Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
*Penulis, Notaris tinggal di Sampit.
Masih kontroversial , pada satu sisi ada larangan tegas dari pemerintah untuk tidak mudik untuk Idul Fitri 1442, atau Mei ini. Namun pada sisi lain pariwisata digalakkan. Artinya kendatipun dengan batasan ketat, secara administrasi pariwisata tidak dilarang, atau dalam kata lain justru digalakkan. Masing masing mempunyai konsekuensi sendiri sendiri. Namun demikian yang pasti kesemuanya disebabkan oleh virus korona dan itu semua bertujuan untuk kekebalan tubuh dan mencegah meluasnya virus dimaksud. Sebagian dari warga memang sudah dilakukan tidakan vaksinasi, namun tetap saja masih terbesit kekhawatiran terhadap kemungkinan penyebarannya.
Obyektif, virus korona dengan berbagai variasi yang berkembang beberapa waktu belakangan, benar benar membawa perubahan pada dimensi sosial yang luas. Satu diantaraya adalah tradisi mudik lebaran. Tradisi ini sudah berlangsung berabad lamanya.
Mengunjungi orang tua, di kampung halaman tecinta. Sambil memamerkan kesuksesannya di rantau. Kendatipun hanya untuk beberapa saat, tetapi tradisi ini tetap melekat erat dan dilaksanakan secara terus menerus dari waktu ke waktu, ketika Idul Fitri tiba.
Di dalam sejarah belum pernah ada larangan untuk mudik. Tetapi kali ini, untuk lebaran tahun 1442 hijriyah bertepatan dengan tahun 2021 benar benar mencatat peristiwa pelarangan lebaran. Benar benar istimewa.
Dalam bahasa pengelolaan transportasi, tradisi yag dilarang untuk tahun ini, dan merupakan sambungan dari Idul Fitri tahun lalu (yang juga dilarang dengan keras) tentu membawa berkah. Setidaknya mengurangi kesibukan pemerintah yang bisa disebut tiap tahun trauma karena macet. Bahkan harus mengerahkan kendaraan militer, kapal perang dan sarana transportasi lain untuk membantu para pemudik lebaran.
Tujuannya agar pemudik selamat, menikmati masa lebaran dengan keluarga di kampung tercinta.
Pada sisi lain, setiap musim mudik lebaran, pasti akan jatuh korban jiwa karena kecelakaan lalu lintas di perjalanan. Akan muncul seribu satu persoalan berkaitan dengan tempat tujuan mudik dan tempat yang ditinggalkan mudik untuk sementara. Tetapi semuanya berlangsung dengan ceria dan gembira. Bahkan jauh hari, persiapan untuk itu dilakukan sebagai bentuk kegembiraan usai Ramadhan dan menyambut lebaran. Jalur mudik dan kembali dipersiapkan sedemikiian rupa sehingga diharapkan tak muncul masalah.
Mulai Terasa
Sebagaimana diumumkan oleh presiden (hal ini menunjukkan penting dan mendasarnya masalah), kebijakan pemerintah menegaskanlarangan mudik lebaran akan mulai berlaku Rabu 06 Mei sampai dengan Senin 17 Mei 2021. Namun demikian faktanya para pemudik dari Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah meninggalkan Jakarta sejak bebera hari yang lalu, dan juga sudah terasa padatnya trannsportasi di jalan. Pihak Korlanas sendiri menyatakan memfasilitasi, jika perjalanan dilakukan sebelum jadwal larangan dimaksud.
Dengan pelarangan mudik oleh pemerintah dimaksud, otomatis secara khusus sejumlah jalan darat untuk orang keluar-masuk dari dan ke wilayah Jabodetabek akan ditutup. Bahkan sudah disosialisasikan tempat tempat mana saja yang dilakukan penyekatan. Tempat tempat mana saja yang dijadikan sebagai lokasi untuk karantina bagi yang melanggar. Dengan demikian menunjukkan ketidaksiapan jalur mudik ini hanya dibayangkan hanya dari Jakarta ke Timur. Sementara mudik yang bisa saja dinyatakan sebagai mudik dalam makna sosial tetapi tiak akan termasuk mudik dalam makna yang dimaksudkan oleh peraturan belum tersentuh aturan.
