Jakarta,Koranpelita.com
Indonesia sarat dengan perempuan pejuang. Selain Kartini, masyarakat juga mengenal tokoh pejuang wanita asal Aceh, Malahayati, atau Rohana Kudus dari Sumatera Barat. Sama halnya dengan pejuang yang lain, semua pejuang wanita di Indonesia juga memiliki keteladanan literasi yang diawali dengan kegemaran membaca.
Perempuan memegang peranan utama dalam menumbuhkembangkan budaya literasi, khususnya dalam lingkungan keluarga. Maka, penting bagi para kaum ibu membudayakan kebiasaan membaca di rumah. Jika anak terbiasa membaca, maka secara otomatis akan menjadikan buku sebagai referensi. Jika anak terbiasa menulis sejak dini, maka mereka akan menuliskan pemikirannya lewat tulisan.
Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) sebagai embrio dari lahirnya organisasi-organisasi lain perempuan Indonesia di Tanah Air tidak dipungkiri banyak terlibat aktif dalam segala bidang pembangunan, termasuk pembangunan literasi.
Literasi kini menjadi kunci penting dalam pembangunan sumber daya manusia agar tercipta kualitas manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Tanpa literasi yang memadai, dipastikan sumber daya manusia Indonesia akan sulit berkompetisi di persaingan global dunia.
Ibu dalam berbagai kesempatan diartikan sebagai madrasah pertama bagi pertumbuhan intelektual anak. Ibu juga yang kali pertama mengenalkan aksara pada anak.
“Tantangan zaman kini berubah.
Ibu dihadapkan pada teknologi dan disrupsi. Semua manusia harus berlomba dan berkompetisi. Mau tidak mau, kemampuan literasi memegang kunci dalam percaturan global, ” kata Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando pada Diskusi Publik bersama organisasi KOWANI bertemakan ‘Ibu Bangsa Sebagai Garda Terdepan Mewujudkan Literasi Untuk Kesejahteraan’, di Jakarta, Rabu, (21/4/2021).
Ketua Harian KOWANI Marlinda Irwanti Poernomo sepakat pentingnya literasi mendukung terciptanya sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif. Oleh karena itu, support anggaran terhadap Perpustakaan Nasional harus diperbesar. “Perpusnas harus diberikan anggaran besar untuk mencapai cita-cita literasi bangsa, ” tambah Marlinda.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Perpusnas dan Ketua Umum KOWANI Giwo Rubianto Wiyogo menandatangani kesepahaman bersama (Memorandum Of Understanding/MOU) untuk
pemanfaatan dan pengembangan perpustakaan dan kebudayaan membaca, serta bersama-sama meluncurkan website resmi kepustakaan digital KOWANI yang terintegrasi dengan website perpusnas.go.id.
Dukungan e-library kepustakaan KOWANI juga disuarakan Wakil Ketua Komisi X DPR-RI Hetifah Sjaifudian. Hetifah berpendapat digital library KOWANI bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuan perempuan Indonesia. “Gerakan perempuan berbasis digital merupakan langkah maju yang dilakukan oleh organisasi wanita terbesar di dunia, yaitu KOWANI, ” ujar Hetifah.
Meski demikian, secara khusus Hetifah meminta kepada Kepala Perpusnas agar layanan perpustakaan berbasis offline, seperti taman bacaan masyarakat (TBM) perlu diperluas jangkauannya dan bantuan koleksinya juga perlu diperkuat.
Tidak hanya dengan Perpusnas, Ketua Forum Taman Bacaan Mayarakat (TBM) Opik juga membuka tangan untuk melakukan kerja sama maupun kolaborasi program dengan KOWANI agar perempuan berdaya dan mandiri.
Kepustakaan digital KOWANI memuat rekam sejarah perjuangan perempuan Indonesia (napak tilas), dokumentasi, galeri berupa gambar dan rekaman, karya tulis, hingga profil tokoh KOWANI dari masa ke masa. (Vin)