Oleh: Dr. H. Joni,SH.MH
*Penulis, Notaris tinggal di Sampit.
Hanya disebabkan ketiadaan media, suatu institusi tidak bisa mengapresiasikan diri secara sosial, sehingga tidak dikenal masyarakat. Secara substansi memang tak soal, tetapi dalam dimensi sistem sosial hal ini menyebabkan gangguan pada keberadaannya. Satu diantara yang mengalami hal ini adalah bidang infateri, dalam tubuh Angkatan Darat, bagian dari Tentara Nasional Indonesia. Oleh sebab itu sejenak mengenang, siapa mereka, di tengah hiruk pikuk masalah politik yang menjadi sumber berita, karena marketable (layak jual).
Menengok Sejarah
Kendatipun bisa disebut tidak mempunyai implikasi praktis untuk saat ini, sejatinya betapa besar peran, jika dalam perekonomian disebut sebagai saham, dari infanteri tanah air dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Itulah sebabnya, sekali lagi hari bersejarah itu kiranya layak dikenang dengan melepaskan diri dari hirukpikuk perpolitikan dan sengkarut kehidupan nasional dengan berbagai probklematikanya.
Hari itu, adalah hari Juang Kartika TNI-AD diperingati setiap tanggal 15 Desember setiap tahunnya. Peringatan ini, sebelumnya dikenal sebagai Hari Infanteri. Hari Juang Kartika, diperingati untuk mengenang Pertempuran empat hari Ambarawa atau yang biasa disebut Palagan Ambarawa yang dipimpin Jenderal Besar Soedirman pada pertengahan Desember 1945. Pertempuran heroik yang kemudian menjadi tonggak sejarah kemerdekaan tanah air.
Pada pertempuran bersejarah inilah yang membuat tentara sekutu mundur dari Ambarawa menuju Semarang. Dihadang dengan persenjataan modern serta kemampuan strategi para tantara yang tergabung dalam tentara sekutu, para pejuang negara yang baru saja merdeka yaitu Republik Indonesia tidak pernah takut sedikit pun. Mereka melakukan serangan pengepungan yang ketat di semua penjuru kota Ambarawa. Oleh karena yang tahu persis medannya adalah tentara Indonesia, maka Sekutu memilih mundur karena tekanan dimaksud.
Dalam peperangan ini, ada semboyan yang sangat populer yakni, “Rawe-rawe rantas malang-malang putung, maknanya kurang lebih adalah patah tumbuh hilang berganti”. Makna teknisnya, kurang lebih bahwa saat itu Tentara Keamanan Rakyat (TKR) memiliki tekad bulat untuk membebaskan Ambarawa atau gugur di pangkuan ibu pertiwi. Pilihannya menang atau gugur sebagai pahwalan karena mempertahankan kemerdekaan secara terhormat.
Serangan umum pembebas Ambarawa dimulai dengan isyarat letusan tembakan pada Tanggal 12 Desember 1945 pukul 4.30 WIB dan berakhir pada tanggal 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran diakhiri dengan kemenangan dari TKR. Sedangkan benteng pertahanan dari sekutu yang kuat berhasil direbut oleh pasukan TKR. Dari sinilah kemudian tonggak sejarah yang menimbulkan semangat yang menggelora, dari pasukan yang kemudian dikenal sebagai infanteri itu mengusir kekuatan sekuru yang merupakan kumpulan dari tantara dengan sponsor Belanda yang mau kembali menjajah negeri.
Dari kemenangan ini, pertempuran Ambarawa dan keberhasilan Jenderal Soedirman diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa. Dalam perkembangannya kemudian TNI AD memperingatinya sebagai Hari Infanteri. Lalu berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 163/1999, Hari Infanteri resmi diganti menjadi Hari Juang Kartika.
Dengan demikian Peringatan Hari juang Kartika ini untuk mengenang sejarah perjuangan bangsa sebagai bentuk penghargaan kepada para pejuang RI yang sudah rela berkorban demi bangsa. Peristiwa Ambarawa, mempunyai pesan yang sangat penting, yaitu dengan berbekal tekad yang kuat, semangat, serta perlengkapan yang sederhana, TNI bersama rakyat berhasil melawan dan memenangkan pertempuran ini.
Substansi Pertempuran
Nilai dari pertempuran itu pada dasarnya adalah heroism. Kepahlawanan, yang subsgtansinya adalah keberanian dan keyakinan terhadap satu cita. Cita pada waktu itu adalah mempertahankan kemerdekaan.
Dalam kaitan ini, perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Soedirman pada pertengahan Desember 1945 membuat tentara sekutu terjepit dan akhirnya mundur.
Walaupun dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar sedikit pun. Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan pengepungan ketat di semua penjuru kota Ambarawa.
Secara teknis, dengan gerakan pengepungan rangkap ini sekutu benar-benar terkurung. Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir tentara sekutu dari Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan menjadikan Ambarawa sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah. Saat itu, para pejuang yang telah bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan siasat penyerangan mendadak secara serentak di segala sektor.
Seketika, dari segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang kalang kabut.
Sekira pukul 16.00 WIB, Jalan Raya Ambarawa – Semarang berhasil dikuasai TKR dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada tanggal 14 Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh berkurang. Akhirnya, pasukan sekutu mundur dari Ambarawa sambil melancarkan aksi bumi hangus pada tanggal 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir dengan kemenangan gemilang dari TKR. Benteng pertahanan sekutu yang tangguh berhasil direbut pasukan TKR. Kemenangan pertempuran Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1945 dan keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa.
Secara teknis, gerak jalan Peleton Beranting Yudha Wastu Pramukha Jaya, adalah suatu tradisi yang dilaksanakan setiap tahun menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Infanteri sebagai upaya untuk menggambarkan dan menghadirkan kembali perjalanan gerilya Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Jenderal Soedirman, yang juga merupakan Bapak TNI. Kegiatan ini adalah bagaimana nilai-nilai kejuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa itu diresapi, dihayati dan diamalkan pada setiap diri prajurit, baik dalam pola pikir, pola tindak maupun prilaku, sehingga warisan nilai yang ada akan dapat terjaga sampai kapanpun.
Makna Kekinian
Makna dari hari yang bersejarah ini adalah keharusan terus dipupuknya nilai nilai patriotik, dan terus mengedepankan nilai-nilai kejuangan, kepemimpinan, profesionalisme keprajuritan, dan sifat pantang menyerah, terutama di tengah masa sulit, masa pandemi korona seperti saat ini.
Dengan nilai demikian, kiranya TNI khususnya TNI AD dapat memperkokoh kemanunggalan dengan rakyat dan membangun sinergisitas dengan segenap komponen bangsa lainnya, mengingat hal tersebut sebagai kekuatan bela negara, mencerminkan tekad TNI AD yang kuat, tangguh, dan modern. Pada gilirannya, TNI AD lebih dicintai dan mencintai seluruh masyarakat Indonesia. Kiranya terus diperkokoh komitmen mengabdi dan menjaga keutuhan NKRI. Selamat Hari Infanteri. Jaya Selalu, TNI, khususnyaTNI AD-ku.***