Palangka Raya, Koranpelita. Com.
Limbah hasil pembakaran batu bara untuk kepentingan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), ternyata mempunyai banyak manfaat. Salah satunya untuk menunjung pembangunan kontruksi proyek pemerintah.
Pasalnya, limbah yang dikenal dengan sebutan Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dapat menggantikan peran semen, dan pasir.
Hal itu terungkap dalam Webinar Pemanfaatan FABA untuk Pembangunan Ekonomi. Kegiatan berlangsung secara virtual menghadirkan narasumber Sri Andini, Komisaris Utama PT Bukit Pembangkit Inovative, Dr.Eng Januarti Jaya Ekaputri, Dosen Institut Teknologi Surabaya, dan peneliti pemanfaatan FABA untuk infrastruktur.
Hadir pula Dr Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, serta Prof Dr Fachrurrozie Sjarkowi, Akademisi pemerhati masalah lingkungan hidup. Diskusi berlangsung Jumat (9/4), dipandu Brigita Manohara, dan dibuka secara resmi Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Atal S Depari.
Webinar Mengoptimalkan Pemanfaatan FABA untuk Pembangunan Ekonomi diselenggarakan atas kerjasama Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) dengan PWI. Di samping melibatkan komunitas terkait, webinar dihadiri seluruh perwakilan PWI Provinsi.
Peneliti FABA untuk infrastruktur Dr.Eng Januarti Jaya Ekaputri atau yang akrab disapa Yani mengungkapkan, Fly Ash merupakan limbah hasil pembakaran batu bara yang lebih dominan sebagai bahan perekat pengganti semen. Tentunya bisa dimanfaatkan untuk proyek kontruksi pemerintah daerah.
“Penggunaan FABA dalam proyek kontruksi pemerintah diperkirakan mampu menghemat 30 persen anggaran. Apalagi FA mudah didapatkan, mengingat Indonesia mempunyai banyak PLTU sebagai penghasil listrik,” tegas Yani.
Menurutnya, tidak hanya sebagai bahan kontruksi pengganti semen, FA bisa dimanfaatkan untuk menjadi bata ringan (light brick) yang sangat cocok untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi. FABA material yang kaya akan mineral, sangat potensial dimanfaatkan sebagai pupuk pada banyak perkebunan, pertanian, dan juga perladangan.
Sementara, Akademisi pemerhati masalah lingkungan hidup Prof Dr Fachrurrozie Sjarkowi mengingatkan, meski sudah dilakukan percobaan untuk perkebunan, pertanian, maupun perladangan, hendaknya tidak terburu-buru menfaatkan FABA. Ia meminta, pemerintah daerah memberdayakan perguruan tinggi di daerahnya untuk meneliti kecocokannya.
“FABA memang bisa dimanfaatkan untuk pertanian dalam arti luas. Tetapi perlu diingat, masih butuh diteliti. Karena kultur tanah antar daerah di Indonesia berbeda. Ada ukuran tingkat kecocokan yang perlu diteliti lebih jauh,” tegas Fachrurrozie.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi Dr Nani Hendiarti memastikan, pemerintah daerah bisa memanfaatkan FABA dalam pengerjaan proyek kontruksi. Karena, Presiden Joko Widodo sudah menghapuskan FABA dari daftar limbah B3.
“Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),” tegas Nani.
Komisaris Utama PT Bukit Pembangkit Inovative Sri Andini memastikan, FABA bisa dimanfaatkan untuk pembangunan proyek kontruksi pemerintah. Namun yang terpenting, pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan PLTU yang ada di wilayahnya. Kerja sama bisa dilakukan melalui pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Tidak hanya pemerintah daerah, jelas Andini, pemerintah tingkat desa sekitar PLTU, diberikan kesempatan untuk memanfaatkan FABA untuk pembangunan. Karena dalam pemanfaatan FABA, pemerintah sudah mengarahkan PLTU mengutamakan kepentingan desa sekitar. Jadi dalam pemanfaatnya, pemerintah desa bisa membentuk BUMDes.
“Begitu besar manfaat FABA untuk kehidupan masyarakat. Sekarang perlu dimanfaatkan dengan baik. Apalagi, pemerintah bisa menghemat 30 persen biaya proyek kontruksi dengan pemanfaatan FABA,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PWI Atal S Depari mengungkapkan, webinar yang digelar sangat penting, mengingat FABA sekarang bukan lagi merupakan limbah tidak berguna. Tapi merupakan produk yang bermanfaat bagi pembangunan. PWI menyambut baik penyelenggaraan webinar dan semoga bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.
Atal S Depari yang didampingi Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah, serta jajaran pengurus PWI Jaya, menjelaskan, industri manufaktur berperan penting dalam implementasi konsep circular economy atau ekonomi berkelanjutan. Selain menjadi tren dunia, konsep tersebut dinilai mempunyai kontribusi besar dalam penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan.
“FABA sebagai limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batu bara pada pembangkit tenaga listrik. Sebenarnya dapat dimanfaatkan menjadi substitusi bahan baku, sebagai substitusi sumber energi, atau bahan baku sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” tegasnya.
Peran FABA dalam bidang konstruksi dapat menggantikan peran semen, sehingga ramah secara lingkungan dan hemat secara ekonomi. FABA dapat diproses menjadi bata ringan (light brick) yang sangat cocok untuk konstruksi bangunan bertingkat tinggi. FABA material yang kaya mineral, sangat potensial dimanfaatkan sebagai pupuk pada perkebunan, pertanian, dan ladang.
FABA dapat dipergunakan untuk menghidupkan ekonomi di sekitar Pembangkit PLTU melalui kegiatan usaha yang bisa dilakukan UMKM, BUMD, koperasi, kelompok usaha di desa setempat.
Konsumsi batu bara di Indonesia sebesar 80 Juta ton per tahun dengan kadar abu pada kisaran 6–10 persen, menghasilkan FABA sebanyak 4,8 – 8 juta ton per tahun.
“PLTU di Indonesia tersebar di berbagai daerah. Dengan volumenya yang besar, FABA berpotensi untuk menggantikan atau mensubstitusi peran semen untuk keperluan konstruksi di seluruh Indonesia,” tegas Atal. (RAG)