Jakarta, Koranpelita.com
Fahri Hamzah diundang ke Istana Negara menghadiri undangan Jokowi untuk acara buka bersama menuai kritik dari wartawan.
Ada wartawan tanya saya, “kok bapak datang kan sering kritik?” Saya jawab singkat, “istana itu bukan kantor pribadi tapi itu kantor kepala negara”. Jadi Bayangkanlah betapa sulit memahami relasi-relasi ini.
“Ada yang menganggap bahwa kritik keras adalah tindakan permusuhan. Bahkan ada yang mau mengkonversi kebebasan menilai pemerintah sebagai Tindakan pidana. Padahal kritik dalam demokrasi itu dilembagakan sebagai cara pengatur arus pikiran di ruang publik. Ini tantangan kita,” tulis Fahri Hamzah di akun media sosialnya, Senin (6/5/2019).
Menurut dia, kita harus naik kelas soal teori-teori dasar berdemokrasi sebelum kita mendapatkan manfaat darinya. Kita perlu terus bersuara agak kehidupan kita jangan salah arah, semisal ingin menyeleksi pikiran yang boleh dikatakan dan tidak. Bahkan ada yang ingin kriminalisasi media yang memuat-nya.
Demokrasi itu sukses karena kebebasan rakyat itu mengakibatkan lahirnya kecerdasan publik untuk berkarya dan juga menilai karya pemerintahan. Lalu standar kerja negara menjadi tinggi. Itulah yang melahirkan negara berkelas dan memiliki kwalitas kerja yang tinggi.
“Saya juga ditanya wartawan seharian kemarin, soal keinginan pemerintah menyeleksi pikiran tokoh dan mengkriminalisasi media yang memfasilitasi pandangan yg dianggap salah oleh negara. Jawaban saya sederhana, “jangan mundur ke belakang, kita harus maju dgn gagah berani”.
Rezim sensor sudah kita tumbangkan, jangan dihidupkan kembali. Negara harus menyesuaikan diri dengan kebebasan rakyat. pemerintah harus lebih canggih mengelola demokrasi kita, pakai ilmu jangan pakai kekuasaan. Ilmu lahirkan peradaban, kekuasaan lahirkan pemberontakan.
“Mari kita terus belajar memahami cara kerja negara demokrasi. Jangan panik, jangan kehabisan akal. Harus dewasa dan matang. Puasa ini lahirkan kedewasaan. Ketakwaan itu adalah kepribadian yang matang. Ayo, jangan mundur ke belakang. Maju terus Indonesiaku!,” akunya. (esa)
*Fahri Hamzah*