Banjarmasin, Koranpelita.com
Jika rencana kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan sebesar 100 persen benar diberlakukan, maka dipastikan sangat menyakitkan masyarakat.
Terlebih dilakukan saat kondisi ekonomi masyarakat sedang melemah sehingga sangat tidak tepat dan memberatkan.
“Kalo ekonomi kita sudah tumbuh dan kondisi pendapatan masyarakat sudah bagus, maka kenaikan iuran BPJS tidak memberatkan. Tapi kalo sekarang sangat membebani,” ujar Angggota Komisi IV DPRD Kalsel, Haryanto, dihubungi, Rabu (4/9/2019) petang.
Seharusnya menurut Haryanto, pemerintah membuat prioritas kebijakan yang bisa mendorong ekonomi tumbuh akseleratif dan merata.
Melalui terobosan tersebut, jika masyarakat sudah mampu menikmati pertumbuhan ekonomi yang besar dan pendapatan perkapita sudah terderek naik signifikan maka kenaikan iuran bpjs tidak akan membebani masyarakat.
Dari itu, selaku wakil rakyat ditingkat provinsi Haryanto yang duduk di komisi membidangi kesehatan inipun menyatakan menolak jika iuran BPJS dinaikkan.
” Sebagai wakil rakyat di daerah tentu saja kita menolak kenaikan ini. Sebab, pelayanan rumah sakit masih banyak dikeluhkan,” kata politisi PKS ini.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalsel, Iskandar Zulkanaen, meminta pemerintah pusat untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang kenaikan BPJS kesehatan.
Kajian maupun evaluasi dimaksud, yaitu apakan sudah tepat. Terlebih, masih banyak keluhan dari masyarakat terkait layanan kesehatan yang diberikan rumah sakit maupun pusat kesehatan yang ditunjuk.
” Jadi ini harus dikaji lebih dalam dulu, sehinga ada keseimbangan antara hak dan kewajibannya. Sebab Kalo iurannya dinaikan, sementara layanannya tidak memadai kasian masyarakat,” tegas Iskandar Zulkarnain.
Seperti diketahui, pemerintah pusat berencana menaikan iuran BPJS kesehatan pada 1 Januari 2020 mendatang.
Dinaikan tarif tersebut, dikarenalan JKN mengalami defisit untuk membayar klaim rumah sakit.
Sedang rencana tarif yang naik yaitu untuk kelas I menjadi Rp 160.000. dan kelas II Rp 110.000.(Ipik)