Hal ini belum lagi menyangkut mudik yang ada di luar pulau jawa. Jaraknya bisa lebih jauh dari mudik Jakarta ke timur, tetapi masih belum bisa ditetapkan apakah hal demikian termasuk klasifikasi mudik atau tidak. Untuk ini pemerintah harus segera membuat peraturan atau memberi ketegasan yang dimaksudkan dengan mudik itu batasannya yang bagaimana.
Dengan demikian ada kepastian hukum dan aparat yang akan melakukan pengawasan di lapangan juga mempunyai kepastian kriteria sehingga mayarakat juga tidak dibuat bingung mengenai kualifikasi mudik dan sarana yang mungkin bisa digunakan.
Sementara itu untuk jalur udara tidak kalah rumitnya. Berbagai pembatasan yang dilakukan dengan berbagai ketentuan juga siudah dibuat. Intinya untuk mempersusah orang yang berusaha mudik lewat jalur udara.
Bahkan penjualan tiket untuk perjalanan udara dari tanggal 06 Mei, yang biasanya memang bisa dibeli semenjak jauh hari, tidak diadakan penjualan tiket untuk waktu tersebut, artinya pada waktu itu tidak ada perjalanan udara. Berlaku untuk semua maskapai penerbangan dalam negeri.
Masalah Sanksi
Ketidaksiapan pemerintah dalam mengelola masalah mudik ini juga bekaitan dengan sanksi. Hal ini menyangkut jika pada saat yang telah ditentukan sebagai batas, kemudian ada pelanggar apa sanksinya. Kalau sanksinya diisolasi selama (menurut aturan 7 sampai 10 hari), apakah pemerintah sudah mempersiapkan ini berdasarkan kalkulasi berapa orang yang sekiranya akan bisa diisolasi, dan bagaimana logistik untuk yang akan diisolasi. Tidakkah itu sekadar menakut nakuti saja.
Hal lain berkaitan dengan sanksi adalah penerapan sanksi dimaksud, apakah akan dikenakan kepada seluruh pemakai jalan, temasuk pengguna kendaraan roda dua. Mengingat selama ini sarana transportasi yang paling banyak dipergunakan adalah motor. Apakah pelaksana juga sudah menyiapkan lahan parkir yang aman untuk kebutuhan tersebut. Hal ini menjadi penting mengingat bahwa akibat yang akan muncul jika peraturan itu diterapkan akan menyebabkan perubahan terhadap mobilitas pengelolaan jalan.
Secara sederhana masih banyak masalah lain berkait dengan masalah mudik. Tidak begitu saja serta merta masalahnya akan selesai dengan pelarangan, justru dengan pelaranganj ini membuat permasalahan lain yang tidak kalah pelik. Tetapi mengingat kebijakan demikian sudah diputuskan sebagai aturan secara nasional maka untuk kesatuan hukum hendaknya hanya ada satu aturan yang mengikat dan harus ditaati oleh semua warga masyarakat.
Demikian pula soal penerapan, hendaknya diterapkan secara konsisten terhadap seluruh subyek hukum yang mudik. Tentu saja dengan terlebih dahulu membuat klasisikasi yang terukur mana yang disebut sebagai mudik. Apakah hanya dari Jabodetabek saja atau juga dari tempat lain yang merupakan bentuk dari perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain khususnya ke kampung halaman.
Keadilan atas ukurn demikian penting, dan hal itu mencerminkan profesionalisme dari pembuat kebijakan dan pelaksana aturan di lapangan. Aturan yang ada harus ditegakkan sesuai dengan kondisi yang sama, artinya tidak boleh ada perbedaan perlakuan antara jawa dengan luar jawa misalnya. Seluruh perangkat hukum harus mempunyai satu visi dalam menegakkan hukum, tidak boleh ada perbedaan, pilih kasih atau pandang sayang. Perbedaan perlakuan akan memicu kecemburuan sosial dan memunculkan masalah baru yang tidak menguntungkan persatuan dan kesatuan anak bangasa. ***