Hari Pelanggan Nasional, 4 September 2019. Saya ada di BPJSTK Cabang Manado. Hari sudah sore. Bahkan sudah terlalu sore, sehingga tak ada satu pelanggan terlihat.
Tapi tetap menarik. Sebab, saya justru melihat latihan serius para pegawai BPJSTK Cabang Manado. Ngedance. Mereka berlatih untuk tampil esok hari. Tujuannya, menghibur pelanggan. Membahagiakan pelanggan. Dua hari berturut-turut perayaan Hari Pelanggan di BPJSTK digelar secara nasional.
Sore menghilang. Gelap datang membawa malam. Itu tandanya, harus ada ritual rutin. Makan malam. Apalagi, perut juga memberi kode. Lalu, sebuah resto dipilih. Dilengkapi live music.
Makanan yang enak segera tersaji. Menu tambahannya, adalah suara merdu staf cabang yang membuat makan malam, terasa lebih nikmat. Nikmat lahir bathin. Sepertinya, orang Manado memang tak ada yang bersuara fals, bahkan menangis saja, bisa dengan nada.
Semua staf BPJSTK Manado menyanyi lagu andalannya. Saya juga menyumbangkan lagu. Lagu merdu saya ubah menjadi sumbang. Karena lahir di akhir tahun 60an, saya pilih lagu lama. Lama mencarinya. Setelah ketemu, ternyata pengiringnya tak tahu lagu itu. Jadi mesti memilih lagu lain yang menjadi lebih lama lagi.
Akhirnya ketemu. Cantik. Lagu miliki Kahitna itu, menjadi pilih karena tidak ada pilihan. Tapi saya justru ingin mengirimkan pesan bahwa putri Manado memang cantik-cantik.
Agak grogi. Tapi ada trik untuk mengurangi grogi. Saya belajar dari Kabid Pemasaran Cabang yang kebetulan bukan asli Manado tapi dari Makassar. Ia menyanyi sebelum tamu-tamu lain datang. Cara jitu itu yang perlu saya tiru, tanpa malu jika tak merdu. Apalagi ada tamu bule yang bahasa Inggrisnya sudah mulai luntur lantaran sudah terlalu lama di Indonesia.
Saya harus jujur. Saya selalu males jika disuruh menyanyi. Dulu. Dulu sekali, waktu masih SD di Kulon Progo, saya paling ngeri dengan pelajaran menyanyi. Dalam bayangan saya yang pemalu dan penakut, harus berdiri di depan kelas adalah siksaan.
Dan, setiap kali itu terjadi, saya tak mampu menatap ke depan. Menunduk atau malah menatap kosong langit-langit. Lagu yang saya nyanyikan pun yang itu-itu saja. Desaku (Desaku yang Kucinta) atau Garuda Pancasila.
Entahlah. Lagu Desaku begitu saya resapi. Mungkin karena tempat ayah dan bunda, dan handaitaulanku. Atau mungkin darah ndeso yang begitu kental mengalir dalam tubuh ini.
Jika lagu Desaku penuh penghayatan, saya pernah menjadi sangat malu karena lagu Garuda Pancasila. Ini akibat saking groginya berdiri di depan kelas. Saya lupa bagaimana menghentikan lagu Garuda Pancasila. Terutama di bait terakhir: ayo maju maju, ayo maju maju, ayo maju maju, ayo maju maju, ayo maju maju, ayo maju maju, dan seterusnya tanpa tahu nyetopnya. Untung tidak nabrak walaupun maju terus.
Itu dulu, puluhan tahun lalu. Tapi di Manado, suasana sudah sama sekali berbeda, meski tetap dengan grogi yang sama. Setelah selesai makan malam, acara ditutup dengan joget. Setiap peserta mesti menyajikan joget yang berbeda. Semua kebagian, tak satupun luput. Seru.
Sebelum benar-benar ditutup, semua keseruan diakhiri dengan dengan duren local. Inilah pelengkap 4 sehat 5 sempurna sehingga duren menjadi 6 enak tiada tara. Kolesterol tidak terasa karena tidur pulas, akibat kenyang dan senang berjoget riang.
Pagi hari, hari kelima September ceria. Tak dinyana bertemu teman lama saat sarapan pagi. Pak Arief Wibisono. Seorang doktor hukum dari Kemenkeu yang turut menelorkan banyak regulasi termasuk saat seru pembahasan RUU BPJS tahun 2009 sampai dengan 2011. Obrolan masa lalu menyeruak, membangkitkan kenangan penuh kesan. Meneruskan obrolan yang terputus saat sama-sama naik pesawat sehari sebelumnya.
