Jakarta , koranpelita.com – AIR baku di Indonesia jumlahnya melimpah (3,9 trilun meter kubik), namun tidak sampai ke masyarakat. karena infrastruktur air bersih masih terbatas dan pengelolaannya kurang maksimal dalam memberikan pelayanan publik.
” Selain menarik investor, pemerintah harus ambil alih penetapan air bersih agar terjangkau masyarakat,” kata Ir Firdaus Ali, MSc, PhD, Chairman dan Founder IWI( Indonesia Water Institute) dlm daring (online) melalui platform Zoom Meeting, di Kementerian PUPR, Kamis (11/02/2021).
Hasil penelitian yg dilakukan , lanjutnya selama masa pandemi, pengeluaran rumah tangga mengalami peningkatan hingga 7 persen.
“Bila hal ini terus berlangsung, tidak hanya krisis air yang akan terjadi, tapi juga sulit untuk mengatasi pandemi Covid-19,” ujarnya
Ditambah, pengeluaran rumah tangga tersebut tentu semakin memberatkan karena kondisi perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya pulih.
Satu sisi, banyak anggota masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.
“Penting memutakhirkan infrastruktur air bersih” jelasnya.
Semestinya layanan publik untuk kebutuhan dasar. Pemerintah juga harus mengambil alih penetapan tarif air bersih agar terjangkau oleh masyarakat namun menarik investasi atau kapital dari sumber-sumber non APBN/APBD.
Sementara, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimulyono, dalam sambutan berjanji menjadikan masukan atas hasil kajian yang dilakukan IWI.
Hanya saja pihaknya tetap akan melakukan pengkajian lagi, terkait dengan neraca air.
Menteri Basuki menjelaska ketika seluruh negara sedang berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan air bersih,
tantangan baru muncul bersamaan dengan pandemi Covid-19 yang belum selesai.
Selama lima tahun terakhir ini, Kementerian PUPR terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan air dalam memenuhi kebutuhan air bersih.
“Ke depan, perlu disusun suatu kebijakan yang menyeluruh dan terpadu,” kata Basuki. (Oto)