Hari-hari ini semua agak kesulitan bersikap, karena sering harus berbenturan dengan pemikiran pragmatis dan parsial. Sebagai contoh, saat mau menyusun Perda karakter, sering menemukan bahasa-bahasa yang mencerminkan pemikiran yang dangkal, sempit dan gak mau berfikir kritis.
Kalimat prihatin itu, disampaikan Sudarto, Anggota DPRD Provinsi DIY dari Dapil Kulon Progo, saat menyampaikan tanggapannya terhadap konsep Tradisi Minum Rempah Merah.
Banyak cibiran, kekhawatiran dan pesimisme saat Bakor PKP memperkenalkan konsep Tradisi Minum Rempah Merah. Sebagai sebuah konsep yang kreatif, inovatif, holistik dan futuristik, konsep ini sering dipahami secara parsial, dangkal dan sepenggal. Hanya dipahami dari sisi kulitnya saja.
Banyak pihak cenderung memahami konsep ini sebatas urusan bisnis produk minuman rempah berwarna merah. Bahkan ada yang berburuk sangka bahwa tradisi ini hanyalah motif oknum Pengurus Bakor PKP yang mau berdagang rempah, menggunakan kedok organisasi. Substansi nilai dan moral yang diusung melalui konsep ini justru gagal dipahami.
Diskusi ekslusif yang diselenggarakan di Kantor Banhubda DIY pukul 19.30 WIB di Jalan Diponegoro No 52, Menteng Jakarta Pusat ini, disamping dihadiri oleh Sudarto, juga dihadiri pula oleh Yoeke Indra Agung Laksana dan Rany Widiyati. Sedianya Arif Nur Hartanto juga akan hadir pula, namun karena suatu hal tidak bisa bergabung.
Dari Bakor PKP, hadir Agus Riyanto (Ketua Umum), Amir Haryono (Ketua II), Agus Triantara (Sekretaris Umum sekaligus pemateri), Agus Suharjo (Sekretaris I), M Fadli Rais (Bendahara Umum) dan beberapa ketua bidang : Supardiyo, Sutomo, serta Suker perwakilan dari diaspora Kecamatan Kokap.
Diskusi ini diselenggarakan sebagai tindak lanjut surat Bakor PKP tertanggal 20 April 2019 Nomor 106/BAKOR PKP/IV/2019 perihal Permohonan Audiensi dengan Pimpinan DPRD DIY. Pertemuan ini terselenggara karena sudah merupakan mata rantai agenda yang harus terlaksana sebelum Bakor PKP beraudiensi dengan Dirjen Bina Pemdes, Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana hasil Raker Bakor PKP di Puncak, Bogor tanggal 22-23 September 2018 lalu, Konsep Tradisi Minum Rempah Merah perlu direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY dan Pemerintah Pusat.
“Alhamdulillah, setahap demi setahap, berkat kerjasama yang kompak antara kami dengan Camat Kokap, TP PKK dan Karang Taruna Kokap, serta semua elemen di Kokap perlahan kami bisa menepis beragam prasangka tersebut,” ungkap Agus Triantara di sela-sela paparannya.
“Saya belum pernah menemukan penjelasan sebuah komoditi yang memiliki filosofi sedalam ini. Ini sungguh luar biasa sekali, ” ungkap Yoeke saat mengawali tanggapannya terhadap Konsep Tradisi Minum Rempah Merah.
Yoeke tak mampu menyimpan kegembiraannya karena telah menemukan sebuah jawaban atas berbagai pertanyaan terkait dengan tema besar pembangunan DIY tahun 2020.
Yoeke menjelaskan bahwa tema besar APBD DIY yang dibangun di tahun 2020 meliputi 4 hal, yaitu : a) Mengurangi tingkat kemiskinan, b) Mengurangi kesenjangan pendapatan masyarakat antara golongan yang miskin dengan golongan yang kaya, c) Mengurangi kesenjangan kemiskinan antara wilayah Utara dan Selatan. Dan yang paling menarik adalah tema terakhir, yaitu d) Kesiapan DIY pasca kehadiran Bandara YIA. Yang terakhir ini secara otomatis membicarakan Kulon Progo.
“Tradisi ini menjadi sangat relevan karena bisa menjawab persoalan ketika kawasan bandara baru akan menjadi kota modern. Percepatan pembangunan yang dipicu oleh adanya bandara internasional, akan menjadi matching kalau masyarakatnya sudah punya konsep yang matang. Konsep ini menarik sekali, karena tantangan terberat kita adalah mensinergikan program-program pemerintah dengan situasi dan kondisi sosial (ruh) kehidupan masyarakat. Saya melihat bahwa Rempah Merah telah menjawab semua pertanyaan itu,” ungkap Yoeke penuh optimisme
Sebagaimana kita ketahui bahwa Pemda DIY memiliki agenda besar untuk mewujudkan Jogja Agropolitan, Bedah Menoreh, penguatan infrastruktur pasca kehadiran YIA, dan aerotropolis. Aerotropolis adalah sebuah kota dimana tata ruang, tata letak, infrastruktur, dan ekonomi dikembangkan dengan berpusat pada keberadaan bandar udara.
Yoeke berjanji akan mengkomunikasikan dan mengawal konsep ini dengan Kepala Bappeda DIY yang saat ini dijabat oleh Budi Wibowo, mantan Sekda Kulon Progo.
“Sekalipun saya tidak lagi menjadi dewan, kedekatan saya dengan para kepala dinas akan saya manfaatkan untuk mengawal konsep ini. Nah nantinya yang bisa ngawal secara formal, adalah Pak Darto dan Bu Rany,” jelas Yoeke disambut gelak tawa bersama.
Sementara Rany yang dapilnya adalah Gunung Kidul, merasa “ngiri” dengan Kulon Progo yang banak inovasi. Rany berharap agar konsep ini bisa direplikasi ke Gunung Kidul.
“Setelah saya mencermati konsep yang dipaparkan oleh Pak Agus Triantara, komentar saya : Sangat luar biasa ! Saya sangat mengapresiasi dan saya siap mengawal bersama Pak Darto,” ungkap Rany.
Rany sangat berharap agar konsep yang bagus ini tidak eksklusif hanya dilaksanakan di Kulon Progo, tapi juga dapat diduplikasi ke kabupaten lain termasuk Gunung Kidul.
“Jangan khawatir Bu Rany, bahwa konsep Rempah Merah ini memang kami rancang bukan hanya untuk menjawab persoalan di Kulon Progo, melainkan juga DIY dan bahkan untuk Indonesia. Dalam hati saya yang paling dalam, konsep ini saya niatkan sebagai persembahan Bakor PKP bukan saja untuk Kulon Progo dan Yogyakarta, namun sekaligus untuk Indonesia bahkan dunia,” tegasnya.
Namun agar formula itu sempurna terlebih dahulu, maka kami perlu model, perlu percontohan yang terus akan kita modifikasi, kita inovasi hingga sempurna. “Nah yang kita jadikan model saat ini adalah Kecamatan Kokap. Kalau sudah sempurna, baru kita replikasi ke kabupaten lain. Target kami, tradisi ini bisa menjadi ikonnya Gerakan PKK,” Agus menanggapi sekaligus mengakhiri pemaparan. (agt)