Sarapan dan obrolan hukum dan politik usai. Lanjut menuju BPJSTK Kantor Cabang Manado. Sesi seru. Benar-benar seru. Persis pukul 8.00 WIB saya dan Kakacab Pak Hendra memasuki halaman kantor. Karpet merah tergelar. Saya yakin ini bukan menyambut kedatangan saya. Karena kemarin sore juga sudah terhampar rapi. Karpet merah disiapkan khusus menyambut pelanggan, peserta BPJSTK.
Pelanggan pertama datang. Berjumlah 20-an orang. Terlihat beberapa sudah berusia matang, namun sebagian besar masih muda. Pak Fandi mempersilakan pelanggan untuk duduk manis sambil menjelaskan bahwa dua hari ini sedang memperingati hari pelanggan.
Saya dipasang selempang bertuliskan Selamat Hari Pelanggan. Menyambut tamu dengan mengucap sesuai tema. Teriakan yang tetap terasa lembut. Ini yang kami teriakkan, “Hari Pelangan Seru, Senyum Ramah Untukmu”.
Beberapa pelanggan mengantre saya datangi. Saapan dan senyuman termanis yang saya punya saya berikan. Menanyakan apakah menggunakan antrean online dari aplikasi sehingga hari ini dan jam ini mereka datang.
Rata-rata mereka menggunakan antrien online tersebut. Saya hanya mendapati satu pelanggan yang membawa dan menyampai berkas dan tidak menggunakan antrean online. Tetap dilayani, walau yang diutamakan yang telah mendaftaran untuk pengurusan klaim.
Pukul 8.10 wita pembawa acara menyampaikan bahwa akan ada pertunjukan khusus bagi pelanggan yaitu dance. Pengedancenya pegawai BPJSTK Cabang Manado. Tidak hanya dance yang latihannya saya lihat kemarin sore. Ada quiz berhadiah bagi peserta yang bisa menjawab pertanyaan. Hadiah tumbler dan celengan. Ada pula hiburan lain, termasuk lagu-lagu dari artis Cabang Manado. Sangat merdu. Tak ada lagi yang ragu akan hal itu.
Saya pun diberi kesempatan memberi sambutan. Pasti ini acara yang ditunggu-tunggu. Ditunggu kapan selesainya. Saya menyampaikan selamat hari pelanggan. Pesan agar peserta yang pindah kerja tak perlu mengambil JHT nya, karena bisa diteruskan di perusahaan yang baru dengan hasil pengembangan yang cukup kompetitif.
JHT diperuntukkan sebagai tabungan saat memasuki usia pensiun. Tak perlu khawatir karena saldo dapat dipantau melalui aplikasi BPJSTKU. Aplikasi dengan banyak kegunaan dan banyak informasi.
Di bagian akhir, saya berikan senyum terindah untuk peserta yang hadir. Seru. Senyum Ramah Untukmu. Tapi saya tidak berani menyumbangkan lagu Desaku atau Garuda Pancasila. Michel John Alauw paham dan segera merebut mike dan melantunkan Cinta Luar Biasa yang biasa dinyanyikan oleh Andmesh. Cinta yang luar biasa untuk peserta BPJSTK.
Tak boleh lama-lama di Cabang Manado, jam 9.00 wita saya sudah bergabung dengan Universitas Sam Ratulangi, OJK, Readi, dan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI). Ada acara menarik. Kampanye ilmu aktuaria dan profesi aktuaris bagi mahasiswa matematika dan sistem informasi, serta siswa SMA. Terlihat juga para dosen dan guru SMA yang hadir. Total peserta hampir 300. Jumlah yang tidak sedikit.
Para pembicara diminta oleh moderator untuk menyampaikan presentasinya yang tentu berisi apa, siapa, dan bagaimana profesi aktuaris itu. Saat giliran saya, ternyata moderator meminta topik khusus. Saya diminta bercerita tentang kisah sukses aktuaris dari Kulon Progo. Kulon Progo pasti menjadi negeri asing bagi para mahasiswa dan siswa peserta workshop.
