Jakarta, Koranpelita.com
Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara bersama Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Arab Saudi, Abdullah Alshawa telah menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) Ekonomi Digital 5 Juli 2019 dengan melibatkan dua perusahaan Unicorn terbesar di Indonesia.
Hal ini menimbulkan protes keras dari Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi). Benarkah?
“Sapuhi untuk sepakat menolak menerima dua Unicorn sebagai bagian dalam penyelenggaraan Ibadah Umroh dan Haji di Indonesia,”ujar Muhamad Riza Paluppi selaku Sekjen Sapuhi kepada KORANPELITA.COM, Di Jakarta, Selasa (16/07/2019)
Dikatakan Riza alasan Sapuhi menolak dua Unicorn yakni Traveloka dan Tokopedia terjun dalam penyelenggaraan Umroh akan menimbulkan kapitalisasi dalam penyelenggaraan Umroh.
“Kami khawatir peluang kapitalisasi bisnis Umroh Traveloka dan Tokopedia bisa diindikasikan akan melakukan kapitalisasi bisnis penyelenggaraan ibadah Umroh dan akan merugikan jama’ah Indonesia di kemudian hari,”terangnya.
Menurut Riza penolakan terhadap MoU dengan melibatkan dua perusahaan Unicorn ini karena berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 disebutkan bahwa yang menyelenggarakan Umrah dan adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam.
“Masuknya perusahaan Unicorn ini kita tidak mengetahui pemilik bisnis unicorn seorang muslim atau bukan karena Umroh merupakan ibadah umat Islam yang juga diselenggarakan oleh umat Islam,”tegasnya.
Lebih lanjut Riza mengatakan akan meminta klarifikasi kepada Pemerintah tentang MoU ini yang melibatkan pihak ketiga, yang dinilai menabrak UU ibadah Haji dan Umroh.
“Kami akan melakukan komunikasi dengan Menkominfo menteri Agama dan DPR berkaitan MOU yang dilakukan pemerintah padahal NOU itu melanggar UU yang ditetapkan pemerintah dan DPR,” imbuhnya.
Ditempat yang sama, Ketua Bidang IT dan SDM Sapuhi, Ichsan Fauzi Rahman mengatakan, bisnis Umroh merupakan bisnis yang sangat menggiurkan, dengan putaran uang mencapai lebih 20 trilyun rupiah per tahunnya.
“Bisnis Umroh adalah Captive Market yang besar dan pasti dilirik oleh banyak pihak. Dari sekitar 1 juta jama’ah yang berangkat Umroh setiap tahunnya, atau setara perputaran dana sekitar 20 triliun rupiah setiap tahunnya jika dihitung prorate per jama’ah 20 juta rupiah. Maka tentu ini menjadi bisnis yang diincar oleh banyak pihak,” terangnya.
Dikatakan Ichsan, jika Pemerintah tidak meninjau lagi MoU ini, maka ada ribuan pegawai dari bisnis Umroh ini yang terancam kehilangan pekerjaan.
“Perputaran bisnis Umroh tersebut sudah membantu menghidupi sekitar 1.016 Perusahaan yang sudah mempunyai izin Umroh
yang ada di Indonesia. Jika kita hitung setiap perusahaan memiliki 10 karyawan dan atau 100 agen, maka bisa dipastikan ratusan ribu orang karyawan perusahaan terancam terdisrupsi jika bisnis Umroh dibuka terhadap Traveloka dan Tokopedia,” tegasnya.
Menurut Ichsan, Pemerintah harus bisa melindungi dan mendukung travel-travel PPIU yang sudah berhasil mendapatkan izin dengan skema persyaratan perizinan dan prosedur controling yang ketat yang diatur oleh Kemenag RI.
“Pemerintah seharusnya menggandeng asosiasi-asosiasi Penyelenggara Ibadah Umroh yang membawahi 1.016 PPIU se-Indonesia. Selama ini, perjalanan bisnis Umroh senantiasa terus dikembangkan dan dimutakhirkan sesuai perkembangan teknologi dan Informasi,” tandasnya (han)