UP Komitmen Hidupkan Nilai Pancasila di Seluruh Civitas Akademika
Jakarta,koranpelita.com
Rektor Universitas Pancasila (UP) Prof. Dr. Wahoho Sumaryono, Apt, menyampaikan bahwa apa yang terjadi di Indonesia saat ini secara tidak langsung telah memotivasi Universitas Pancasila sebagai institusi pendidikan yang mendidik mahasiswa generasi muda yang adalah calon pemimpin bangsa untuk lebih giat lagi serta secara terus – menerus mensosialisasikan dan mengimplementasikan nilai – nilai Pancasila.
Oleh sebab itu, Universitas Pancasila yang merupakan Perguruan Tinggi terakreditasi A berdasarkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi ini berkomitmen untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila tersebut di hidupkan oleh seluruh civitas akademika Universitas Pancasila baik dalam kehidupan kampus, dan juga kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara khusus melalui Pusat Studi Pancasila (PSP).
PSP sendiri lanjut Prof. Dr. Wahoho Sumaryono, telah menghasilkan berbagai bentuk kajian nilai-nilai Pancasila sebagai bentuk character building generasi milenial yang dilakukan oleh dosen, mahasiswa maupun alumni Universitas Pancasila.
“Melalui kajian – kajian ini, Universitas Pancasila diharapkan dapat secara nyata membantu pemerintah untuk memelihara serta mendorong implementasi nilai-nilai Pancasila. Isu hangat saat ini yang mencuri perhatian segenap bangsa Indonesia bahkan dunia internasional sangat erat kaitannya dengan salah satu nilai Pancasila yakni sila ke-3 Persatuan Indonesia,” jelas Prof. Dr. Wahoho dalam acara Silahturahmi dan sarehan bersama rekan media di Kampus Universitas Pancasila, kemarin.
Secara khusus tentang konflik yang terjadi di Papua yakni adanya isu tentang pelaksanaan referendum bagi penentuan nasib sendiri oleh Papua, Prof. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.A. yang adalah Guru Besar Hukum Internasional dan juga Kepala Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional Universitas Pancasila mengatakan bahwa, hukum internasional tidak memperkenankan referendum untuk menentukan nasib sendiri bagi wilayah yang sudah merdeka.
Larangan yang sama juga diatur dalam hukum nasional Indonesia tentang referendum penentuan nasib sendiri bagi daerah yang sudah dikuasai. Referendum bagi penentuan nasib sendiri hanya diperkenankan dalam konteks kolonialisme dan ini sudah dilakukan oleh Papua bersama seluruh wilayah NKRI lainnya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dengan demikian, Prof. Pratomo menyatakan bahwa, adanya keinginan untuk referendum bagi Papua bukan lagi termasuk penentuan nasib sendiri, tetapi masuk dalam kategori separatisme yang mana hukum international tidak mengakui adanya hak separatis bagi suatu bagian wilayah karena adanya prinsip penghormatan terhadap integritas wilayah negara. Hal ini juga tentu dapat dikatakan bertentangan dengan nilai Pancasila.
Menurut Guru Besar yang lama menangani kasus Timor Timor sebelum merdeka ini, pandangan masyarakat umum yang menyamakan status Papua dengan Timor Timor adalah keliru.
“Timor Timor adalah non-self governing territory yang terdaftar dalam daftar Komite 24 PBB yang berarti berhak atas penentuan nasib sendiri, sedangkan Papua tidak pernah masuk dalam daftar tersebut karena sudah menjadi bagian dari NKRI sejak 1945 dan sudah melaksanakan hak penentuan nasib sendiri,” lanjut Prof. Pratomo.