Berceritalah saya. Lahir dari keluarga sederhana jika tidak dibilang pas-pasan. Orangtua adalah TNI, namun ada huruf A-nya di antara huruf T dan huruf N. Ya tani, lebih pasnya petani ladang yang bertumpu pada curah hujan untuk panen. Saya tumbuh besar di sebuah dusun bernama Anjir. Orang memang agak ragu menyebut Anjir, sehingga lebih enak dialfalkan menjadi Nganjir.
Tidak banyak informasi yang bisa didapat saat itu. Menyenangi pelajaran matematika, tapi tidak tahu apa kegunaannya. Sewaktu memilih jurusan saat akan kuliah, saya lebih mempertimbangkan yang paling murah dan tidak ada praktikumnya.
Lalu terlintas jurusan matematika ITB pilihan pertama, jurusan Fisika UGM pilihan kedua, dan Sastra Indonesia UNPAD sebagai pilihan ketiga. Pilihan dua kampus di Bandung mengingat ada kakak di sana yang dalam bayangan saya saat itu, tak akan tega melihat sang adik kelaparan.
Nasib baik melingkupi dan berubahlah jadi anak dusun masuk kota. Kota Bandung, kota kembang. Setelah berjibaku untuk dapat merampungkan kuliah, sebuah kementerian mencari sarjana matematika ke ITB. Tujuannya jelas untuk disekolahkan ke luar negeri mendalami ilmu aktuaria. Berlabuhlah saya di sana.
Dan benar. Kesempatan kuliah S2 datang. Tapi nasib baik belum serta merta datang. Hanya yang unggul, terutama dalam Bahasa Inggris, yang terpilih menuju Inggris belajar menjadi aktuaris. Saya mengalah tidak segera mendapat S2, karena sadar masih kental jonglish-nya. Jowo English.
Ternyata ungkapan kesempatan tidak datang dua kali, tidak selalu benar. Tahun 1995 kesempatan S2 datang lagi. Kali ini saya menyambutnya dengan matang karena sudah mempersiapkan diri. Walau harus di-remedial, saya beruntung bisa diterima dan belajar S2 bidang aktuaria di Negeri Paman Sam.
Sekembalinya dari S2, saya rajin ikut ujian profesi untuk menjadi aktuaris. Ujian profesi yang tidak mudah. Namun akhirnya saya meraih ajun aktuaris walau dengan nilai yang pas-pasan. Pas ujian, pas lulus.
Saya berhak menambahkan gelar di belakang nama dengan ASAI (Associate Society of Actuary of Indonesia). Untuk meraih aktuaris penuh atau fellow tentu masih banyak ujian yang mesti dilalui.
Dengan modal ini, karir mengalir. Naik. Ada hal penting yang perlu dipegang teguh oleh seorang aktuaris. Tidak cukup mendapat gelar profesi kemudian kesuksesan menghampiri. Seorang aktuaris yang sukses tentu harus AKTUARIS (Amanah, Kerja keras, Tekun, Ulet, Aktif, Resposible, Integritas, dan Santun).
Bekal rekomendasi Ketua PAI dan pemenuhan syarat lainnya, saya melamar menjadi direksi di BPJSTK. Saya yakin rekomendasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan panitia seleksi. Saya menjadi satu dari 7 direksi terpilih dan satu-satunya yang memiliki latar belakang pendidikan aktuaria.
Sampai di kisah menjadi direksi di BPJSTK, semua yang hadir hari itu, masih menunggu. Tapi saya harus mengakhiri cerita. Karena biar lebih penuh penghayatan, membaca sendiri perjalanan hidup saya yang sudah lengkap tertulis dalam buku NKS. Nami Kulo Sumarjono.
Hari itu, saya bagikan buku secara terbatas pada mahasiswa dan pelajar dengan tujuan untuk menginspirasi. Buku NKS juga saya serahkan kepada Bapak Dekan FMIPA Unsrat, Prof John (moderator), dan Bu Deiby (perwakilan dosen).
Tapi bukan untuk menginspirasi (mana berani saya menginspirasi profesor, bisa kualat), melainkan untuk menambah koleksi rak buku di perpustakaaannya.
Dari rangkaian penjelasan dan cerita perjalanan karir narasumber, rasanya pas jika kemudian saya menciptakan yel-yel penyemangat. Penyemangat ala anak jaman now yang cocok dengan mahasiswa dan siswa peserta workshop. Saat saya teriakkan kata AKTUARIS, mereka sepakat menjawab KEREN ABISSS. Aktuaris, keren abisss.
Salam NKS