Lurah Belum Punya Tanah Bengkok

Sejarah Desa Gotakan (4/habis)

Oleh Drs R Kawarna

*Penulis Ketua Umum Saber Budaya Menoreh tinggal di Gotakan.

Mengapa dan apa yang mendasari Gotakan ditetapkan sebagai nama kelurahan, sehingga menjadi kelurahan Gotakan hal tersebut dapat kami uraikan sebagai berikut: bahwa nama “Gotakan” sudah ada sejak zaman penjajahan Hindia Belanda, yaitu pada masa kerajaan Mataram sebagaimana telah kami uraikan di halaman depan tulisan ini, di mana pada waktu itu di Gotakan telah ada lurah bernama Raden Mertoidjojo yang membawahi para bekel.

Namun pada masa pemerintah lurah Raden Atmodemedjo, dengan dibangunnya jalan raya yang memisahkan pedukuhan Cangkring maka pedukuhan Cangkring akhirnya oleh pemerintah kerajaan Mataram dimasukkan / digabung menjadi wilayah kelurahan Sanggrahan (yang sekarang menjadi kelurahan Bendungan).

Bahwa pada era sebelum berdirinya Desa Gotakan pada masa penjajahan Belanda, di mana Desa Gotakan merupakan wilayah kerajaan Mataram, berbentuk kelurahan yang dipimpin oleh seorang lurah yang membawahi para bekel. Pada waktu itu lurah belum mempunyai tanah bengkok / tanah lungguh, sehingga lurah mendapatkan bulu bekti dari para bekel tersebut.

Sedangkan para bekel mempunyai punggawa yang dipekerjakan untuk menggarap tanah kerajaan ( tanah kesultanan ) yang menjadi wilayahnya.
Kemudian pada zaman gabungan, yakni tahun 1925 oleh pemerintah kerajaan Mataram (pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII) tanah wilayah kekuasaan bekel-bekel tersebut digabung menjadi satu sebagai kelurahan, sekaligus ditetapkan batas-batas desa yakni sebelah utara, berbatasan dengan kelurahan Giripeni yang berdiri pada tahun 1920 dan merupakan gabungan dari Desa Graulan dan Desa Pepen.

Sebelah barat, dahulu kelurahan Sanggrahan dan sekarang adalah jalan raya Wates – Nagung Sebelah selatan, dahulu wilayah kelurahan Tayuban dan sekarang jalan raya Nagung – Brosot Sebelah timur, Kelurahan Cerme.

Selanjutnya kelurahan Gotakan dibagi menjadi 10 pedukuhan yakni wilayah Kemendung di bawah pimpinan dukuh Bapak Marto  Pawiro.Wilayah Brangkal, Krebet, di bawah pimpinan dukuh Bapak Atemo Sukarto.

Wilayah Tanjung I dan Suru di bawah R.Ngt. Sastro  Sumardjo.Wilayah Tanjung II sebagian Brecak dan Kapresan di bawah pimpinan Atemo Sadirin. Wilayah Kalisalam dan Kaliasu di bawah pimpinan Marto Pawiro. Wilayah  Tanjung III di bawah pimpinan Dukuh Suroinangun.

Wilayah sebagian Brecak, sebagian Karangtengah dan sebagian Kepedak di bawah pimpinan Cokroinangun. Wilayah sebagian Kepedak dan sebagian Kedung di bawah pimpinan Dukuh Parto Pawiro.

Wilayah sebagian Karangtengah, Brodotan, sebagian Kedung, Plandakan, dan Ledok di bawah pimpinan Pratomo
Wilayah Gotakan dan Karangrejo di bawah pimpinan R.Warselo Husodo.

Sedangkan wilayah Cangkring digabung dan masuk kelurahan Sanggrahan.

Setelah ditetapkan sebagai kelurahan tersebut di mana pada waktu itu kemudian dilakukan pemilihan Lurah Deso yang dilaksanakan dengan “acungan” maka Bapak Atmodemedjo terpilih sebagai “Lurah Desa” Gotakan yang di dalam pemerintahannya dibantu oleh R.Marto Sudarmo. Sebagai kamituwo (wakil lurah) dan R.Ng. Karsosudarmo sebagai Carik Deso.

Selanjutnya sepeninggal Lurah Desa Atmodemedjo, maka sebagai lurah terpilih berikutnya adalah R.Ng. Kartosudarmo, dengan dibantu oleh Bapak Pratomo sebagai Kamituwo / wakil lurah, Salikun sebagai Carik yang kemudian diganti R.Ng. Sastro Sumardjo, karena Salikun diterima sebagai juru penerang di kecamatan Panjatan.

Pada masa pemerintahan lurah desa R. Ng. Sastro Sumarjo (tepatnya pada tahun 1971) oleh pemerintah dilakukan cacah jiwa (kalau sekarang Sensus Penduduk). Atas prakarsa Bapak Lurah R.Ng Sastro Sumarjo tersebut pada waktu itu sekaligus dilakukan penataan wilayah dan penataan kependudukan dan sekaligus ditetapkan batas wilayah pedukuhan.

Pada waktu itu ditetapkan pula pagar selain kepala dukuh tidak boleh untuk memimpin wilayah sehingga wilayah maupun warganya digabung dengan pedukuhan yang lain.

Sehingga akhirnya kelurahan Gotakan yang tadinya terdiri 10 pedukuhan setelah adanya penggabungan tersebut menjadi delapan wilayah pedukuhan yaitu : Pedukuhan Kemendung ditetapkan sebagai pedukuhan I Dukuh  Brangkal dan Krebet ditetapkan sebagai pedukuhan II. Pedukuhan  Tanjung I dan Suru ditetapkan sebagai pedukuhan III
Pedukuhan Tanjung II dan sebagian Brecak, Kapresan, Kaliasu ditetapkan sebagai pedukuhan IV. Pedukuhan  Kalisalam dan Tanjung III ditetapkan sebagai pedukuhan V. Sebagian Brecak dan Kepedak, sebagian Kedung dan Brodotan ditetapkan sebagai pedukuhan VI. Pedukuhan Karangtengah, Kedung, Plandakan, Ledok ditetapkan sebagai pedukuhan  VII. Pedukuhan Gotakan dan Trukan Karangrejo ditetapkan sebagai pedukuhan VIII.

Daftar Lurah/Kepala Desa Gotakan
Lurah Mertoijoyo ( Sebelum tahun 1925)
Lurah Atmodemejo (1925-1942).  Lurah R.NG Karso Sudarmo ( 1943-1966). Lurah R.NG Sastro Sumarjo (1967-1985)
Lurah Harjo Suwarno (1985-1995). Kepala Desa Sumari (1996-2004)
Kepala Desa/Lurah Supriyanta (2004-Sekarang)***

About suparman

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca