R. Lurah Merto Ijoyo di Zaman Mataran

Sejarah Desa Gotakan (3)

Oleh Drs R Kawarna

Penulis, Ketua Umum Saber Budsya Menoreh tinggal di Gotakan.

Menurut sumber yang kami himpun pada era sebelum tahun 1925, yakni di masa kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Sultan Hamengku Buwono VIII di Desa Gotakan (yang sekarang Dusun VIII tersebut) dipimpin oleh seorang Lurah bernama Raden Lurah Merto Ijoyo yang dalam pemerintahannya  membawahi para bekel-bekel.

R. Lurah Merto Ijoyo adalah Eyang / Kakek dari R. Warselo Husodo, sedangkan R.Warselo Husodo adalah yang menjabat Ulu-ulu / Kemakmuran (sekarang adalah Kaur. Pembangunan) pada masa pemerintahan Lurah Deso Gotakan R.Karso Sudarmo. Kemudian  para bekel-bekel tersebut juga mempunyai wilayah sendiri-sendiri di perkampungan masing-masing.

Karena sebelum adanya kelurahan Desa Gotakan itu selain Desa Gotakan yang saat ini menjadi Dusun VIII tersebut, ada beberapa perkampungan antara lain :
Gotakan.

Cangkring dan Bulak Wiyu yang kemudian Bulak Wiyu tersebut dibuat trukan dan diberi nama Trukan Karangrejo, Karang Tengah, Ledok, Kedung, Brodotan, Plandakan, Kepedak, Suru, Brecak, Kapresan, Krebet, Tanjung, Kemendung.

Selanjutnya setelah R.Lurah Mertoijoyo lengser / meninggal, Gotakan tidak ada lurah dan kemudian pada tahun 1925 yang dikenal dengan sebutan “Jaman Golongan” pemerintah Kerajaan Mataram (Sri Sultan Hamengku Buwono VIII) mengeluarkan peraturan untuk Desa Gotakan sebagai berikut :
Memilih dan menetapkan lurah dengan pilihan masyarakat (waktu itu dengan sistem acungan).

Membagi tanah dan sawah milik kerajaan (kraton) yang sebelumnya dikuasai oleh para bekel kepada warga masyarakat, di mana warga masyarakat tersebut merupakan para pekerja yang ngawulo kepada para bekel sehingga pembagian tersebut sebagai songgo gawe (imbalan) bagi mereka yang telah bekerja pada para bekel tersebut.

Melengkapi perangkat kelurahan menjadi sebagai berikut : Lurah (Kepala Desa). Kamituwa / Sosial yang bertugas sebagai wakil Lurah.

Carik yang bertindak sebagai juru tulis Kalurahan.  Kepetengan yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap keamanan desa.

Ulu-ulu yang bertugas mengurus air / irigasi untuk kepentingan pertanian. Kaum selaku imam desa yang tugas dan kegiatannya menyangkut masalah keagamaan.

Kemudian untuk membantu kelancaran tugas pemerintahan diangkat beberapa bayan, di mana tugas bayan adalah sebagai penyambung / penghubung pemerintah dengan masyarakat. Misal melaksanakan dhawuh-dhawuh dari pemerintah kepada rakyat.

Di samping itu juga ditugasi untuk mengantar / mengambil surat di kecamatan (dahulu kantor asisten).

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa tahun 1925 tersebut adalah tahun berdirinya kelurahan Gotakan secara definitif.

Ketika itu untuk pertama kali di Gotakan dilakukan pemilihan lurah secara langsung dengan sistem acungan dan Raden Atmodemejo terpilih menjadi Lurah Gotakan.

Lurah R.Atmodemejo tersebut yang kemudian menetapkan wilayah kelurahan yang dipimpinnya dengan nama “Kelurahan Gotakan”, dengan mengabadikan nama Gotakan yang sudah ada sejak sebelumnya. ***

About suparman

Check Also

Mengapa Disiplin dan Bersih Begitu Susah Di Indonesia ?

Oleh  : Nia Samsihono Saat aku melangkah menyusuri Jalan Pemuda Kota Semarang aku mencoba menikmati …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Pertanyaan Keamanan *Batas waktu terlampaui. Harap selesaikan captcha sekali lagi.

Eksplorasi konten lain dari www.koranpelita.com

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca