaku “geng rape” oleh Majelis Hakim PN Pasuruan di vonis berbeda-beda untuk pelaku anak dan orang dewasa Ahmad Rivai (19) dan M. Hibatulloh (22) dijatuhi pidana 4,5 tahun. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut keduanya dengan pidana masing-masing 7 tahun. Sementara, DYT (16) divonis enam tahun atau lebih rendah dari tuntutan JPU yakni tujuh tahun penjara sedangkan PT (17) divonis tiga tahun atau lebih rendah dari tuntutan JPU yakni 6 tahun penjara.
Dalam salinan putusan yang diterima oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Pasuruan disebutkan jika dua pelaku berusia diatas 18 tahun itu dijatuhi vonis 4,5 tahun dikarenakan keduanya belum pernah dihukum, menyesali perbuatannya dan inilah alasan vonis yang diberikan oleh majelis hakim PN Pasuruan.
“Ini sangat tidak adil jika dibandingkan perbuatannya, sebab dua pelaku sudah masuk usia dewasa dan melakukan tindakan dengan sadar, secara bersama-sama dan bergiliran. Kecuali kepada pelaku usia anak tidak dibenarkan dijatuhi hukuman pidana penjara lebih dari 10 tahun. Namun anehnya majelis hakim justru menghukum pelaku anak lebih tinggi dari pelaku dewasa. Saya sangat prihatin dan kecewa sebab dua pelaku sudah dewasa dan melakukan secara sadar,” ungkapnya.
Sementara untuk dua pelaku lainnya dirinya menerima karena mereka masih anak-anak, demikian protes keras Ketua LPA Kabupaten Pasuruan Daniel Polosakan.
Sebelumnya diketahui bahwa Bunga bukan nama sebenarnya yang belum genap 17 tahun ini menjadi korban aksi kejahatan seksual oleh 5 pemuda yang baru dikenalnya melalui media sosial pada Minggu 26 Juni 2019 pekan lalu.
Lima pelaku tidak hanya memperkosanya tetapi para pelaku juga merampas barang berharga milik korban. Setelah melakukan aksi bejatnya, para pelaku juga meninggalkan korban seorang diri di sebuah lahan perkebunan di desa Sumingi.
Oleh karenanya dua pelaku patut mendapat hukuman setimpal dengan ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 dengan ancaman tidak boleh kurang dari 10 tahun maksimal 20 tahun pidana penjara.
“Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim PN Pasuruan telah gagal paham atas perkara kekerasan seksual terhadap anak dan UU RI Nomor : 17 Tahun 2016″. Dengan demikian Komnas Perlindungan Anak segera mendorong dan membantu korban untuk mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim PN Pasuruan tersebut,” pungkas Arist.(Ivn)