Banjarmasin, Koranpelita.com
Penerapan sistem zonasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru( PPDB) tingkat SMA di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih menimbulkan banyak masalah.
Selain adanya keluhan orangtua calon siswa terkait pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang lulus secara otomatis, juga karena minimnya SMA di lokasi tertentu.
Kabid Bina SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalsel, Muhammadun menyebutkan, dari tiga jalur yang diterapkan, jalur zonasi memang yang paling banyak dikeluhakan, selain jalur prestasi dan perpindahan orangtua.
Fakta ini dikarenakan tidak meratanya keberadaan SMA negeri di tiap wilayah, meskipun lokasinya berada di pusat kota atau kabupaten.
Dicontohkan, calon peserta didik yang tinggal di Jalan Tembus Pramuka – Kota Banjarmasin hanya dapat memilih SMA Negeri 3 di Jalan Veteran dan SMA Negeri 7 di Dharma Praja yang masuk wilayah Banjarmasin Timur.
“Padahal dari segi jarak kedua sekolah itu tidak benar-benar dekat dan tentunya akan berdampak pada tambahan nilai calon siswa, karena semakin dekat rumah dengan sekolah, maka nilainya akan semakin besar, ” ujarnya saat dengar pendapat di Komisi IV DPRD Kalsel, Jumat (12/7/2019).
Hal yang sama lanjut Muhamaddun, juga terjadi di Kota Banjarbaru, terutama bagi lulusan SMP yang tinggal di kawasan Liang Anggang yangmana jarak ke SMA Negeri 4 Banjarbaru maupun SMA Negeri 1 Bati-Bati cukup jauh.
Sehingga sangat berpengaruh bagi nilai calon siswa untuk dapat masuk ke sekolah di zona yang sama. Masalah tersebut belum lagi ditambah dengan pemberlakuan aturan langsung lulus bagi pemegang KIP yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat.
Untuk selesaikan masalah itu dia menegaskan, Disdikbud Kalsel menyodorkan gagasan rencana pembangunan SMA Negeri baru khususnya di kawasan padat penduduk seperti di Kota Banjarmasin.
“Provinsi siap membangun sekolah baru asalkan ada hibah dari Kabupaten/Kota,” kata kata dia.
Kerena menurutnya, di Banjarmasin setidaknya ada dua kawasan padat penduduk yang bisa dibangunkan SMA baru yaitu di Kelurahan Pelambuan Banjarmasin Barat dan Kelurahan Alalak Utara, Banjarmasin Utara.
Usulan lokasi dibangunnya SMA baru menurut Muhamadun tentu mengikuti tren pertumbuhan penduduk.
Untuk SMA di kawasan perkotaan seperti Banjarmasin setidaknya dibutuhkan lahan dengan luasan minimal sembilan ratus meter persegi atau satu hektar.
Sedangkan di wilayah Kabupaten idealnya SMA didirikan di lahan setidaknya dua hektar.
“Kalau di perkotaan seperti di Banjarmasin bisa dibangun bertingkat,” kata Muhamadun.
Terkait anggaran menurutnya diperlukan kurang lebih Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar untuk membangun SMA baru.
Dengan anggaran tersebut setidaknya dapat dibangun ruang guru dan
“Bidang SMA siap usulkan anggaran pembangunan SMA, kembali lagi kalau ada Tanah hibah dari Kabupaten/Kota kami siap ajukan,” tantang Muhamadun.
Dijelaskan lagi, jumlah SMA sederajat di Kalsel saat ini sebenarnya sudah mencukupi, dimana kuota siswa SMA yang tersedia sebanyak tiga ribu kursi belum lagi ditambah SMK, maupunu sekolah swasta yang tersedia.
Namun dilihat minat orang tua siswa ke SMA masih tinggi. Ini mungkin tren kemajuan zaman saat ini dimana siswa yang berencana lanjutkan ke Perguruan Tinggi lebih memilih masuk ke SMA.
Anggota Komisi IV, H Haryanto, mengatakan, mendukung jika memang Pemprov Kalsel bisa membangun sekolah menengah yang baru. Sebab sejak tahun 2017 hingga sekarang Pemprov Kalsel baru membangun satu sekolah menengah yang berlokasi di Kabupaten Banjar.
” Jadi kalo ada tawaran untuk membangun sekolah baru, itu kesempatan yang bagus, saya rasa kota harus dukung,” sebut Politisi PKS yang dikenal kritis ini. (Ipik)